RADAR JEMBER.ID – Puluhan warga dari Dusun Sumberdandang, Desa Kertosari, Kecamatan Pakusari, mendatangi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari, (25/7) kemarin. Mereka mempersoalkan sawah yang tercemar karena limbah TPA yang ada di Dusun Lamparan, Desa Kertosari. Warga datang lalu memasang portal dari bambu.
“Sehari sebelum melakukan aksi, warga sudah izin kepada kepolisian,” kata koordinator lapangan, Orba, 45.
Kedatangan puluhan perwakilan petani ini meminta kejelasan pertanggungjawaban dari pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jember, yang bertanggung jawab atas TPA Pakusari.
Alasan warga melakukan aksi itu karena sawah mereka sudah bertahun-tahun tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam setelah tercemari air limbah sampah TPA Pakusari. Sebenarnya, petani sudah cukup sabar untuk meminta penyelesaian pada DLH. Bahkan, warga juga sudah mengirim surat ke bupati tiga kali. Namun, belum ada tanggapan. “Warga yang dirugikan ini minta diorangkan,” tegasnya.
Bulan puasa lalu, kata dia, warga hendak menutup TPA yang sudah beroperasi selama 23 tahun ini. Namun aksi itu ditunda. Akhirnya warga meminta bantuan Muspika Pakusari untuk menemui bupati. Bahkan, AKP Yuliati, Kapolsek Pakusari, bersama perwakilan mendatangi kantor DLH agar ada perhatian dari pihak DLH, dan bisa menemui warga yang sawahnya tercemari limbah.
Warga yang datang ke TPA ini merupakan petani yang sangat dirugikan. Sawah mereka tercemari limbah air dan limbah sampah. Sebelum melakukan aksi, mereka sudah menyurati DLH berkali-kali. “Bahkan, pernah dilakukan mediasi antara warga dengan DLH lewat Kapolsek, tetap tidak ada tanggapan,” terangnya.
“Karena tidak ada respons atau tanggapan dari DLH, maka kami ambil keputusan dengan menutup langsung TPA ini,” terangnya.
Aksi penutupan TPA Pakusari itu dinilai menyangkut kepentingan masyarakat, khususnya petani yang sawahnya sudah tercemari. “Biasanya petani menanam tembakau, padi, dan jagung. Setelah tercemari air limbah dan sampah, hasil panen mereka menurun,” ungkapnya.
Melalui penutupan TPA itu, warga hanya ingin ada jawaban atau solusi yang terbaik. Sebab, sawah yang terkena dampak limbah air ada sekitar sembilan hektare. Namun, sawah yang terkena limbah sangat parah ini 1,9 hektare. “Warga memang bisa bercocok tanam, tetapi hasilnya sudah tidak maksimal,” ujarnya.
Luas TPA Pakusari sendiri sekitar 6,8 hektare. Sedangkan yang digunakan untuk tempat sampah sekitar 3,5 hektare. Bahkan, ada sawah milik petani terkena longsoran sampah, yakni sekitar seperempat hektare.
Aksi demo dengan menutup pintu masuk ke TPA ini juga dilakukan dengan memasang tulisan “Lokasi TPA Ditutup Oleh Pemilik Sawah Korban Limbah Sampah” dan “Tolong Perhatikan Nasib Kami”.
Kapolsek pakusari AKP Yuliati mengatakan, pihaknya sudah mengirim surat ke DLH, bahkan mendatangi kantor DLH bersama warga agar ada respons dari perwakilannya untuk turun menemui warga. Hasil mediasi antara DLH, muspika, dan warga menyebutkan, surat dari warga terkait limbah yang mencemari sawah sudah disampaikan ke bupati. “Namun jabawan dari bupati itu membutuhkan waktu untuk dikaji master plan-nya,” jelasnya.
Warga menuntut lahan sawahnya yang tercemar dibeli pemerintah daerah. Sementara itu, opsi kedua, warga meminta untuk memperbaiki lagi saluran yang rusak akibat tertutup sampah setelah terjadi longsor. “Mereka juga meminta untuk memperbaiki resapan air limbah TPA” pungkasnya.
Aksi penutupan jalur ke TPA itu berlangsung selama lima jam. Pada pukul 11.00, setelah terjadi kesepakatan, portal yang terpasang dari bambu akhirnya bisa dibuka. (*)