JEMBER, RADARJEMBER.ID – Aroma kue terang bulan itu begitu wangi saat penutupnya dibuka oleh Hariyadi. Sebagai pedagang kue, tentu saja tangannya cekatan untuk menyelesaikan pesanan konsumen.
Tetapi saat menerima uang, jemarinya yang cekatan menjadi sangat lambat. Uang itu diraba, bila ragu, tak segan dia menerawang uang pecahan Rp 50 ribu tersebut. “Ya jaga-jaga, Mas, biar gak dapat uang palsu lagi,” tuturnya.
Hariyadi pun menunjukan uang palsu pecahan 50 ribu yang ditempel di etalase dagangannya kepada Jawa Pos Radar Jember. Dari jarak jauh, uang berwarna biru itu tak ubahnya uang sesungguhnya. Tapi bila dilihat dari dekat, warna biru uang palsu itu memudar. Saat diberi cahaya senter dari belakang, tanda air berupa gambar pahlawan yang menjadi ciri khas keaslian uang tak tampak pada uang palsu itu.
Hariyadi mengaku mendapatkan uang palsu pecahan 50 ribu sekitar Desember 2019 kemarin. Dia tidak hanya sekali mendapatkan uang abal-abal. “Dulu pernah juga dapat uang palsu. Tapi baru kali ini ditempel di etalase,” tuturnya.
Menurut pengamatannya, uang palsu itu didapatnya ketika ramai pembeli. “Makanya kalau ramai, saya hati-hati,” jelasnya. Selain ramai, pembeli dengan uang palsu itu selalu meletakkan uang di meja ataupun etalase, tidak diberikan langsung dari tangan ke tangan. “Pokoknya cirinya saat ramai, uang diletakkan di meja, terus cepat-cepat pergi,” ujarnya.
Per Bulan Tembus 250 Lembar
KEBERADAAN uang tidak lepas dari sejarah peradaban umat manusia. Awalnya, transaksi dilakukan barter, tapi lewat uang segalanya semakin mudah. Di Indonesia, uang rupiah menjadi alat pembayaran yang sah dan dilakukan diseluruh pelosok masyarakat serta telah berlangsung puluhan tahun. Walau begitu, masih saja orang memanfaatkan rupiah menjadi uang palsu atau disebut upal.
Dalam Jember Dalam Angka yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Jember, tercatat jumlah kriminalitas di Jember pada 2019 mencapai 1.721 kasus. Sementara, kasus uang palsu tercatat empat kasus selama 2019. Jumlah kriminalitas upal tercatat ada kenaikan dari tahun sebelumnya. Sebab, pada 2018 tidak ada kriminalitas upal, sedangkan pada 2017 hanya satu kasus.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Jember Hestu Wibowo mengatakan, sepanjang Januari hingga Juli 2020 setidaknya ada 741 lembar uang palsu yang diterima BI Jember. Meliputi wilayah kerja KPwBI Jember mulai dari Jember, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi. Pada Januari dan Februari rata-rata upal hampir mendekati 300 lembar. Sementara, Maret hingga Juli, mulai ada tren penurunan. Bahkan, pada Mei diketahui dan terdeteksi ada tiga lembar upal (selengkapnya lihat grafis).
Menurutnya, rata-rata pecahan upal adalah Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu. “Tapi juga ada upal pecahan kecil 20 ribu dan 10 ribu,” jelasnya.
Pada umumnya, peredaran upal meningkat di masyarakat menjelang hari besar, seperti hari raya. Dia mengaku, jumlah upal yang diketahui BI itu berdasarkan bank-bank umum yang menerima upal dan melapor ke BI. “Perolehan upal terbesar dari perbankan lewat penyetoran dari masyarakat,” paparnya.
Dia berharap masyarakat teliti dalam menerima uang. Mengecek keaslian uang, lanjut dia, bisa lewat diraba yang terasa kasar, ada benang pengaman, dan ada gambar air saat diterawang.