TEGALBESAR, RADARJEMBER.ID – SEBUAH rumah berdesain minimalis di Blok Merpati, kawasan Perumahan Taman Gading, Kelurahan Tegalbesar, Kecamatan Kaliwates, cukup artistik. Puluhan lukisan naturalisme menempel di dinding rumah bercat hijau tosca yang dikombinasikan dengan cat kuning kecokelatan itu.
Gemericik air dari kolam ikan hias membuat siapa pun betah berlama-lama berada di rumah tersebut. Sementara, dari dasar kolam ada belasan koi yang terlihat hilir mudik di dalam kubangan berukuran 3×2 meter tersebut. Sebuah pot berisi tanaman anggrek di pinggir kolam kian menambah rasa nyaman kala bernaung di bangunan tersebut.
Sang pemilik kediaman, Bahtiar Santoso, merelakan rumah bersubsidi itu menjadi bengkel seni yang menjadi pusat kegiatan difabel anggota Persatuan Penyandang Cacat (Perpenca) Jember. Setiap hari, bengkel seni tersebut tidak pernah sepi. Para disabilitas silih berganti berdatangan. Walau terkadang cuma sesaat dan sekadar mampir.
Ketika Jawa Pos Radar Jember bertandang ke markas seniman difabel itu, tampak seorang pelukis disabilitas sedang khusyuk di depan kanvas. Sembari duduk di lantai tanpa alas, ia tengah merampungkan sebuah lukisan foto. Tangan pelukis itu cukup terampil menggoreskan cat di atas kanvas hitam. Dia sambil menikmati sebatang kretek.
Ide bengkel seni ini ternyata muncul seusai mengikuti pertemuan virtual atau Zoom Meeting yang membahas peningkatan potensi difabel. Dari situ, Khusnun Wibisono, penasihat Perpenca, melontarkan keinginan agar difabel bisa memiliki bengkel seni. “Tujuannya sebagai tempat seniman difabel berkreasi. Dan bengkel seni ini berdiri April 2021 lalu,” ungkap Bahtiar.
PNS Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Jawa Timur itu menambahkan, dari kesepakatan bersama, maka bengkel seni tersebut diberi nama Bisa. Hal itu memiliki pengertian luas. Sebab, di tempat ini difabel bisa menjadi lebih mandiri, serta hasil seni mereka bisa dikenal luas. Selai itu, mereka juga bisa bebas mencari inspirasi dan berekspresi.
Rehan, pelukis difabel asal Desa Wringin Agung, Kecamatan Jombang, yang kala itu tengah melukis, merasa diuntungkan dengan keberadaan bengkel seni. “Selain sebagai tempat untuk melukis, terkadang kami juga berdiskusi membahas seputar lukisan. Sehingga antara satu sama lain seperti saudara. Dan semua datang kemari untuk belajar melukis,” tutur pria yang pernah kuliah jurusan pendidikan seni rupa di Bali tersebut.
Pria disabilitas daksa tersebut mengaku, hobi melukis mulai dia geluti ketika masih duduk di bangku SD dan berlanjut hingga sekarang. Rehan lebih suka menekuni lukisan foto, karena dinilainya sangat menantang serta butuh keseriusan agar menghasilkan lukisan yang mirip seperti aslinya.
Sementara itu, Ahmadi, pelukis lain, memilih menggandrungi lukisan naturalisme. Lelaki berdomisili di Jalan Basuki Rachmad, Kelurahan Tegalbesar, Kecamatan Kaliwates, ini mengaku pernah menjadi anak didik sekaligus diangkat anak oleh mendiang Pak Ketut, pelukis kenamaan di Jember. Ia merasa ada kedamaian dalam hati ketika melukis bertemakan alam. “Bakat melukis ini berasal dari keluarga ibu. Kemudian, saya sempat bergabung di sanggar pelukis cilik. Di sana ikut kursus melukis selama empat tahun,” ucapnya.
Konsistensi pelukis difabel ini membuahkan hasil. Karya mereka mulai dilirik. Bahkan hasil lukisan foto Rehan diminati oleh politikus di provinsi ini. Sahat Tua Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, tertarik dan meminta fotonya dilukis. Kini, kedua pelukis difabel itu bermimpi karya-karya mereka bisa dinikmati oleh khalayak. Dan pada saatnya nanti bisa menjadi pelukis tersohor.
Reporter : Winardyasto
Fotografer : Winardyasto
Editor : Mahrus Sholih