JEMBER, RADARJEMBER.ID – Serangkaian peristiwa kecelakaan menyisakan trauma bagi Bu Mukti. Perempuan 70 tahun asal Desa Sumberjati, Kecamatan Silo, itu masih ingat betul ketika sebuah truk pengangkut pasir menghantam tembok pelindung rumahnya, belum lama ini. Sang sopir meninggal di lokasi akibat kendaraan yang dia kemudikan mengalami rem blong di jalur menikung dan menurun tersebut.
Kasus kecelakaan di depan rumahnya itu bukanlah yang pertama. Dia tak ingat persis berapa kali petaka itu terjadi. Tapi hampir setiap tahun, selalu saja kendaraan yang selip dan mengalami musibah di jalur itu. Namun, kasus terakhir membuatnya miris. Sebab, sang sopir meninggal dengan kondisi mengenaskan. Tubuhnya terjepit kabin truk yang ringsek.
Setelah peristiwa yang menewaskan sopir itu, dirinya langsung memperlebar dan memperkuat tembok pengaman yang sebelumnya memang sudah dibangun. Sebab, lokasi rumah dan warung Bu Mukti berada di jalur rawan, sehingga pembangunan tembok itu dimaksudkan untuk melindungi si pemilik rumah. Tembok cor tersebut dilengkapi dengan ban bekas yang ditempel di satu sisi tembok. Ban bekas itu bertujuan untuk mengurangi benturan dan fatalitas pengendara yang mengalami kecelakaan.
Bahkan, tak hanya Bu Mukti yang membuat tembok besar, tembok yang sama juga terpasang di samping rumah para tetangga. Total ada empat tembok yang oleh warga disebut monumen kecelakaan. Sebab, lokasi itu memang menjadi langganan terjadinya kecelakaan. Biasanya gara-gara rem blong.
“Pokoknya hampir setiap tahun terjadi kecelakaan tunggal. Pernah akhir Desember 2019 lalu, truk gandengan menyasar empat rumah akibat rem blong. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Hanya rumah saja yang mengalami rusak parah,” katanya.
Catatan Jawa Pos Radar Jember, kecelakaan tunggal maupun beruntun yang kerap terjadi di jalur Jember-Banyuwangi rata-rata karena rem blong. Lokasi yang menjadi langganan mulai dari Jalan Raya Desa Garahan hingga Desa Sumberjati. Dan terakhir di jalan raya Desa Sempolan. Semuanya berada di Kecamatan Silo.
“Yang paling banyak menyalami rem blong adalah kendaraan besar. Seperti truk Fuso dan tronton. Kendaraan besar yang kecelakaan tunggal semuanya dari arah Banyuwangi ke Jember. Karena selain jalannya menurun, juga berkelok-kelok,” ungkap AKP Suhartanto, Kapolsek Silo.
Kendaraan besar yang mengalami kecelakaan itu semuanya bermuatan penuh. Sehingga ketika rem blong, sopir biasanya mencari jalur yang luas untuk dihantamkan agar tidak memakan korban jiwa. “Apalagi muatannya banyak. Jadi, kalau sudah blong, truk akan berjalan tidak terkendali,” kata Suhartanto.
Dari serentetan petaka di sepanjang jalur Silo, yang paling banyak membawa korban adalah kecelakaan beruntun akibat rem blong, Kamis (13/8) lalu. Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 16.45 di Jalan Raya Desa Sempolan, Kecamatan Silo, itu melibatkan truk Fuso, Colt Diesel, dan enam motor. Kejadian tersebut mengakibatkan lima orang meninggal dunia dan lima lainnya luka berat.
Selain kecelakaan di Silo, insiden maut lain yang menyita perhatian publik adalah kecelakaan di depan kantor PDAM Jember Jalan Trunojoyo, Rabu (28/7). Dua orang, pedagang masker dan temannya, meninggal dalam peristiwa tersebut. Selan itu, kecelakaan yang melibatkan mobil bak terbuka yang mengangkut 12 siswa sekolah penerbangan di Jalan Airlangga, Dusun Karanganyar, Desa Rowotamtu, Rambipuji, Jumat (31/7). Atau berselang tiga hari dari petaka Trunojoyo. Dalam peristiwa kedua, seorang pelajar dilaporkan meninggal.
Terpisah, Kanit Laka Satlantas Polres Jember Herry Yuliawan mengatakan, kecelakaan yang terjadi belakangan ini memang hampir sama seperti kecelakaan sebelum-sebelumnya atau tahun lalu. Sebab, rata-rata terjadi akibat kelalaian pengendara atau faktor human error. Misalnya pengendara motor yang mengantuk atau di bawah pengaruh minuman keras.
Selain karena faktor kelalaian, lanjut dia, kondisi kendaraan juga cukup berpengaruh. Berdasarkan beberapa informasi terakhir, penyebab kecelakaan banyak ditemui karena faktor kelayakan kendaraan sebelum melakukan perjalanan. Seperti rem blong. “Tapi yang paling sering adalah faktor kelalaian manusia atau human error,” ujarnya.
Kendati banyak disumbang oleh faktor human error dan kondisi kendaraan, tapi faktor keberadaan jalur di Kota Tembakau ini juga tak bisa dikesampingkan. Sebab, beberapa jalan di Jember sendiri masuk dalam jalur antarprovinsi atau jalur nasional yang menjadi lalu-lalang kendaraan besar, yang dapat menjadi penyebab kecelakaan.
Selain itu, kecelakaan juga bisa disebabkan kondisi geografis jalanan yang naik turun atau berkelok. Sebab, berpengaruh terhadap pandangan pengendara. Jangkauan penglihatan menjadi terbatas. Biasanya jalur semacam ini yang kerap menjadi lokasi kecelakaan dikategorikan sebagai kawasan black spot area.
Herry membeberkan, di Jember ada dua jalur yang masuk kawasan black spot area. Pertama, di jalur perbatasan Jember-Banyuwangi, khususnya di jalur Kecamatan Silo. Serta jalur perbatasan Jember-Lumajang, utamanya di jalur satu arah yang terdapat di Kecamatan Tanggul. “Untuk menekan angka kecelakaan itu, kami upayakan melalui penindakan langsung dan bersinergi dengan instansi lain atau unsur masyarakat,” beber Herry.
Menurut dia, penindakan secara langsung dilakukan saat ditemui kendaraan yang melebihi kapasitas atau kendaraan yang melebihi batas maksimal kecepatan. Juga pelanggaran rambu lalu lintas lainnya.
Selain itu, pihaknya juga mengaku melakukan sosialisasi dan bersinergi. Seperti ke sejumlah pangkalan ojek atau ojek online, bus AKDP/AKP, sekolah, dan lain-lain. “Mereka kita dorong untuk juga menjadi bagian dari aktor keselamatan dalam berkendara,” jelasnya.
Namun, pada peristiwa kecelakaan beruntun di Silo itu, tiga faktor ini menjadi penyebab sekaligus. Selain karena faktor human error atau kelalaian pengendara, kondisi kendaraan dan jalan juga menyumbang faktor terjadinya penyebab kecelakaan. Hal ini menegaskan, perlu ada solusi bersama yang dirumuskan oleh para pemangku kepentingan. Yakni pemerintah daerah, provinsi, hingga pemerintah pusat, dan kepolisian. Harapannya, insiden serupa tak terjadi lagi.
Tak hanya itu, masyarakat juga harus meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran tentang keselamatan berkendara. Masyarakat harus mematuhi aturan dan rambu-rambu lalu lintas yang ada. Sebab, untuk selamat, publik tak bisa hanya bergantung pada upaya polisi dan kebijakan yang dirumuskan pemerintah.