ARJASA, RADARJEMBER.ID – SIANG itu, jalan di Dusun Klanceng, Desa Kamal, Kecamatan Arjasa, terlihat lengang. Sebuah rumah dekat kantor desa juga tampak sepi. Pintu teras rumah milik Wahyudi, juru pelihara situs purbakala itu, tertutup rapat.
Sesaat kemudian, Wahyudi membukakan pintu setelah mengetahui Jawa Pos Radar Jember bertandang ke rumahnya. Dia mengaku, seharian cukup sibuk menerima kedatangan tamu dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jember, serta para pegiat sejarah yang ingin melihat situs tersebut.
Bila ada tamu yang ingin melihat situs Klanceng, Wahyudi menuturkan, dia harus menemui mereka. Meski sebenarnya Balai Pemeliharaan Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Timur, instansi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan situs, belum membuka kembali tempat ini karena pandemi Covid-19. “Dulu sebelum virus korona banyak wisatawan melihat situs ini. Mereka tidak saja berasal dari Kabupaten Jember,” katanya.
Lelaki berusia senja itu mengaku sangat mencintai pekerjaan tersebut. Sejak diangkat pertama kali menjadi juru pelihara pada 1988 silam, kakek tiga cucu ini tercatat telah 33 tahun mengabdi. Walau telah lama, dia mengaku tidak pernah bosan. Justru makin cinta terhadap situs yang ia jaga.
Selain merawat benda bersejarah ini, dirinya juga sekaligus ikut mengamankan dari gangguan pencuri. Jika pagi sampai sore dia kerja biasa, merawat dan menerima kunjungan tamu atau wisatawan, pada malam harinya Wahyudi rutin melakukan patroli. “Keliling-keliling jalan kaki memantau keberadaan situs agar tidak ada yang hilang,” tuturnya.
Dulu, Wahyudi bercerita, sebelum tahun 2000 kondisinya sangat rawan. Bebatuan situs sering diincar oleh pencuri. Jika ada gerak-gerik yang mencurigakan, dia sampai tidak tidur semalaman untuk menghindari aksi maling tersebut. “Karena benda-benda ini menjadi tanggung jawab saya. Termasuk menjaga agar tidak sampai dicuri orang,” ujarnya.
Wahyudi mengaku, kerja siang malam ini tak memberatkan bagi dirinya. Sebab, selain sudah jatuh cinta dengan benda purbakala, lokasinya juga berada di sekitaran rumahnya. Sebagian ada di belakang rumah dan sisanya di halaman kantor Desa Kamal yang tempatnya berdekatan.
Setiap pagi, dia mengaku tidak pernah absen mengelap situs itu menggunakan kain basah untuk menjaga kebersihannya. Dan ketika hujan deras, pekerjaannya pun bertambah. Sebab, di lokasi situs rawan terjadi genangan. Sehingga dirinya harus membuang genangan air itu dengan cara manual. Ini agar benda-benda yang dilindungi tersebut tidak sampai ditumbuhi lumut atau cendawan. Tercatat, lebih dari 50 benda purbakala ada di Dusun Klanceng ini.
Kendati Wahyudi tidak bisa berbahasa Inggris, namun hal itu tak menjadi halangan ketika ada wisatawan asing yang berkunjung. Ia juga tetap melayani dengan baik. Sebab, biasanya para turis itu ditemani oleh penerjemah bahasa, sehingga apa yang dia kemukakan diterjemahkan oleh pemandu wisata tersebut.
Reporter : Winardyasto
Fotografer : Winardyasto
Editor : Mahrus Sholih