SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Selasa (14/9) lalu, Siti Romela bergegas menuju SMKN 5 Jember untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Berangkat dari rumah sekitar pukul 10.00 siang, dia baru tiba pukul 11.30. Perjalanan selama 1,5 jam ia tempuh dari Desa Jambesari, Kecamatan Sumberbaru, menuju lokasi ujian yang berada di Desa Jubung, Kecamatan Sukorambi.
Romela mengaku kebagian jadwal seleksi mulai pukul 13.00. Setengah jam sebelum ujian, ia harus sudah ada di lokasi untuk memverifikasi data persyaratan. Semua telah ia perhitungkan dengan matang, mulai dari waktu perjalanan hingga prediksi soal yang bakal keluar.
Niat Romela jadi aparatur sipil negara (ASN) cukup tinggi. Sama seperti kebanyakan guru honorer yang lain. Dia juga ingin merasakan menjadi guru di kawasan perbatasan dengan jaminan kesejahteraan yang layak. Ikhtiarnya lolos seleksi PPPK sudah dilakukan. Berbagai macam tryout juga ia ikuti. Bahkan tak terhitung jumlahnya.
“Saya sampai ikut tryout berkali-kali. Pinjam-pinjam soal. Sampai nge–print soal sendiri. Ternyata setelah saya pelajari tidak ada satu pun yang keluar. Soalnya melenceng jauh,” kata guru honorer non-K2 itu.
Beragam soal itu ia pelajari di waktu senggang. Hingga kini, kumpulan soal itu masih terserak di setiap sudut rumahnya. Namun, semua upayanya itu sia-sia. Pada seleksi teknis, nyaris tak ada satu pun soal yang mirip dengan materi tryout. Sebanyak 100 soal dalam seleksi itu dinilai tidak relevan. Pertanyaannya aneh-aneh. Bahkan ada pertanyaan tentang urutan memasak nasi.
“Banyak sekali yang tidak sesuai dengan cara kami mengajar anak. Itu cuma satu dua. Lainnya malah aneh-aneh. Apalagi usia saya sudah 45 tahun, mata saya lihat komputer itu sudah agak gimana,” ucap perempuan itu dengan suara bergetar menahan tangis. Belum lagi komputer yang sering ngadat membuat waktu mengerjakan soal terpotong. Romela menghadapi kendala ini. Ia sempat tergopoh-gopoh khawatir soal tidak rampung.
Hasilnya, Romela tak mampu melewati nilai ambang batas atau passing grade. Untuk formasi guru kelas, dia wajib mencapai passing grade minimal 320 poin. Sedangkan dari tiga ujian yang dia jalani, nilainya masih jauh dari ambang batas. Jika diurai, nilai ujian sosial-budaya 168, wawancara 31, dan ujian teknis 215. “Saya dapat nilai afirmasi hanya 75. Nilainya masih kurang,” ungkapnya terbata-bata.
Kini, Romela menggantungkan harapan bisa jadi abdi negara pada seleksi PPPK tahap dua. Meski demikian, ia pesimistis bakal lolos jika skemanya masih sama seperti ini. Honorer yang telah berpuluh-puluh tahun bakal minim peluang jika nilai afirmasi disamaratakan dengan honorer yang baru beberapa tahun saja mengajar.
Menurut dia, jika pemerintah ingin serius memberikan kesejahteraan pada pendidik, nilai afirmasi tidak disamaratakan. Masa mengabdi dan kepemilikan NUPTK wajib menjadi pertimbangan. “Untuk soalnya jangan nyeleneh-nyeleneh kayak kemarin. Untuk waktu, mbok ya ditambahi. Yang penting nilai afirmasi ditambah. Biar kami yang usia uzur ini bisa lolos,” pungkasnya.
Segendang sepenarian dengan Romela, Fitri, yang tak lain adalah honorer K2 di SDN Kalisat 02, Kecamatan Kalisat, juga mengungkapkan hal serupa. Menurut dia, soal-soal yang diujikan sudah tidak relevan dengan usia guru-guru honorer yang sudah tua. Fitri yang berumur 48 tahun itu telah mengabdi selama 19 tahun. “Apa yang saya pelajari tidak ada sama sekali. Misalnya, ada soal nomor satu ada tiga paragraf untuk dibaca dan harus memilih. Jadi, saya di teknis tidak mencapai nilai ambang batas,” ungkapnya.
Menurut dia, nilai afirmasi yang didapat guru honorer negeri tidak sebanding dengan masa kerjanya. Sementara, honorer swasta yang masa pengabdiannya beberapa tahun mendapat nilai afirmasi 100 persen. Artinya, tanpa mengerjakan soal pun, para honorer swasta bakal lolos. “Yang penting hadir,” imbuhnya.
Ia berharap, nantinya bakal ada pembenahan skema pelaksanaan yang lebih berpihak kepada honorer dengan masa pengabdian berpuluh-puluh tahun. Sehingga kesejahteraan guru pun dapat dirasakan secara merata.
Reporter : Dian Cahyani
Fotografer : Radar Jember
Editor : Mahrus Sholih