JEMBER, RADARJEMBER.ID – Banyak yang menyayangkan peristiwa kekerasan itu terjadi lagi. Padahal sebelum-sebelumnya sudah pernah ada kasus sejenis. Bahkan beberapa di antaranya sudah naik ke meja hijau, Dan pelakunya pun telah diputus bersalah. Namun, dalam catatan, masih ada beberapa kasus yang ngendon dan selesai dengan bertanda tangan di atas meterai. Inilah yang ditengarai menjadi musabab para perusuh tidak kapok. Akibatnya, kekerasan yang sama terjadi di hari berbeda.
Teranyar, kasus pengeroyokan yang terjadi di Bangsalsari, beberapa hari lalu, yang ditengarai dilakukan oleh oknum anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Korbannya adalah anggota Pagar Nusa (PN), sebuah organisasi silat di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU). Kasus ini otomatis menambah panjang daftar kekerasan yang dilakukan oleh oknum perguruan silat di Jember.
Mencuatnya kasus pemukulan yang hingga membuat korbannya harus dilarikan ke rumah sakit itu, seketika mengundang reaksi publik. Bagaimana sejatinya proses penegakan hukum oleh kepolisian terhadap para pelaku. Lebih-lebih, insiden itu melibatkan salah satu perguruan silat yang jumlah anggotanya cukup banyak di Jember.
Ketua Gerakan Aksi Silat Muslimin Indonesia (Gasmi) Jember Sasmito Hadi mengatakan, sebagai salah satu aliran silat di bawah naungan PN Jember, ia mengaku menyayangkan adanya insiden pengeroyokan, beberapa hari lalu. Menurut dia, gerakan Gasmi itu lebih mengedepankan akhlakul karimah, sehingga tidak murni semua didikan fisik atau jurus silat. “Anggota Gasmi banyak yang dari pesantren. Jadi, mengedepankan akhlakul karimah, menata akhlak anak-anak muda,” ujarnya.
Ia menguraikan, sejatinya, seni bela diri itu dijadikan sebagai ajang memperbaiki diri, bukan sekadar membuat sakti seorang diri. Persis seperti ajaran yang dilakukan oleh pesantren-pesantren. Dengan begitu, mereka–anak-anak muda–bisa bermanfaat di masyarakat. “Jadi, seni bela diri itu sebagai ajang memperbaiki akhlak. Juga mengukir prestasi,” jelasnya.
Ia mengakui, urusan prestasi, para santri sebenarnya banyak yang potensial. “Prestasi ini yang seharusnya terus kita dorong,” lanjutnya. Kendati banyak didominasi anak-anak pesantren, ia juga mengakui ada pula para anggotanya yang berasal dari anak-anak sekolah dan lingkungan masyarakat umum.
Saat disinggung mengenai kasus itu, ia berharap, semuanya bisa diselesaikan dengan bijak, sesuai prosedur hukum yang berjalan dengan seadil-adilnya. Ia merasa sudah ada pihak lain yang lebih berwenang dan lebih bertanggung mengurus soal itu, yakni kepolisian.
Paparan Ketua Gasmi itu juga selaras dengan Ketua PN Jember Fathorrozi. Dia menyebut, perlu ada tindakan tegas pihak kepolisian. Baginya, kasus sejenis sudah beberapa kali terjadi, dan hanya segelintir yang masuk hingga proses peradilan.
Bahkan lebih jauh, dalam keterangan resmi yang dibeberkan oleh Pengurus Nahdlatul Ulama (PCNU) Jember, mereka memberikan tenggat 3×24 jam bagi kepolisian agar segera menuntaskan kasus tersebut dan menangkap pelakunya. Jika sampai batas waktu tidak ada hasil, kabarnya PCNU Jember akan kembali mendatangi polres, Jumat (23/4) besok, untuk menagih tuntutannya.
Di sisi lain, Pimpinan PSHT Jember tetap mengupayakan kasus tersebut bisa berjalan tertib dan kondusif. Tanpa muncul kegaduhan. Sebab, sempat tersiar kabar bahwa akan ada pengerahan masa dari anggota PSHT luar daerah yang hendak merapat ke Jember.
Terkait hal itu, Ketua PSHT Jember Jono Wasinudin menegaskan, pihaknya tetap mendukung proses hukum yang bakal dilakukan kepolisian. “Kami sudah mediasi dan sepakat untuk menjaga kekondusifan Jember. Dan mendukung polisi menjalankan proses hukum, bukan damai loh ya?” tegas Jono kepada Jawa Pos Radar Jember.
Dalam catatan, pertikaian perguruan silat PSHT Jember sempat beberapa kali masuk pengadilan dan berakhir dengan putusan. Naniek Sudiarti, penasihat hukum PSHT Jember yang sempat tiga kali menangani kasus yang menimpa anggota PSHT Jember, membeberkan proses hukum selama 2020 lalu. “Dalam kasus yang sempat saya tangani, sejak 2020 ada sekitar tiga kasus,” ujar Naniek.
Ketiga kasus itu, kata dia, rata-rata banyak dilakukan oleh anggota yang baru berusia anak, beberapa remaja, dan sebagian sudah dewasa. “Yang menimpa anak-anak, berhasil selesai secara diversi. Ada yang sampai diputus 1 tahun 10 bulan, itu putusan paling lama dari kasus yang saya tangani,” jelas pengacara senior tersebut.
Menurut dia, anggota PSHT yang diputus diversi dan 1 tahun 10 bulan saat itu sudah dirasa seimbang. Jika dibanding dengan tuntutan jaksa yang meminta tiga tahun. “Kasusnya serupa. Pengeroyokan, dan membuat korbannya luka,” imbuhnya, kemarin.
Selain itu, ada pula yang sempat diputus tujuh bulan dan delapan bulan. Mereka juga diberikan pembinaan. Meski ada beberapa kasus yang diselesaikan secara kekeluargaan, namun kata Naniek, proses hukumnya saat itu tetap berjalan.
Ia mencontohkan seperti kasus yang menyeret anggota PSHT di bawah umur. Saat itu, pelakunya yang masih usia sekolah, hanya dihukum bersih-bersih masjid di Polres Jember, setiap seminggu sekali selama beberapa bulan.
Ditemui terpisah, Kasatreskrim Polres Jember AKP Fran Dalanta Kembaren mengaku, saat ini kasus pengeroyokan yang melibatkan anggota PSHT itu masih didalaminya. Fran tak menjelentrehkan berjalannya seperti apa. Yang jelas, kasus itu dipastikan akan diusut tuntas. “Kami masih melakukan penyelidikan. Mudah-mudahan segera klir dan segera ditangkap tersangkanya,” ucapnya, saat ditemui Jawa Pos Radar Jember di Polres Jember, kemarin.
Hingga berita ini dinaikkan, kata Fran, belum ada tersangka yang ditahan. Dia berdalih, para anggotanya sudah diterjunkan ke lapangan untuk memburu pelaku. “Terkait yang di Bangsalsari, kami masih melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dan korban. Terdekat, kami berencana mendatangi korban,” ujarnya.
Ia menambahkan, pengumpulan bukti-bukti juga tengah diupayakan. Kendati begitu, Fran tetap memastikan bakal mengurai kasus tersebut. “Mohon waktu dan doanya, segera kami temukan pelakunya nanti,” tukasnya.
Jurnalis : Maulana
Fotografer : Grafis reza
Redaktur : Mahrus Sholih