JEMBER, RADARJEMBER.ID – Sore itu, sekitar pukul 16.00, Seniti terlihat begitu sibuk membereskan rumah sederhananya. Rumah itu tampak seperti bangunan tembok, namun begitu masuk rumahnya terbuat dari bambu. Ada satu kamar tidur, ruang tamu, dan dapur.
Ya, nenek 79 tahun ini telah lama tinggal di rumah tersebut. Dulu kondisinya sangat mengkhawatirkan. Tidak ada tembok di bagian depan, lantainya masih tanah liat, dan kondisi atapnya selalu bocor saat hujan mengguyur. Lokasi rumahnya bisa dibilang masih di tengah kota, yakni di Kelurahan Tegalgede, Kecamatan Sumbersari. “Alhamdulillah, ini lantainya dibantu mahasiswa, anak-anak sebelah, jadi sudah bagus,” kata nenek berkulit coklat ini.
Bukan hanya kondisi rumahnya yang mengkhawatirkan, Seniti mengaku dirinya tidak memiliki kartu Keluarga (KK). Entah kapan terakhir kali dia masih tercatat dalam administrasi kependudukan itu. Intinya, dia tidak punya KK sejak ditinggal pergi selama-lamanya oleh suami tercinta. Dia memperkirakan, terhitung sekitar 30 tahun silam.
Meski pembuatan administrasi kependudukan kini semakin mudah, namun apalah daya, dia tak bisa membuatnya sendiri. Nenek ini tidak tahu aksesnya. Harus ke mana dia mulai melangkahkan kakinya untuk membuat administrasi tersebut. Dia tidak tahu, siapakah RT maupun RW setempat. Sebab, dia tidak pernah didatangi ataupun dibantu melakukan pendataan kependudukan.
Sebelumnya, sekira 10 tahun yang lalu, Seniti sempat mendapat tawaran dari beberapa orang yang datang ke rumahnya. Orang tersebut menawarkan untuk membuatkannya KK. Saat itu, diminta untuk membayar ongkos pembuatan KK. Dia dijanjikan bisa selesai dengan cepat. Padahal, untuk makan sehari-hari saja, nenek ini masih kesulitan. Namun sayangnya, hingga saat ini, KK tersebut tak kunjung selesai. Dia pun bingung harus tanya ke mana.
Kini, Seniti sudah tak lagi mampu bekerja. Badannya rapuh dan penglihatannya kabur. Setiap hari, kesibukannya hanya memberi makan ayam yang saat ini jumlahnya empat ekor. Saat ayam itu memiliki usia yang cukup, sia pun menjual ayam-ayamnya untuk membeli kebutuhan pokok. Ya, dirinya hidup dari ayam-ayam tersebut.
Terkadang, saat ayamnya tidak ada yang terjual, Seniti hanya mengandalkan lauk dari tumbuhan yang ada di pekarangannya. Itu untuk makan sehari-hari. Tak jarang juga anak-anak muda di desanya membawakan makanan untuknya.
Meski demikian, lansia yang dulunya bekerja sebagai buruh tani ini, tak pernah tersentuh bantuan dari pemerintah sedikitpun. “Tidak ada KK, jadi ndak dapat bantuan apa-apa,” ujarnya. Hidup seadanya dengan kondisi badan yang masih mampu berdiri, adalah nikmat besar bagi Seniti saat ini.
Jurnalis : Delfi Nihayah
Fotografer : Delfi Nihayah
Redaktur : Nur Hariri