23.8 C
Jember
Friday, 24 March 2023

Seleksi CPNS Jember Sepi Disabilitas karena Minim Sosialisasi

“Suuzon saya, 13 formasi itu hanya formasi klise. Fiktif.” Zaenuri Rofi’i - Ketua Perpenca Jember

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Soal sepinya pendaftar disabilitas, ternyata selama ini tidak ada sosialisasi dari BKPSDM pada organisasi penyandang disabilitas tentang rekrutmen abdi negara itu. Bahkan hingga kini pemerintah daerah juga belum pernah mengajak urun rembuk ihwal rekrutmen dengan organisasi disabilitas yang ada di Jember. Kabar adanya rekrutmen CPNS bagi disabilitas tersebut baru diketahui oleh kelompok penyandang disabilitas pada 10 Agustus lalu setelah membaca berita di Jawa Pos Radar Jember.

“Beberapa hari setelah media mengabarkan, ada Zoom meeting dengan BKPSDM dan kementerian. BKPSDM meminta maaf,” kata Zainuri Rofi’i, Ketua Persatuan Penyandang Cacat (Perpenca) Jember. Kurangnya sosialisasi ini ditampik oleh Sukowinarno. Dia menyebut sepinya peminat disabilitas karena terbatasnya SDM.

Zainuri tidak menyangkal klaim Sukowinarno. Kendati demikian, bantahan bahwa sosialisasi yang dilakukan BKPSDM telah masif menurutnya tidak bisa dibenarkan. “Suuzon saya, 13 formasi itu hanya formasi klise. Fiktif,” ucapnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Menurut Zainuri, sebelum mengusulkan formasi untuk penyandang disabilitas, pemerintah daerah perlu membuat pemetaan jenis formasi yang sesuai dengan ketersediaan SDM disabilitas. Misalnya, tenaga administrasi puskesmas. Dia meyakini, tidak menutup kemungkinan dari sekitar 8.000 penyandang disabilitas di Jember, ada yang memiliki kapabilitas untuk mengisi jabatan di bidang kesehatan. Terlebih, dalam kurun waktu tiga tahun belakangan jumlah sarjana disabilitas terus mengalami peningkatan. Jika dijumlah, ada sekitar 30 sarjana disabilitas tahun ini, khususnya sarjana di bidang pendidikan.

Masalahnya, dia menambahkan, pemerintah daerah justru tidak mengusulkan kuota afirmatif pada rekrutmen PPPK. Padahal kebanyakan disabilitas adalah sarjana bidang pendidikan. Ini bisa dilihat dari 3.671 formasi ada 3.628 pendaftar, dan tidak ada satu pun penyandang disabilitas. Padahal formasi untuk penyandang disabilitas sangat penting, terutama dengan spirit pemerintah daerah yang ingin menghidupkan kembali 62 sekolah inklusi yang tersebar di 31 kecamatan. Apalagi, sejak satu dekade program SD inklusi itu mati suri.

Selayaknya, setiap sekolah inklusi punya tenaga pengajar penyandang disabilitas yang dapat direkrut melalui seleksi PPPK. Lagi-lagi, hal itu gagal terealisasi. Alih-alih menjadi tenaga pendidik berstatus PNS atau PPPK, kini para disabilitas yang telah bergelar sarjana pendidikan itu banyak yang berprofesi sebagai guru honorer di lembaga sekolah luar biasa (SLB). Padahal animo difabel untuk mengikuti rekrutmen PPPK cukup tinggi. Seperti halnya Vivi Fentika, penyandang tuli lulusan Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas PGRI Argopuro Jember.

Rencananya, tahun ini Vivi bakal ikut seleksi pada formasi guru. Namun, ketika rekrutmen dibuka, dirinya belum diwisuda sehingga dia tidak bisa menyertakan persyaratan ijazah. Sembari mempersiapkan rekrutmen di tahun yang akan datang, Vivi mencicil mengumpulkan persyaratan seperti kemantapan dalam praktik mengajar, hingga persiapan yang sifatnya pemberkasan. Kendalanya, Vivi nyaris selalu telat informasi. Ini lantaran akses layanan informasi di kantor kedinasan sangat minim. Serta upaya sosialisasi yang dilakukan juga masih belum ramah bagi disabilitas tunarungu.

Pemenuhan akses di perkantoran kedinasan yang diharapkannya dan penyandang tuli lain, minimal ada penerjemah atau fasilitas running text di meja resepsionis. Sehingga proses komunikasi bisa berjalan dua arah yang muaranya pada pemenuhan informasi program atau kebijakan disabilitas tuli. Bisa dipastikan sampai saat ini belum ada disabilitas tuli yang bekerja di lingkungan pemerintahan dan guru PNS. “Penyandang tuli sedikit menerima informasi dan dilibatkan untuk diskusi program atau kebijakan,” ungkap Nur Hayati, Ketua DPC Gerakan untuk Kesejahteraan Tuli Indonesia (Gerkatin) Jember.

Reporter : Dian Cahyani

Fotografer : Dokumentasi Radar Jember

Editor : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Soal sepinya pendaftar disabilitas, ternyata selama ini tidak ada sosialisasi dari BKPSDM pada organisasi penyandang disabilitas tentang rekrutmen abdi negara itu. Bahkan hingga kini pemerintah daerah juga belum pernah mengajak urun rembuk ihwal rekrutmen dengan organisasi disabilitas yang ada di Jember. Kabar adanya rekrutmen CPNS bagi disabilitas tersebut baru diketahui oleh kelompok penyandang disabilitas pada 10 Agustus lalu setelah membaca berita di Jawa Pos Radar Jember.

“Beberapa hari setelah media mengabarkan, ada Zoom meeting dengan BKPSDM dan kementerian. BKPSDM meminta maaf,” kata Zainuri Rofi’i, Ketua Persatuan Penyandang Cacat (Perpenca) Jember. Kurangnya sosialisasi ini ditampik oleh Sukowinarno. Dia menyebut sepinya peminat disabilitas karena terbatasnya SDM.

Zainuri tidak menyangkal klaim Sukowinarno. Kendati demikian, bantahan bahwa sosialisasi yang dilakukan BKPSDM telah masif menurutnya tidak bisa dibenarkan. “Suuzon saya, 13 formasi itu hanya formasi klise. Fiktif,” ucapnya.

Menurut Zainuri, sebelum mengusulkan formasi untuk penyandang disabilitas, pemerintah daerah perlu membuat pemetaan jenis formasi yang sesuai dengan ketersediaan SDM disabilitas. Misalnya, tenaga administrasi puskesmas. Dia meyakini, tidak menutup kemungkinan dari sekitar 8.000 penyandang disabilitas di Jember, ada yang memiliki kapabilitas untuk mengisi jabatan di bidang kesehatan. Terlebih, dalam kurun waktu tiga tahun belakangan jumlah sarjana disabilitas terus mengalami peningkatan. Jika dijumlah, ada sekitar 30 sarjana disabilitas tahun ini, khususnya sarjana di bidang pendidikan.

Masalahnya, dia menambahkan, pemerintah daerah justru tidak mengusulkan kuota afirmatif pada rekrutmen PPPK. Padahal kebanyakan disabilitas adalah sarjana bidang pendidikan. Ini bisa dilihat dari 3.671 formasi ada 3.628 pendaftar, dan tidak ada satu pun penyandang disabilitas. Padahal formasi untuk penyandang disabilitas sangat penting, terutama dengan spirit pemerintah daerah yang ingin menghidupkan kembali 62 sekolah inklusi yang tersebar di 31 kecamatan. Apalagi, sejak satu dekade program SD inklusi itu mati suri.

Selayaknya, setiap sekolah inklusi punya tenaga pengajar penyandang disabilitas yang dapat direkrut melalui seleksi PPPK. Lagi-lagi, hal itu gagal terealisasi. Alih-alih menjadi tenaga pendidik berstatus PNS atau PPPK, kini para disabilitas yang telah bergelar sarjana pendidikan itu banyak yang berprofesi sebagai guru honorer di lembaga sekolah luar biasa (SLB). Padahal animo difabel untuk mengikuti rekrutmen PPPK cukup tinggi. Seperti halnya Vivi Fentika, penyandang tuli lulusan Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas PGRI Argopuro Jember.

Rencananya, tahun ini Vivi bakal ikut seleksi pada formasi guru. Namun, ketika rekrutmen dibuka, dirinya belum diwisuda sehingga dia tidak bisa menyertakan persyaratan ijazah. Sembari mempersiapkan rekrutmen di tahun yang akan datang, Vivi mencicil mengumpulkan persyaratan seperti kemantapan dalam praktik mengajar, hingga persiapan yang sifatnya pemberkasan. Kendalanya, Vivi nyaris selalu telat informasi. Ini lantaran akses layanan informasi di kantor kedinasan sangat minim. Serta upaya sosialisasi yang dilakukan juga masih belum ramah bagi disabilitas tunarungu.

Pemenuhan akses di perkantoran kedinasan yang diharapkannya dan penyandang tuli lain, minimal ada penerjemah atau fasilitas running text di meja resepsionis. Sehingga proses komunikasi bisa berjalan dua arah yang muaranya pada pemenuhan informasi program atau kebijakan disabilitas tuli. Bisa dipastikan sampai saat ini belum ada disabilitas tuli yang bekerja di lingkungan pemerintahan dan guru PNS. “Penyandang tuli sedikit menerima informasi dan dilibatkan untuk diskusi program atau kebijakan,” ungkap Nur Hayati, Ketua DPC Gerakan untuk Kesejahteraan Tuli Indonesia (Gerkatin) Jember.

Reporter : Dian Cahyani

Fotografer : Dokumentasi Radar Jember

Editor : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Soal sepinya pendaftar disabilitas, ternyata selama ini tidak ada sosialisasi dari BKPSDM pada organisasi penyandang disabilitas tentang rekrutmen abdi negara itu. Bahkan hingga kini pemerintah daerah juga belum pernah mengajak urun rembuk ihwal rekrutmen dengan organisasi disabilitas yang ada di Jember. Kabar adanya rekrutmen CPNS bagi disabilitas tersebut baru diketahui oleh kelompok penyandang disabilitas pada 10 Agustus lalu setelah membaca berita di Jawa Pos Radar Jember.

“Beberapa hari setelah media mengabarkan, ada Zoom meeting dengan BKPSDM dan kementerian. BKPSDM meminta maaf,” kata Zainuri Rofi’i, Ketua Persatuan Penyandang Cacat (Perpenca) Jember. Kurangnya sosialisasi ini ditampik oleh Sukowinarno. Dia menyebut sepinya peminat disabilitas karena terbatasnya SDM.

Zainuri tidak menyangkal klaim Sukowinarno. Kendati demikian, bantahan bahwa sosialisasi yang dilakukan BKPSDM telah masif menurutnya tidak bisa dibenarkan. “Suuzon saya, 13 formasi itu hanya formasi klise. Fiktif,” ucapnya.

Menurut Zainuri, sebelum mengusulkan formasi untuk penyandang disabilitas, pemerintah daerah perlu membuat pemetaan jenis formasi yang sesuai dengan ketersediaan SDM disabilitas. Misalnya, tenaga administrasi puskesmas. Dia meyakini, tidak menutup kemungkinan dari sekitar 8.000 penyandang disabilitas di Jember, ada yang memiliki kapabilitas untuk mengisi jabatan di bidang kesehatan. Terlebih, dalam kurun waktu tiga tahun belakangan jumlah sarjana disabilitas terus mengalami peningkatan. Jika dijumlah, ada sekitar 30 sarjana disabilitas tahun ini, khususnya sarjana di bidang pendidikan.

Masalahnya, dia menambahkan, pemerintah daerah justru tidak mengusulkan kuota afirmatif pada rekrutmen PPPK. Padahal kebanyakan disabilitas adalah sarjana bidang pendidikan. Ini bisa dilihat dari 3.671 formasi ada 3.628 pendaftar, dan tidak ada satu pun penyandang disabilitas. Padahal formasi untuk penyandang disabilitas sangat penting, terutama dengan spirit pemerintah daerah yang ingin menghidupkan kembali 62 sekolah inklusi yang tersebar di 31 kecamatan. Apalagi, sejak satu dekade program SD inklusi itu mati suri.

Selayaknya, setiap sekolah inklusi punya tenaga pengajar penyandang disabilitas yang dapat direkrut melalui seleksi PPPK. Lagi-lagi, hal itu gagal terealisasi. Alih-alih menjadi tenaga pendidik berstatus PNS atau PPPK, kini para disabilitas yang telah bergelar sarjana pendidikan itu banyak yang berprofesi sebagai guru honorer di lembaga sekolah luar biasa (SLB). Padahal animo difabel untuk mengikuti rekrutmen PPPK cukup tinggi. Seperti halnya Vivi Fentika, penyandang tuli lulusan Program Studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas PGRI Argopuro Jember.

Rencananya, tahun ini Vivi bakal ikut seleksi pada formasi guru. Namun, ketika rekrutmen dibuka, dirinya belum diwisuda sehingga dia tidak bisa menyertakan persyaratan ijazah. Sembari mempersiapkan rekrutmen di tahun yang akan datang, Vivi mencicil mengumpulkan persyaratan seperti kemantapan dalam praktik mengajar, hingga persiapan yang sifatnya pemberkasan. Kendalanya, Vivi nyaris selalu telat informasi. Ini lantaran akses layanan informasi di kantor kedinasan sangat minim. Serta upaya sosialisasi yang dilakukan juga masih belum ramah bagi disabilitas tunarungu.

Pemenuhan akses di perkantoran kedinasan yang diharapkannya dan penyandang tuli lain, minimal ada penerjemah atau fasilitas running text di meja resepsionis. Sehingga proses komunikasi bisa berjalan dua arah yang muaranya pada pemenuhan informasi program atau kebijakan disabilitas tuli. Bisa dipastikan sampai saat ini belum ada disabilitas tuli yang bekerja di lingkungan pemerintahan dan guru PNS. “Penyandang tuli sedikit menerima informasi dan dilibatkan untuk diskusi program atau kebijakan,” ungkap Nur Hayati, Ketua DPC Gerakan untuk Kesejahteraan Tuli Indonesia (Gerkatin) Jember.

Reporter : Dian Cahyani

Fotografer : Dokumentasi Radar Jember

Editor : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca