22.4 C
Jember
Wednesday, 31 May 2023

Pasti Ada Jalan, Pensiun Ngojol Beralih Jadi Polisi Cepek

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Ojek online (ojol) sempat menjadi primadona bagi masyarakat di Jember. Banyak warga yang mendaftarkan diri menjadi mitra. Awalnya, pendapatan mereka lumayan menjanjikan. Bahkan, ada yang sampai meninggalkan pekerjaan lamanya dan memilih ojol sebagai pekerjaan baru. Namun itu dulu. Sekarang, sebagian dari mereka sudah ada yang berhenti karena ojol juga terdampak pandemi.

Manisnya pendapatan ojol dengan jam kerja fleksibel tersebut sempat dirasakan oleh Sufadriyah. Namun, di awal masa pandemi, perempuan 45 tahun ini justru merasakan pahitnya. Sebab, sejak saat itu banyak sektor usaha yang terdampak. Mobilitas masyarakat berkurang, begitu juga aktivitas mahasiswa. Kondisi ini membuat pendapatan ojol di awal pandemi menurun drastis.

Keadaan semacam itu membuat Sufadriyah harus pindah haluan. Akhirnya, dia memantapkan hati dengan mengganti pekerjaannya. Dia memilih menjadi relawan pengatur lalu lintas di titik putar balik Jalan Gajah Mada, Kaliwates. Pekerjaan seperti ini biasa disebut polisi cepek. “Awalnya itu saya tanya ke tetangga yang juga bekerja mengatur putar balik. Apakah ada lokasi untuk saya? Ternyata ada, tapi siang hari,” ujarnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Walau seorang perempuan, Sufadriyah tidak malu ataupun takut bekerja di bawah terik matahari dan diselubungi polusi kendaraan bermotor. Terlebih, dia memilih pekerjaan itu ketika masa pandemi baru mulai. “Kalau rasa takut kena korona tetap ada. Tapi harus tetap dilalui. Makanya saya selalu memakai masker,” ucapnya.

Dua tahun jadi polisi cepek, Sufadriyah selalu berdiri mengatur kendaraan yang akan putar balik di sekitaran Rumah Sakit Umum (RSU) Kaliwates. Dia mulai bekerja sejak pukul 13.00 hingga 17.00. Di suasana yang gerah itu, dia selalu menyiapkan air mineral yang diletakkan di trotoar, tak jauh dari tempatnya mangkal. “Kalau seperti ini harus minum air putih yang banyak. Biar tubuh fit dan sehat,” terangnya.

Perempuan asal Klompangan, Ajung, itu mengaku, apa pun hal yang sudah diniati, walau susah tetap ada hikmahnya. Artinya, selalu ada jalan mencari rezeki. Meski dia mengaku tidak semua pengendara yang putar balik itu memberikan upah. “Kalau yang kasih tidak selalu mobil, pengendara motor juga ada,” tuturnya.

Sebagai pekerja jalanan, dia tak bisa tinggal diam ketika ada orang yang akan menyeberang. Terkadang, dia membantu gerobak penjual makanan yang ingin menyeberang. Apakah tidak berbahaya bekerja seperti itu? Hingga sekarang, dirinya bersyukur karena tidak ada hal-hal yang membahayakan keselamatannya. “Jika keserempet belum pernah. Kalau hampir, sering,” pungkasnya.

Reporter: Dwi Siswanto

Fotografer: Dwi Siswanto

Editor: Mahrus Sholih

 

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Ojek online (ojol) sempat menjadi primadona bagi masyarakat di Jember. Banyak warga yang mendaftarkan diri menjadi mitra. Awalnya, pendapatan mereka lumayan menjanjikan. Bahkan, ada yang sampai meninggalkan pekerjaan lamanya dan memilih ojol sebagai pekerjaan baru. Namun itu dulu. Sekarang, sebagian dari mereka sudah ada yang berhenti karena ojol juga terdampak pandemi.

Manisnya pendapatan ojol dengan jam kerja fleksibel tersebut sempat dirasakan oleh Sufadriyah. Namun, di awal masa pandemi, perempuan 45 tahun ini justru merasakan pahitnya. Sebab, sejak saat itu banyak sektor usaha yang terdampak. Mobilitas masyarakat berkurang, begitu juga aktivitas mahasiswa. Kondisi ini membuat pendapatan ojol di awal pandemi menurun drastis.

Keadaan semacam itu membuat Sufadriyah harus pindah haluan. Akhirnya, dia memantapkan hati dengan mengganti pekerjaannya. Dia memilih menjadi relawan pengatur lalu lintas di titik putar balik Jalan Gajah Mada, Kaliwates. Pekerjaan seperti ini biasa disebut polisi cepek. “Awalnya itu saya tanya ke tetangga yang juga bekerja mengatur putar balik. Apakah ada lokasi untuk saya? Ternyata ada, tapi siang hari,” ujarnya.

Walau seorang perempuan, Sufadriyah tidak malu ataupun takut bekerja di bawah terik matahari dan diselubungi polusi kendaraan bermotor. Terlebih, dia memilih pekerjaan itu ketika masa pandemi baru mulai. “Kalau rasa takut kena korona tetap ada. Tapi harus tetap dilalui. Makanya saya selalu memakai masker,” ucapnya.

Dua tahun jadi polisi cepek, Sufadriyah selalu berdiri mengatur kendaraan yang akan putar balik di sekitaran Rumah Sakit Umum (RSU) Kaliwates. Dia mulai bekerja sejak pukul 13.00 hingga 17.00. Di suasana yang gerah itu, dia selalu menyiapkan air mineral yang diletakkan di trotoar, tak jauh dari tempatnya mangkal. “Kalau seperti ini harus minum air putih yang banyak. Biar tubuh fit dan sehat,” terangnya.

Perempuan asal Klompangan, Ajung, itu mengaku, apa pun hal yang sudah diniati, walau susah tetap ada hikmahnya. Artinya, selalu ada jalan mencari rezeki. Meski dia mengaku tidak semua pengendara yang putar balik itu memberikan upah. “Kalau yang kasih tidak selalu mobil, pengendara motor juga ada,” tuturnya.

Sebagai pekerja jalanan, dia tak bisa tinggal diam ketika ada orang yang akan menyeberang. Terkadang, dia membantu gerobak penjual makanan yang ingin menyeberang. Apakah tidak berbahaya bekerja seperti itu? Hingga sekarang, dirinya bersyukur karena tidak ada hal-hal yang membahayakan keselamatannya. “Jika keserempet belum pernah. Kalau hampir, sering,” pungkasnya.

Reporter: Dwi Siswanto

Fotografer: Dwi Siswanto

Editor: Mahrus Sholih

 

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Ojek online (ojol) sempat menjadi primadona bagi masyarakat di Jember. Banyak warga yang mendaftarkan diri menjadi mitra. Awalnya, pendapatan mereka lumayan menjanjikan. Bahkan, ada yang sampai meninggalkan pekerjaan lamanya dan memilih ojol sebagai pekerjaan baru. Namun itu dulu. Sekarang, sebagian dari mereka sudah ada yang berhenti karena ojol juga terdampak pandemi.

Manisnya pendapatan ojol dengan jam kerja fleksibel tersebut sempat dirasakan oleh Sufadriyah. Namun, di awal masa pandemi, perempuan 45 tahun ini justru merasakan pahitnya. Sebab, sejak saat itu banyak sektor usaha yang terdampak. Mobilitas masyarakat berkurang, begitu juga aktivitas mahasiswa. Kondisi ini membuat pendapatan ojol di awal pandemi menurun drastis.

Keadaan semacam itu membuat Sufadriyah harus pindah haluan. Akhirnya, dia memantapkan hati dengan mengganti pekerjaannya. Dia memilih menjadi relawan pengatur lalu lintas di titik putar balik Jalan Gajah Mada, Kaliwates. Pekerjaan seperti ini biasa disebut polisi cepek. “Awalnya itu saya tanya ke tetangga yang juga bekerja mengatur putar balik. Apakah ada lokasi untuk saya? Ternyata ada, tapi siang hari,” ujarnya.

Walau seorang perempuan, Sufadriyah tidak malu ataupun takut bekerja di bawah terik matahari dan diselubungi polusi kendaraan bermotor. Terlebih, dia memilih pekerjaan itu ketika masa pandemi baru mulai. “Kalau rasa takut kena korona tetap ada. Tapi harus tetap dilalui. Makanya saya selalu memakai masker,” ucapnya.

Dua tahun jadi polisi cepek, Sufadriyah selalu berdiri mengatur kendaraan yang akan putar balik di sekitaran Rumah Sakit Umum (RSU) Kaliwates. Dia mulai bekerja sejak pukul 13.00 hingga 17.00. Di suasana yang gerah itu, dia selalu menyiapkan air mineral yang diletakkan di trotoar, tak jauh dari tempatnya mangkal. “Kalau seperti ini harus minum air putih yang banyak. Biar tubuh fit dan sehat,” terangnya.

Perempuan asal Klompangan, Ajung, itu mengaku, apa pun hal yang sudah diniati, walau susah tetap ada hikmahnya. Artinya, selalu ada jalan mencari rezeki. Meski dia mengaku tidak semua pengendara yang putar balik itu memberikan upah. “Kalau yang kasih tidak selalu mobil, pengendara motor juga ada,” tuturnya.

Sebagai pekerja jalanan, dia tak bisa tinggal diam ketika ada orang yang akan menyeberang. Terkadang, dia membantu gerobak penjual makanan yang ingin menyeberang. Apakah tidak berbahaya bekerja seperti itu? Hingga sekarang, dirinya bersyukur karena tidak ada hal-hal yang membahayakan keselamatannya. “Jika keserempet belum pernah. Kalau hampir, sering,” pungkasnya.

Reporter: Dwi Siswanto

Fotografer: Dwi Siswanto

Editor: Mahrus Sholih

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca