23.3 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Hanya 1 Persen UMKM Jember Melek Digital

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Bungkusan paket bubuk jamu itu berjajar di etalase ruang tamu milik Muti, seorang guru SMPN 12 Jember yang juga bergelut dalam bisnis minuman herbal. Di samping etalase itu, tertempel banner kecil berisi menu ramuan serbuk herbal yang diproduksinya. Jumlahnya ada 21 jenis serbuk herbal. Walaupun usaha ini dipasarkan secara konvensional, namun sejak dirintis beberapa tahun yang lalu, pendapatan usahanya terus bertumbuh.

Di usianya yang menginjak 46 tahun, dia tak begitu jeli dengan sistem pemasaran menggunakan media sosial. Cara pemasarannya masih sangat konvensional. Dari mulut ke mulut. Ia menjajakan produknya pada kolega kerjanya. Dari situ, produknya banyak dikenal orang.

Hingga saat ini konsumennya sudah sampai luar Jember. Tak sedikit penjual tangan kedua atau reseller yang turut mempromosikan produknya. Jika pemasarannya digenjot dengan sistem digital, melalui market place misalnya, dapat dipastikan sasaran konsumen maupun reseller bakal lebih banyak. “Kalau saya tidak taruh di market place,” kata Muti, sore itu, di teras rumahnya sembari menatap hujan yang mengguyur wilayah rumahnya di Jalan Kertanegara IX.

Mobile_AP_Rectangle 2

Hal serupa juga dialami oleh Winarti, pengusaha di Desa Tutul yang memproduksi rengginang. Kiprahnya untuk membuat rengginang sudah lama ditekuni. Lebih dari 10 tahun yang lalu. Mbak Win, sapaan akrabnya, juga seorang pedagang kedelai di Pasar Balung.

Dalam sepekan, dia bisa memproduksi sekitar satu kuintal beras ketan menjadi rengginang. Rengginang yang dia produksi ini kemudian didistribusikan di Pasar Balung. Baru-baru ini saja keponakannya membantu mempromosikan secara digital melalui akun WhatsApp.

Berbeda dengan Ilma, usahawan muda yang bergerak pada bisnis kuliner ini mampu meraup untung dua kali lipat dari modalnya selama dua bulan pertama membuka bisnis kuliner. Basis pemasarannya adalah melalui e-commerce. “Awalnya cuma dari WhatsApp. Terus dipasarin melalui market place. Alhamdulillah, pembelinya malah banyak dari luar Jawa Timur,” tuturnya.

Kondisi ini direspons oleh kumpulan anak muda yang memiliki ketertarikan pada dunia digital dan menggagas program Gotong Royong Bantu UMKM. Program ini dimotori oleh Ulil Albab bersama dua rekannya.

Menurut Ulil, kendala utama para pelaku UMKM untuk terus berkembang adalah proses pemasaran melalui platform digital. Asumsi ini berdasarkan pengalaman pendampingan UMKM di Jember melalui program 1 juta domain Kemenkominfo.

“Yang menjadi kendala utama pada waktu itu adalah ketika UMKM disibukkan dengan proses produksi, pemasaran dengan digital marketing. Jadi, memang sulit ketika UMKM harus memproduksi, lalu dijual dengan digital marketing,” jelasnya.

Misi dari gerakan ini adalah membantu para pelaku UMKM untuk mengomersialkan produknya menggunakan platform digital. Termasuk di dalamnya adalah memasarkan melalui e-commerce.

Literasi atau edukasi digital marketing dapat dilakukan secara langsung dan atau dilakukan melalui ruang obrolan dunia maya. Dalam sesi materi itu tidak hanya mengupas teknik dasar berjualan secara digital. Namun, juga sebagai upaya untuk memperkuat mindset pelaku UMKM untuk tidak memprioritaskan penghasilan ketika belajar dalam pemasaran melalui digital. Serta lebih adaptif dengan perubahan-perubahan pola digital marketing yang berkembang. “Melalui program ini, bagaimana caranya UMKM di masa pandemi ini sudah terbiasa berjualan di platform digital. Ini salah satu misi kita,” ungkap Ulil.

Ulil tak memungkiri bahwa hingga saat ini jumlah UMKM lokal di Jember cukup banyak. Namun, para pelaku UMKM yang melek digital marketing hanya 1 persen. Notabenenya mereka adalah orang-orang yang memiliki susunan struktural pengembangan digital marketing atas produknya. “Rata-rata digital marketing dikelola secara tim, bukan pribadi, dan sudah terorganisasi,” ungkapnya.

Dia menambahkan, seharusnya pemerintah daerah melalui dinas terkait menginisiasi program sesuai kebutuhan pelaku UMKM. Contohnya, pelatihan marketing secara digital yang sifatnya berkelanjutan. Pelatihan semacam ini akan dibutuhkan oleh pelaku UMKM di Jember, apalagi jumlah UMKM di Jember menduduki peringkat ketiga tertinggi se-Jawa Timur.

Untuk itu, pendataan UMKM pun perlu dilakukan lebih terperinci. Tujuannya agar dapat memetakan apa saja kebutuhan para pelaku UMKM untuk mengembangkan produk UMKM miliknya.

Reporter : Dian Cahyani/Radar Jember

Fotografer : Ulil Albab For Radar Jember

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti/Radar Jember

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Bungkusan paket bubuk jamu itu berjajar di etalase ruang tamu milik Muti, seorang guru SMPN 12 Jember yang juga bergelut dalam bisnis minuman herbal. Di samping etalase itu, tertempel banner kecil berisi menu ramuan serbuk herbal yang diproduksinya. Jumlahnya ada 21 jenis serbuk herbal. Walaupun usaha ini dipasarkan secara konvensional, namun sejak dirintis beberapa tahun yang lalu, pendapatan usahanya terus bertumbuh.

Di usianya yang menginjak 46 tahun, dia tak begitu jeli dengan sistem pemasaran menggunakan media sosial. Cara pemasarannya masih sangat konvensional. Dari mulut ke mulut. Ia menjajakan produknya pada kolega kerjanya. Dari situ, produknya banyak dikenal orang.

Hingga saat ini konsumennya sudah sampai luar Jember. Tak sedikit penjual tangan kedua atau reseller yang turut mempromosikan produknya. Jika pemasarannya digenjot dengan sistem digital, melalui market place misalnya, dapat dipastikan sasaran konsumen maupun reseller bakal lebih banyak. “Kalau saya tidak taruh di market place,” kata Muti, sore itu, di teras rumahnya sembari menatap hujan yang mengguyur wilayah rumahnya di Jalan Kertanegara IX.

Hal serupa juga dialami oleh Winarti, pengusaha di Desa Tutul yang memproduksi rengginang. Kiprahnya untuk membuat rengginang sudah lama ditekuni. Lebih dari 10 tahun yang lalu. Mbak Win, sapaan akrabnya, juga seorang pedagang kedelai di Pasar Balung.

Dalam sepekan, dia bisa memproduksi sekitar satu kuintal beras ketan menjadi rengginang. Rengginang yang dia produksi ini kemudian didistribusikan di Pasar Balung. Baru-baru ini saja keponakannya membantu mempromosikan secara digital melalui akun WhatsApp.

Berbeda dengan Ilma, usahawan muda yang bergerak pada bisnis kuliner ini mampu meraup untung dua kali lipat dari modalnya selama dua bulan pertama membuka bisnis kuliner. Basis pemasarannya adalah melalui e-commerce. “Awalnya cuma dari WhatsApp. Terus dipasarin melalui market place. Alhamdulillah, pembelinya malah banyak dari luar Jawa Timur,” tuturnya.

Kondisi ini direspons oleh kumpulan anak muda yang memiliki ketertarikan pada dunia digital dan menggagas program Gotong Royong Bantu UMKM. Program ini dimotori oleh Ulil Albab bersama dua rekannya.

Menurut Ulil, kendala utama para pelaku UMKM untuk terus berkembang adalah proses pemasaran melalui platform digital. Asumsi ini berdasarkan pengalaman pendampingan UMKM di Jember melalui program 1 juta domain Kemenkominfo.

“Yang menjadi kendala utama pada waktu itu adalah ketika UMKM disibukkan dengan proses produksi, pemasaran dengan digital marketing. Jadi, memang sulit ketika UMKM harus memproduksi, lalu dijual dengan digital marketing,” jelasnya.

Misi dari gerakan ini adalah membantu para pelaku UMKM untuk mengomersialkan produknya menggunakan platform digital. Termasuk di dalamnya adalah memasarkan melalui e-commerce.

Literasi atau edukasi digital marketing dapat dilakukan secara langsung dan atau dilakukan melalui ruang obrolan dunia maya. Dalam sesi materi itu tidak hanya mengupas teknik dasar berjualan secara digital. Namun, juga sebagai upaya untuk memperkuat mindset pelaku UMKM untuk tidak memprioritaskan penghasilan ketika belajar dalam pemasaran melalui digital. Serta lebih adaptif dengan perubahan-perubahan pola digital marketing yang berkembang. “Melalui program ini, bagaimana caranya UMKM di masa pandemi ini sudah terbiasa berjualan di platform digital. Ini salah satu misi kita,” ungkap Ulil.

Ulil tak memungkiri bahwa hingga saat ini jumlah UMKM lokal di Jember cukup banyak. Namun, para pelaku UMKM yang melek digital marketing hanya 1 persen. Notabenenya mereka adalah orang-orang yang memiliki susunan struktural pengembangan digital marketing atas produknya. “Rata-rata digital marketing dikelola secara tim, bukan pribadi, dan sudah terorganisasi,” ungkapnya.

Dia menambahkan, seharusnya pemerintah daerah melalui dinas terkait menginisiasi program sesuai kebutuhan pelaku UMKM. Contohnya, pelatihan marketing secara digital yang sifatnya berkelanjutan. Pelatihan semacam ini akan dibutuhkan oleh pelaku UMKM di Jember, apalagi jumlah UMKM di Jember menduduki peringkat ketiga tertinggi se-Jawa Timur.

Untuk itu, pendataan UMKM pun perlu dilakukan lebih terperinci. Tujuannya agar dapat memetakan apa saja kebutuhan para pelaku UMKM untuk mengembangkan produk UMKM miliknya.

Reporter : Dian Cahyani/Radar Jember

Fotografer : Ulil Albab For Radar Jember

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti/Radar Jember

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Bungkusan paket bubuk jamu itu berjajar di etalase ruang tamu milik Muti, seorang guru SMPN 12 Jember yang juga bergelut dalam bisnis minuman herbal. Di samping etalase itu, tertempel banner kecil berisi menu ramuan serbuk herbal yang diproduksinya. Jumlahnya ada 21 jenis serbuk herbal. Walaupun usaha ini dipasarkan secara konvensional, namun sejak dirintis beberapa tahun yang lalu, pendapatan usahanya terus bertumbuh.

Di usianya yang menginjak 46 tahun, dia tak begitu jeli dengan sistem pemasaran menggunakan media sosial. Cara pemasarannya masih sangat konvensional. Dari mulut ke mulut. Ia menjajakan produknya pada kolega kerjanya. Dari situ, produknya banyak dikenal orang.

Hingga saat ini konsumennya sudah sampai luar Jember. Tak sedikit penjual tangan kedua atau reseller yang turut mempromosikan produknya. Jika pemasarannya digenjot dengan sistem digital, melalui market place misalnya, dapat dipastikan sasaran konsumen maupun reseller bakal lebih banyak. “Kalau saya tidak taruh di market place,” kata Muti, sore itu, di teras rumahnya sembari menatap hujan yang mengguyur wilayah rumahnya di Jalan Kertanegara IX.

Hal serupa juga dialami oleh Winarti, pengusaha di Desa Tutul yang memproduksi rengginang. Kiprahnya untuk membuat rengginang sudah lama ditekuni. Lebih dari 10 tahun yang lalu. Mbak Win, sapaan akrabnya, juga seorang pedagang kedelai di Pasar Balung.

Dalam sepekan, dia bisa memproduksi sekitar satu kuintal beras ketan menjadi rengginang. Rengginang yang dia produksi ini kemudian didistribusikan di Pasar Balung. Baru-baru ini saja keponakannya membantu mempromosikan secara digital melalui akun WhatsApp.

Berbeda dengan Ilma, usahawan muda yang bergerak pada bisnis kuliner ini mampu meraup untung dua kali lipat dari modalnya selama dua bulan pertama membuka bisnis kuliner. Basis pemasarannya adalah melalui e-commerce. “Awalnya cuma dari WhatsApp. Terus dipasarin melalui market place. Alhamdulillah, pembelinya malah banyak dari luar Jawa Timur,” tuturnya.

Kondisi ini direspons oleh kumpulan anak muda yang memiliki ketertarikan pada dunia digital dan menggagas program Gotong Royong Bantu UMKM. Program ini dimotori oleh Ulil Albab bersama dua rekannya.

Menurut Ulil, kendala utama para pelaku UMKM untuk terus berkembang adalah proses pemasaran melalui platform digital. Asumsi ini berdasarkan pengalaman pendampingan UMKM di Jember melalui program 1 juta domain Kemenkominfo.

“Yang menjadi kendala utama pada waktu itu adalah ketika UMKM disibukkan dengan proses produksi, pemasaran dengan digital marketing. Jadi, memang sulit ketika UMKM harus memproduksi, lalu dijual dengan digital marketing,” jelasnya.

Misi dari gerakan ini adalah membantu para pelaku UMKM untuk mengomersialkan produknya menggunakan platform digital. Termasuk di dalamnya adalah memasarkan melalui e-commerce.

Literasi atau edukasi digital marketing dapat dilakukan secara langsung dan atau dilakukan melalui ruang obrolan dunia maya. Dalam sesi materi itu tidak hanya mengupas teknik dasar berjualan secara digital. Namun, juga sebagai upaya untuk memperkuat mindset pelaku UMKM untuk tidak memprioritaskan penghasilan ketika belajar dalam pemasaran melalui digital. Serta lebih adaptif dengan perubahan-perubahan pola digital marketing yang berkembang. “Melalui program ini, bagaimana caranya UMKM di masa pandemi ini sudah terbiasa berjualan di platform digital. Ini salah satu misi kita,” ungkap Ulil.

Ulil tak memungkiri bahwa hingga saat ini jumlah UMKM lokal di Jember cukup banyak. Namun, para pelaku UMKM yang melek digital marketing hanya 1 persen. Notabenenya mereka adalah orang-orang yang memiliki susunan struktural pengembangan digital marketing atas produknya. “Rata-rata digital marketing dikelola secara tim, bukan pribadi, dan sudah terorganisasi,” ungkapnya.

Dia menambahkan, seharusnya pemerintah daerah melalui dinas terkait menginisiasi program sesuai kebutuhan pelaku UMKM. Contohnya, pelatihan marketing secara digital yang sifatnya berkelanjutan. Pelatihan semacam ini akan dibutuhkan oleh pelaku UMKM di Jember, apalagi jumlah UMKM di Jember menduduki peringkat ketiga tertinggi se-Jawa Timur.

Untuk itu, pendataan UMKM pun perlu dilakukan lebih terperinci. Tujuannya agar dapat memetakan apa saja kebutuhan para pelaku UMKM untuk mengembangkan produk UMKM miliknya.

Reporter : Dian Cahyani/Radar Jember

Fotografer : Ulil Albab For Radar Jember

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti/Radar Jember

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca