SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Setelah dibentuk Forum Anak Jember (FAJ), Insan Generasi Reproduksi (Genre), Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), serta Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) juga membentuk Forum Anak Kecamatan (FAK), Forum Anak Desa (FAD), hingga Forum Anak Pesantren (FAP). Upaya ini demi mewujudkan Jember sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA).
Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan DP3AKB Jember Joko Sutriswanto menjelaskan, pembentukan komunitas anak itu dimulai dengan kegiatan penyuluhan kepada setiap anak muda perwakilan kecamatan dan kelurahan. FAJ dan PIK-R menjadi tangan kanan penyampaian materi terhadap para peserta penyuluhan.
Kegiatan penyuluhan itu diisi dengan materi kesehatan reproduksi dan pentingnya forum anak untuk membentuk perencanaan hidup anak. “PIK-R memberikan materi reproduksi sehat, kemudian FAJ memberikan materi tentang pentingnya forum anak,” tutur Joko, baru-baru ini.
Pada kesempatan itu, terdapat 30 peserta yang berpartisipasi. Baik dari perwakilan kecamatan, kelurahan, serta pendamping atau penyuluh KB. Pemberian materi dibagi menjadi tiga sesi, yakni setiap sesi diikuti oleh 10 peserta penyuluhan. “Karena ini pandemi, maka kami batasi jumlahnya. Setiap sesi ada 10 anak yang mendapat bekal materi,” imbuhnya.
Dwi Lebi, salah satu pendamping KB asal Kelurahan Banjarsengon, Kelurahan Patrang, mengatakan, selama ini, di daerah yang ia tempati banyak potensi anak muda yang tak dimanfaatkan. Oleh karenanya, anak-anak muda di desa membutuhkan wadah yang memfasilitasi potensi tersebut.
“Memang ada sebagian anak yang berserikat, karena kami tinggal di kelurahan yang tidak begitu dekat dengan kota, banyak remaja yang kompak dan semangat. Makanya, ini kami butuh kehadiran pemerintah yang bisa memfasilitasi semangat dan kekompakan itu,” katanya.
Dia menambahkan, sejauh ini permasalahan yang umum terjadi pada anak di Banjarsengon ialah kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Sebagian besar mereka masih menganggap tabu pembahasan mengenai kesehatan reproduksi atau pendidikan seks sejak dini. Hal ini akibat minimnya literasi baik dari keluarga, lingkungan, maupun lembaga pendidikan.
“Kadang mereka masih merasa malu untuk membahas soal kesehatan reproduksi. Misal, ada remaja yang telat haid, itu masih malu mengakui dan bertanya apa sebabnya. Atau ada masalah di bagian reproduksi, mereka juga tidak mencari tahu. Malu bertanya kenapa bisa ada masalah di bagian reproduksinya. Padahal itu penting dan berpengaruh terhadap kehidupannya ke depan,” pungkasnya.
Reporter : Delfi Nihayah
Fotografer : Delfi Nihayah
Editor : Mahrus Sholih