JEMBER, RADARJMBER.ID – Wacana pembangunan ruas jalan tol di Kabupaten Jember bersemi kembali. Setelah lama tanpa kabar, jalan tol yang sempat trending pada medio 2019-2020 itu ramai dibahas lagi oleh sejumlah pihak.
Ramainya perbincangan mengenai jalan tol bukan tanpa alasan. Hal ini menyusul setelah Pemkab Jember mengundang para kepala desa berikut BPD-nya, serta masyarakat. Kali pertama pembahasan jalan tol dilakukan di Pendapa Kantor Kecamatan Tanggul, Selasa (15/2) lalu, untuk pembahasan ruas jalan tol Jember-Lumajang. Dan kedua di Pendapa Kantor Kecamatan Kalisat, Kamis (17/2) kemarin, untuk pembahasan ruas tol Jember-Situbondo.
Ruas Tol Jember-Situbondo melewati:
- Sumbersari (Wirolegi, Antirogo, Karangrejo (masuk ke 2 ruas jalan tol), Kranjingan (Tol Lumajang – Jember)
- Patrang (Baratan)
- Pakusari (Sumberpinang, Bedadung, Patemon)
- Kalisat (Sumberkalong, Patempuran, Sukoreno)
- Sukowono (Mojogemi)
Agenda tersebut merupakan konsultasi publik yang disebut-sebut sebagai langkah awal pembangunan tol. Kegiatan itu pula disebut sebagai studi kelayakan untuk memuluskan proyek yang diprediksi bakal menelan anggaran triliunan rupiah tersebut.
“Kita ingin masukan saran dan pendapat dari masyarakat, khususnya masyarakat yang terdampak, agar pembangunan nanti yang direncanakan berjalan dengan baik,” kata A Fauzy, Kabid Tata Lingkungan Hidup Jember, saat ditemui di Pendapa Kecamatan Tanggul.
Tenaga Ahli PT Perencana Jaya, Ahmad Yani, mengatakan, proyeksi pembiayaan pekerjaan tol itu bakal menggunakan pendanaan skema kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha atau KPBU. Dia menguraikan, dalam lima tahun ke depan bisa selesai dan bisa digunakan. “Kita menanti setelah dokumennya selesai, lalu dilelangkan untuk menentukan pemenangnya untuk pelaksanaan jalan tol ini, perkiraan per kilometernya sekitar Rp 20 miliar,” kata Ahmad Yani.
Rencana pembangunan proyek tol itu jelas bakal menjadi megaproyek yang terealisasi di Jember dalam beberapa tahun terakhir. Mengenai rencana pembukaan ruas tol itu, Bupati Jember Hendy Siswanto membenarkan demikian. Menurut Hendy, rencana pembangunan jalan tol itu memang merupakan salah satu program dari Kementerian PUPR pusat.
Kendati begitu, untuk realisasi di Jember, dia masih menantikan tol yang menghubungkan Probolinggo dengan Lumajang yang hari ini menjadi prioritas pemerintah pusat. “Tol yang di Jember ini masih lama, karena masih menunggu tol penghubung Probolinggo-Lumajang yang jadi skala prioritas itu selesai dulu,” kata bupati saat dikonfirmasi, kemarin.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemkab Jember hari ini juga dinilainya masih mengupayakan kajian terhadap desain Jember Outer Ring Road (JORR) yang bisa difungsikan sebagai exit tol, yang berada di kaki Pegunungan Argopuro dan area Gumitir. Hal itu menurutnya perlu disiapkan lebih awal. Sebab, ruas tol itu diprediksi bakal terealisasi lama. Namun, Hendy menginginkan sebelum tol Probolinggo-Lumajang rampung, desain JORR diharapkannya juga selesai.
“Sebelum tol dibangun, kita ingin siapkan JORR. JORR ini semacam jalan biasa untuk membuka, bukan tol. Itu akses jalan yang sangat bermanfaat, untuk daya tarik investor dan memutar perekonomian,” kata orang nomor satu di Jember ini.
Dalam rencananya pula, lanjut Hendy, bakal dibangun dengan panjang sekitar 60 kilometer dengan sokongan APBD Jember sekitar Rp 75 miliar. “Harapan kami dipikul bareng APBN. Kalau APBD saja, berat. Karena juga ada jembatan-jembatan. Paling tidak kita mampu realisasikan Rp 75 miliar dari APBD,” ujar Hendy.
Terpisah, Anggota DPRD Jawa Timur M Satib menilai, rencana pembangunan tol itu tentu menjadi angin segar. Karena dapat menjadi rangsangan terhadap perputaran perekonomian masyarakat secara makro. Namun, secara mikro, dampak dari tol itu tentu tidak bisa dikesampingkan. “Sosialisasi dan pengkajian itu harus betul-betul sampai ke masyarakat bawah, mau bagaimana pun, pro kontra jalan tol itu pasti ada,” kata Satib.
Lebih jauh, Satib melihat, selama ini proyek pekerjaan jalan tol merupakan investasi dari pihak swasta, yang memuat keuntungan (profit), bukan murni untuk pelayanan. “Beda dengan jalan umum, jalan kabupaten provinsi atau nasional, yang memang pure untuk pelayanan. Kalau tol itu jalan berbayar, sehingga profit yang dihitung,” katanya.
Legislator Partai Gerindra ini menegaskan, perlunya pemerintah memperdalam kajian awal yang menyeluruh dan mendalam, untuk mendapat informasi, lebih banyak positifnya atau negatifnya. Dampak itu juga perlu dirasakan oleh masyarakat, apakah dampak keuntungan atau justru kerugian bagi masyarakat. “Tol ini jelas akan banyak terjadi gesekan. Karenanya, sudah sepatutnya pemerintah juga memiliki pertimbangan dan kajian-kajian yang mendalam,” pungkas Satib. (mau/c2/nur)