32 C
Jember
Wednesday, 31 May 2023

Pemerintah Keteteran, Minyak Goreng Menghilang dari Pasar Tradisional

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER.RADARJEMBER.ID- Pemerintah keteteran mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran. Bahkan, setelah kebijakan penyeragaman harga minyak goreng Rp 14 ribu per 1 liter pada Januari lalu, salah satu kebutuhan pokok rumah tangga ini justru menghilang. Publik pun panik. Lemahnya pengawasan dari pemerintah menambah carut marutnya distribusi minyak goreng tersebut. Di pasar-pasar tradisional dan toko kelontongan, minyak goreng seperti raib.

Imbasnya, toko swalayan yang menyediakan minyak goreng dengan harga standar pun jadi buruan. Bahkan, dalam video yang beredar di media sosial, sejumlah ibu-ibu menyerbu toko swalayan di Kecamatan Kencong. Mereka berebut untuk mendapatkan minyak goreng kemasan. Oleh pengelola swalayan, per orang dibatasi maksimal pembeliannya dua liter saja.

Tak hanya di Kecamatan Kencong, video warga yang sedang berebut mendapatkan minyak goreng juga terjadi di salah satu swalayan di Desa Balung Kulon, Kecamatan Balung. Video itu juga sempat dibagikan di media sosial dan menjadi perbincangan hangat warganet.

Mobile_AP_Rectangle 2

Yusqy, salah satu pedagang kaki lima di Kecamatan Balung, mengatakan, kelangkaan minyak goreng terjadi setelah pemerintah memutuskan kebijakan satu harga. Sejak saat itu, dia mengaku, mulai kesulitan mendapatkan minyak goreng di pasar tradisional dan toko kelontongan.

Kalau pun ada, kata dia, harganya lebih mahal dari ketetapan pemerintah. “Pernah ada harga per liter Rp 20 ribu. Karena butuh ya tetap saya beli. Sebab, selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga untuk keperluan usaha,” ungkap Yusqy.

Sekarang masyarakat mengandalkan toko ritel untuk mendapatkan minyak goreng. Sebab, di pasar tradisional memang sudah tidak ada lagi. Sampai-sampai, warga rela berebut untuk mendapatkan kebutuhan pokok tersebut. Seperti yang terlihat dari video yang beredar di media sosial belakangan ini.

Warga yang lain menilai, pemerintah daerah harus memantau distribusi minyak goreng. Terutama yang di pasar-pasar tradisional. Apalagi, Pemkab Jember punya 30 pasar yang tersebar di hampir semua kecamatan. “Seharusnya keberadaan pasar tradisional itu bisa dimanfaatkan untuk menjamin stok minyak goreng agar tidak sampai langka seperti sekarang. Pemerintah jangan cuma main operasi pasar. Itu bukan solusi,” tutur Syamsul, warga Kecamatan Balung.

Terpisah, Owner Dira Grup Balung Ponimin Tohari menjelaskan, video yang beredar di medsos yang mengambarkan warga berebut minyak goreng, memang terjadi di toko miliknya. Terutama yang diunggah oleh akun Facebook bernama Heru Subagio. “Memang minyak goreng itu sekarang ini lagi diburu oleh masyarakat. Kasihan ibu-ibu untuk mendapatkannya hingga berebut seperti itu,” jelasnya.

Pengusaha yang akrab disapa Haji Ponimin ini memastikan, terkait pemenuhan kebutuhan minyak goreng, pihaknya akan melayani masyarakat dengan baik. Oleh karena itu, dia menegaskan, setiap kiriman minyak goreng dari distributor tiba, pihaknya langsung menjual dengan harga standar pemerintah. “Kami tidak pernah menyetok. Dapat minyak goreng berapapun dari distributor, langsung kami jual dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah. Per liternya Rp 14 ribu,” paparnya.

Hanya saja, Haji Ponimin menambahkan, selama ini masyarakat banyak berburu minyak goreng di beberapa toko ritel saja, termasuk toko miliknya. Padahal, dia mengungkapkan, biasanya pengiriman minyak goreng dari distributor itu sudah ada jatahnya masing-masing. Baik di pasar tradisional maupun toko-toko modern. “Namun kenyataannya, di pasaran minyak goreng langka, sehingga untuk mendapatkannya masyarakat berebut di beberapa toko saja. Termasuk di toko milik kami,” pungkasnya. (*)

Reporter: Mahrus Sholih

Fotografer: Setyo for Radar Jember

Editor: Nur Hariri

- Advertisement -

JEMBER.RADARJEMBER.ID- Pemerintah keteteran mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran. Bahkan, setelah kebijakan penyeragaman harga minyak goreng Rp 14 ribu per 1 liter pada Januari lalu, salah satu kebutuhan pokok rumah tangga ini justru menghilang. Publik pun panik. Lemahnya pengawasan dari pemerintah menambah carut marutnya distribusi minyak goreng tersebut. Di pasar-pasar tradisional dan toko kelontongan, minyak goreng seperti raib.

Imbasnya, toko swalayan yang menyediakan minyak goreng dengan harga standar pun jadi buruan. Bahkan, dalam video yang beredar di media sosial, sejumlah ibu-ibu menyerbu toko swalayan di Kecamatan Kencong. Mereka berebut untuk mendapatkan minyak goreng kemasan. Oleh pengelola swalayan, per orang dibatasi maksimal pembeliannya dua liter saja.

Tak hanya di Kecamatan Kencong, video warga yang sedang berebut mendapatkan minyak goreng juga terjadi di salah satu swalayan di Desa Balung Kulon, Kecamatan Balung. Video itu juga sempat dibagikan di media sosial dan menjadi perbincangan hangat warganet.

Yusqy, salah satu pedagang kaki lima di Kecamatan Balung, mengatakan, kelangkaan minyak goreng terjadi setelah pemerintah memutuskan kebijakan satu harga. Sejak saat itu, dia mengaku, mulai kesulitan mendapatkan minyak goreng di pasar tradisional dan toko kelontongan.

Kalau pun ada, kata dia, harganya lebih mahal dari ketetapan pemerintah. “Pernah ada harga per liter Rp 20 ribu. Karena butuh ya tetap saya beli. Sebab, selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga untuk keperluan usaha,” ungkap Yusqy.

Sekarang masyarakat mengandalkan toko ritel untuk mendapatkan minyak goreng. Sebab, di pasar tradisional memang sudah tidak ada lagi. Sampai-sampai, warga rela berebut untuk mendapatkan kebutuhan pokok tersebut. Seperti yang terlihat dari video yang beredar di media sosial belakangan ini.

Warga yang lain menilai, pemerintah daerah harus memantau distribusi minyak goreng. Terutama yang di pasar-pasar tradisional. Apalagi, Pemkab Jember punya 30 pasar yang tersebar di hampir semua kecamatan. “Seharusnya keberadaan pasar tradisional itu bisa dimanfaatkan untuk menjamin stok minyak goreng agar tidak sampai langka seperti sekarang. Pemerintah jangan cuma main operasi pasar. Itu bukan solusi,” tutur Syamsul, warga Kecamatan Balung.

Terpisah, Owner Dira Grup Balung Ponimin Tohari menjelaskan, video yang beredar di medsos yang mengambarkan warga berebut minyak goreng, memang terjadi di toko miliknya. Terutama yang diunggah oleh akun Facebook bernama Heru Subagio. “Memang minyak goreng itu sekarang ini lagi diburu oleh masyarakat. Kasihan ibu-ibu untuk mendapatkannya hingga berebut seperti itu,” jelasnya.

Pengusaha yang akrab disapa Haji Ponimin ini memastikan, terkait pemenuhan kebutuhan minyak goreng, pihaknya akan melayani masyarakat dengan baik. Oleh karena itu, dia menegaskan, setiap kiriman minyak goreng dari distributor tiba, pihaknya langsung menjual dengan harga standar pemerintah. “Kami tidak pernah menyetok. Dapat minyak goreng berapapun dari distributor, langsung kami jual dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah. Per liternya Rp 14 ribu,” paparnya.

Hanya saja, Haji Ponimin menambahkan, selama ini masyarakat banyak berburu minyak goreng di beberapa toko ritel saja, termasuk toko miliknya. Padahal, dia mengungkapkan, biasanya pengiriman minyak goreng dari distributor itu sudah ada jatahnya masing-masing. Baik di pasar tradisional maupun toko-toko modern. “Namun kenyataannya, di pasaran minyak goreng langka, sehingga untuk mendapatkannya masyarakat berebut di beberapa toko saja. Termasuk di toko milik kami,” pungkasnya. (*)

Reporter: Mahrus Sholih

Fotografer: Setyo for Radar Jember

Editor: Nur Hariri

JEMBER.RADARJEMBER.ID- Pemerintah keteteran mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran. Bahkan, setelah kebijakan penyeragaman harga minyak goreng Rp 14 ribu per 1 liter pada Januari lalu, salah satu kebutuhan pokok rumah tangga ini justru menghilang. Publik pun panik. Lemahnya pengawasan dari pemerintah menambah carut marutnya distribusi minyak goreng tersebut. Di pasar-pasar tradisional dan toko kelontongan, minyak goreng seperti raib.

Imbasnya, toko swalayan yang menyediakan minyak goreng dengan harga standar pun jadi buruan. Bahkan, dalam video yang beredar di media sosial, sejumlah ibu-ibu menyerbu toko swalayan di Kecamatan Kencong. Mereka berebut untuk mendapatkan minyak goreng kemasan. Oleh pengelola swalayan, per orang dibatasi maksimal pembeliannya dua liter saja.

Tak hanya di Kecamatan Kencong, video warga yang sedang berebut mendapatkan minyak goreng juga terjadi di salah satu swalayan di Desa Balung Kulon, Kecamatan Balung. Video itu juga sempat dibagikan di media sosial dan menjadi perbincangan hangat warganet.

Yusqy, salah satu pedagang kaki lima di Kecamatan Balung, mengatakan, kelangkaan minyak goreng terjadi setelah pemerintah memutuskan kebijakan satu harga. Sejak saat itu, dia mengaku, mulai kesulitan mendapatkan minyak goreng di pasar tradisional dan toko kelontongan.

Kalau pun ada, kata dia, harganya lebih mahal dari ketetapan pemerintah. “Pernah ada harga per liter Rp 20 ribu. Karena butuh ya tetap saya beli. Sebab, selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga untuk keperluan usaha,” ungkap Yusqy.

Sekarang masyarakat mengandalkan toko ritel untuk mendapatkan minyak goreng. Sebab, di pasar tradisional memang sudah tidak ada lagi. Sampai-sampai, warga rela berebut untuk mendapatkan kebutuhan pokok tersebut. Seperti yang terlihat dari video yang beredar di media sosial belakangan ini.

Warga yang lain menilai, pemerintah daerah harus memantau distribusi minyak goreng. Terutama yang di pasar-pasar tradisional. Apalagi, Pemkab Jember punya 30 pasar yang tersebar di hampir semua kecamatan. “Seharusnya keberadaan pasar tradisional itu bisa dimanfaatkan untuk menjamin stok minyak goreng agar tidak sampai langka seperti sekarang. Pemerintah jangan cuma main operasi pasar. Itu bukan solusi,” tutur Syamsul, warga Kecamatan Balung.

Terpisah, Owner Dira Grup Balung Ponimin Tohari menjelaskan, video yang beredar di medsos yang mengambarkan warga berebut minyak goreng, memang terjadi di toko miliknya. Terutama yang diunggah oleh akun Facebook bernama Heru Subagio. “Memang minyak goreng itu sekarang ini lagi diburu oleh masyarakat. Kasihan ibu-ibu untuk mendapatkannya hingga berebut seperti itu,” jelasnya.

Pengusaha yang akrab disapa Haji Ponimin ini memastikan, terkait pemenuhan kebutuhan minyak goreng, pihaknya akan melayani masyarakat dengan baik. Oleh karena itu, dia menegaskan, setiap kiriman minyak goreng dari distributor tiba, pihaknya langsung menjual dengan harga standar pemerintah. “Kami tidak pernah menyetok. Dapat minyak goreng berapapun dari distributor, langsung kami jual dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah. Per liternya Rp 14 ribu,” paparnya.

Hanya saja, Haji Ponimin menambahkan, selama ini masyarakat banyak berburu minyak goreng di beberapa toko ritel saja, termasuk toko miliknya. Padahal, dia mengungkapkan, biasanya pengiriman minyak goreng dari distributor itu sudah ada jatahnya masing-masing. Baik di pasar tradisional maupun toko-toko modern. “Namun kenyataannya, di pasaran minyak goreng langka, sehingga untuk mendapatkannya masyarakat berebut di beberapa toko saja. Termasuk di toko milik kami,” pungkasnya. (*)

Reporter: Mahrus Sholih

Fotografer: Setyo for Radar Jember

Editor: Nur Hariri

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca