JEMBER, RADARJEMBER.ID – Komoditas harga tomat melambung dalam beberapa hari terakhir. Ini terjadi di sejumlah pasar. Rekor tertinggi atau yang paling mahal terjadi di Pasar Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates Jember. Harga tomat Jember di pasar tembus angka Rp 14 ribu per kilogram, kemarin (17/1).
Harga tomat di pasar sejatinya bukan rahasia, terutama di kalangan warga yang sering belanja di pasar tradisional di Jember. Saat normal, hatga tomat Jember di pasar harganya berkisar antara Rp 2.000 sampai Rp 6.000 per kilogram. Namun, kali ini harga tomat Jember di pasar naik daun karena beberapa faktor. Harga di pasaran pun berbeda-beda seperti yang terjadi di beberapa pasar.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember Jumantoro menyebutkan, harga tomat Jember di pasar yang menembus angka Rp 14 ribu per kilogram diakui kalangan petani cukup mengejutkan. Menurut dia, hal itu berbeda jauh dengan harga tomat di tingkat petani. “Harga tomat hari ini Rp 6.000 per kilonya. Kalau di pasar sampai tembus Rp 14 ribu, ini yang terkadang membuat sakit hati petani,” katanya.
Menurut dia, pemerintah selayaknya hadir untuk melakukan pengaturan tata niaga dengan baik, seperti saat ini tentang harga tomat Jember di pasar. Mulai dari pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten. Sebab jika tidak, tengkulak dan pedagang besar saja yang untung banyak. Petani tidak. “Ini pedagang besar yang menang banyak. Seharusnya kalau di pasar harga tomat di Jember tembus Rp 12 ribu sampai Rp 14 ribu, harga tomat Jember di petani kalau bisa Rp 10 ribu. Tetapi, di petani tetap Rp 6.000. Ada juga petani yang bisa jual Rp 8.000,” ucapnya.
Salah satu bentuk usulan kalangan petani, menurut Jumantoro, perlu adanya perlindungan terhadap harga komoditas hortikultura, baik tomat maupun yang lain. Dengan begitu, saat harganya mahal, petani bisa mendapat untung lebih besar. “Termasuk mengatur harga terendah. Mohon maaf, kalau harga tomat Jember di pasar anjlok, mau membayar buruh yang panen saja tidak cukup. Tolong tata niaga ini diatur dengan baik,” sambungnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bambang Saputro mengatakan, naiknya bukan murni persoalan tata niaga, tapi dipengaruhi cuaca. Iklim yang kurang mendukung membuat petani tomat panen kurang maksimal bahkan ada yang gagal panen. “Produk hortikultura sangat bergantung pada cuaca dan iklim,” katanya.
Lantaran produksi panen tomat petani berkurang, pasokan pun menurun. Iklim dan pasokan inilah yang dituding menjadi penyebab utama naiknya harga tomat Jember di pasar. “Pasokan petani dari Sumberjambe dan Ledokombo yang merupakan pemasok sayuran turun. Hujan berdampak pada hasil panen tomat,” ucapnya.
Dikatakan, dinasnya segera melakukan koordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait demi menjaga stabilitas harga tomat Jember di pasar maupun kebutuhan yang lain. “Kami dengan OPD terkait akan koordinasi lebih intens lagi agar harga stabil,” ucap mantan camat Kaliwates tersebut. Koordinasi ini juga dilakukan untuk mengantisipasi anjloknya harga, agar petani tidak sampai merugi.
Segera Panggil OPD
MENYIKAPI fenomena ini, Ketua Komisi B DPRD Jember Siswono menyatakan, pihaknya akan segera memanggil OPD terkait guna membahas tata niaga hortikultura jenis tomat maupun yang lain. “Harga tomat Jember di pasar di pasaran Rp 12 ribu itu sudah luar biasa. Sementara, harga di petani tetap saja murah. Ini ada yang salah. Kami akan segera panggil OPD terkait,” katanya.
Politisi Partai Gerinda ini menyebut, fenomena mahalnya harga tomat Jember di pasar selayaknya diikuti dengan mahalnya harga di kalangan petani. Menurutnya, tengkulak dan pedagang besar tidak boleh memainkan harga sedemikian tinggi. “Ini yang akan kami bahas untuk mencari solusi terbaik,” jelasnya.
Siswono juga membenarkan adanya fenomena saat tomat dan hortikultura anjlok, petani juga menjadi korban. “Saat harganya anjlok, petani juga minim perlindungan. Perlu langkah konkret agar harga tetap stabil,” ulasnya.
Sementara itu, anggota Komisi B Nyoman Aribowo menuturkan, perlu ada keseimbangan dalam tata niaga hortikultura. Saat harganya mahal, harga di tangan petani dan di tangan pedagang tidak selisih jauh. Pun sebaliknya, saat harganya anjlok, tidak sampai merugikan petani. “Artinya, harga tomat Jember di pasar maupun hortikultura yang lain tidak terlalu mahal pada konsumen. Dan saat anjlok tidak terlalu murah sampai modal petani tidak kembali. Makanya, harus ada pihak yang menstabilkan tata niaga hortikultura,” jelasnya.
Nyoman yang juga Sekretaris DPC PAN Jember ini menyebut, perlu ada pola penanganan semacam gudang teknologi frozen. Khusus gabah dan jagung sudah ada, sementara gudang untuk hortikultura belum. “Kita ini sudah biasa ekspor hasil teknologi frozen. Gunanya gudang semacam ini untuk menstabilkan harga. Saat hasil panen banyak, bagaimana bisa dibeli oleh pemerintah atau pihak ketiga agar tidak terlalu murah. Saat barang langka, bagaimana harganya tidak melejit seperti sekarang,” ulasnya.
Hal terpenting menurutnya adalah stabilitas harga tomat Jember di pasar atau bahan pokok lain. “Yang harus dijaga, saat barang sedikit bagaimana harganya tidak sampai merugikan konsumen dan saat murah tidak merugikan petani,” jelasnya.
Reporter : Nur Hariri/Radar Jember
Fotografer : Dwi Siswanto/Radar Jember
Editor : Mahrus Sholih/Radar Jember