JEMBER, RADARJEMBER.ID – Tertundanya pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) berdampak fatal. Yakni penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020 menjadi telat. Beberapa sanksi pun menunggu, di antaranya harus kembali ke APBD sebelumnya dan mendapat sanksi administratif.
Sanksi keterlambatan Penetapan RAPBD juga menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pasalnya, pembahasan tersebut memiliki batas waktu yang telah diatur beserta sanksinya. Sementara itu, di Jember, pembahasan KUA PPAS yang menjadi dasar RAPBD juga belum tuntas.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak menjelaskan, pembahasan RAPBD 2020 untuk Kabupaten Jember sejauh ini memang belum selesai. Hal itu akan membuat Pemprov Jatim mengambil langkah tegas, yakni me-review apa yang telah terjadi di Jember.
Ditegaskannya, apabila RAPBD 2020 tidak segera dibahas dan diselesaikan, maka akan berdampak pada batasan waktu, termasuk sanksi yang telah diatur. Namun demikian, Emil tidak bisa memberi berkomentar lebih jauh, karena harus menunggu keputusan resmi dari Gubernur Jatim. “Kami akan melakukan pengecekan internal sebelum mengambil sikap,” ucapnya.
Emil menilai, pembahasan RAPBD merupakan hal krusial karena untuk masa depan Jember. Yakni untuk pembangunan, pemberdayaan, serta hal- lain di tahun 2020. Namun, jika tetap tidak ada titik temu, maka akan ditindaklanjuti. “Akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu. Selanjutnya bisa meminta tanggapan dari Kepala Bakorwil,” paparnya.
Berkaitan dengan penundaan KUA PPAS yang berdampak pada telatnya pembahasan RAPBD, Ketua DPRD Jember M Itqon Syauqi mengatakan, karena adanya surat perintah Mendagri yang tidak dilaksanakan eksekutif.
“Kita akan sampaikan bahwa KUA PPAS ditunda karena ada surat Mendagri terkait rekomendasi atas pemeriksaan khusus yang tidak dijalankan. Kalau surat itu dijalankan, saya kira pembahasan bisa langsung dilanjutkan. Tetapi sampai sekarang, surat yang sudah dikuatkan gubernur masih itu belum dilaksanakan. Kami pun harus hati-hati membahasnya,” terangnya.
Akibat penundaan itulah, KUA PPAS tak kunjung dibahas lagi hingga sekarang. Artinya, dasar pembuatan RAPBD 2020 belum tuntas dan dampaknya belum ada pembahasan dan penetapan pada RAPBD 2020. “Surat Mendagri dan surat Gubernur Jatim perintahnya tegas, harus mencabut banyak hal dan SOTK harus kembali ke yang lama,” ulasnya.
Penelusuran Jawa Pos Radar Jember menunjukkan, penetapan RAPBD 2020 seharusnya diputuskan paling lambat pada 30 November 2019. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020.
Akhir penetapan RAPBD ini juga diatur dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014. Pada Pasal 312 ayat (1), kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran.
Nah, sanksi akibat keterlambatan tersebut diatur Dalam UU 23 tahun 2014 pasal 312 pada ayat (2). Sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.
Sanksi di ayat tersebut tidak berlaku untuk anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan APBD disebabkan oleh kepala daerah yang terlambat menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD. Bagaimana jika keterlambatan itu akibat permasalahan KSOTK? Pastinya, sebelum sanksi itu dijatuhkan, ada evaluasi dari Pemprov Jatim maupun pusat.