JEMBER, RADARJEMBER.ID – MENYAMBUT peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2022, pemuda yang bergelut dalam dunia tulis-menulis di Jember ikut menyumbangkan gagasannya tentang makna kemerdekaan. Di tengah perkembangan teknologi ini, makna kemerdekaan adalah berubahnya cara berpikir menjadi lebih maju. Mulai beradaptasi dengan perkembangan zaman, serta terus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Gagasan tersebut disampaikan oleh Ikhlasun Malik Fajar, yang ia tuangkan dalam karya tulis berjudul Masyarakat dan Modernisasi, bahwa merdeka bukan hanya bebas dari jajahan Belanda dan Jepang. Namun, bagaimana agar cara berpikir dapat memunculkan inovasi. Terutama generasi muda yang saat ini sedang menempuh masa pendidikan. Mereka harus menjadi bagian dari sejarah kemajuan bangsa ini. Ikut berkontribusi membangun Jember.
Dia menyebut, pergeseran budaya di era sekarang sejatinya masih ada penjajahan. Namun, bentuknya berbeda dengan yang terjadi pada zaman Belanda. Generasi sekarang lebih dicekoki dengan konten budaya barat melalui media sosial. Hal ini yang membuat pola pikir generasi muda tidak karuan. “Coba lihat, tontonan mereka sehari-hari di media sosial, mereka disuguhkan dengan budaya yang merusak moral,” jelasnya.
Oleh karena itu, Lanjut Ikhlasun, memaknai kemerdekaan saat ini lebih kepada bangkitnya cara berpikir generasi muda untuk bebas dari cekikan budaya barat yang membombardir melalui media sosial. “Dengan kemajuan teknologi ini, pemuda yang merdeka ialah mereka yang dapat memanfaatkan kepada kebaikan, dan tidak terjerumus pengaruh budaya barat,” terang pria kelahiran Lumajang tersebut.
Selama bertahun-tahun di Jember, dia menyimpulkan, banyak orang salah kaprah memaknai kata merdeka. Bahkan masih disamakan dengan bebas dari jarahan Belanda dan Jepang. Padahal, merdeka yang sebenarnya tidak bergantung pada budaya luar. “Saya ingat kata Soekarno dulu, merdeka itu adalah bebas secara budaya. Tidak terikat oleh seseorang maupun kelompok lain,” pungkasnya.
Jurnalis: Ahmad Ma’mun
Fotografer: Ahmad Ma’mun
Editor: Nur Hariri