JENGGAWAH, Radar Jember – Hampir satu tahun ini tanaman porang menjadi pertanian yang cukup populer di kalangan petani Jember. Popularitas tanaman porang ini berawal dari banyaknya permintaan porang dari luar negeri, seperti Jepang dan Tiongkok. Para petani pun berbondong-bondong ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengekspor hasil tanamannya.
Alhasil, semakin hari petani porang di Jember kian menjamur. Kecamatan Jenggawah menjadi salah satu penyumbangnya. Nah, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Jember mencoba mengumpulkan para petani tersebut, khususnya yang berada di wilayah Jenggawah dan sekitarnya, demi mengedukasi sektor pertanian porang.
Pertemuan tersebut merupakan program penyuluhan yang bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) Jember guna mengedukasi para petani. “Banyak yang ikut-ikutan menanam porang karena tren. Mereka tidak memperhatikan teknik dan cara penanamannya seperti apa. Maka, kami di sini hadir untuk mengedukasi agar tanaman mereka sehat dan produksinya meningkat,” ungkap Penyuluh Pertanian Wilayah Jenggawah DTPHP Jember Achmad Sodiq.
Budi daya porang, kata dia, diakui merupakan pertanian yang sangat potensial setelah edamame dan okra yang juga populer hingga saat ini. Tanaman ini umumnya dapat tumbuh di lahan yang tak langsung terkena sinar matahari. Misal seperti lahan pekarangan yang ditanami pohon besar, lalu di bawahnya ditanami porang. Usia tanaman porang biasanya berkisar satu hingga dua tahun lamanya, dan hanya sekali berbuah.
Berbeda dengan tanaman lainnya, dalam proses penanaman tumbuhan porang harus diberikan pupuk organik sebagai lapisan tanah atau media tanamnya. Sebab, tumbuhan ini memang hanya akan tumbuh menggunakan pupuk organik. Oleh karenanya, dalam forum tersebut, DTPHP bekerja sama dengan ahli tanaman yang menjelaskan langsung kepada masyarakat.
Para petani itu mendapatkan banyak materi terkait penanaman porang, perawatan, proses panen, hingga pemasarannya. Bahkan juga dilengkapi dengan praktik pembuatan pupuk organik kepada para petani. “Kami mengajarkan untuk menggunakan pupuk organik, tapi kami tidak membuatnya. Itu akan percuma. Maka, di sini juga kami praktikkan dan beri contohnya agar mereka bisa paham,” tuturnya.
Selain itu, kegiatan tersebut juga menjadi wadah bagi para petani agar lebih solid dan bisa sharing pengalaman. Sodiq menambahkan, dalam hal ini pihaknya berperan sebagai agen kontrol yang menginformasikan bagaimana permintaan porang di luar negeri, dan mengukur produktivitas petani porang agar dapat memenuhi standar.
“Jadi, kami membantu menjadi penengah antara konsumen, yaitu permintaan dari luar negeri, dengan petani. Sebab, kalau permintaan minim, kemudian masyarakat masih menanam dalam jumlah banyak dan produksi banyak, maka harga akan turun. Di sini kami menjadi kontrol bagi para petani,” pungkasnya. (del/c2/lin)