JEMBER, RADARJEMBER.ID – Jasa digital kreatif mulai tumbuh dan menjamur sejak satu dekade terakhir. Industri yang menjual ide dan kreativitas ini belakangan tidak hanya diminati oleh company atau perusahaan-perusahaan besar. Namun juga dilirik masyarakat umum untuk melayani berbagai kebutuhan mereka.
Baca Juga : Cemburu Ditengarai Jadi Motif Pelaku Membacok Pemuda Kasiyan Jember
Sebut saja seperti Wakajzee, sekumpulan orang-orang yang menawarkan jasa berupa kreativitas ini bergerak membantu pengembangan sebuah produk, profil, maupun personal. Rumah produksi yang berkantor di Jalan Cenderawasih, Kelurahan Slawu, Kecamatan Patrang, ini berkegiatan tidak semata untuk kepentingan bisnis. Namun, kebudayaan lokal Jember dan Nusantara juga sering dikaver. Bahkan juga menjalankan misi-misi sosial.
Kepada Jawa Pos Radar Jember, CEO sekaligus founder Wakajzee, Yudho Andriansyah mengatakan, terbentuknya Wakajzee sebenarnya merupakan ruang aktualisasi bagi dia yang seorang musisi sekaligus fotografer. “Sengaja namanya Wakajzee. Biar mudah diingat saja, karena baik orang Jawa, Madura, bahkan bule sekalipun, pasti fasih menyebut Wakajzee,” kata Yudho, disusul tawa.
Dia mengisahkan, pada tahun 2014 lalu, Yudho beserta sejumlah kawannya baru saja merampungkan sebuah project untuk kesekian kalinya, terakhir di Palembang. Sepulangnya dari sana, jejaring dan pengalamannya itu dibawanya ke Jember. “Wakajzee sendiri terbentuk tahun 2014. Dasarnya memang kita hobi di dunia industri kreatif,” aku Yudho.
Di awal terbentuk, dia menjalankan Wakajzee bergerak di jasa studio foto, untuk company profil atau perorangan. Namanya pendatang baru, masih membabat, pengalaman pahit sudah pasti sering mereka rasakan. Seperti kesulitan mencari pangsa pasar, masyarakat belum familier dengan konsep yang mereka bawa, dan sebagainya. “Dari sana kami semakin belajar, bagaimana ukuran, rasa, dan selera orang mengenai jasa kreativitas itu,” kata pria kelahiran Jakarta ini.
Perlahan dan pasti, kiprah mereka terus menanjak melalui karya-karya digital kreatif yang dikelola di dapur rekaman atau studio mereka. Pada tahun 2017 lalu atau tiga tahun pasca-terbentuk, mereka sudah terbiasa menggandeng partner bisnis. Bahkan banyak perusahaan besar yang sudah mencicipi kreativitas mereka.
Karena itu, Wakajzee dari semula berupa studio foto, kini bertransformasi menjadi rumah produksi kreatif. Seperti bikin profil bisnis berupa audio dan video production, lalu desain dan branding bisnis melalui desain dan konten digital, pengelolaan sosial media menjadi lebih profesional, membangun brand bisnis melalui website, dan lainnya. “Semuanya sama-sama jalan, karena itu tadi, kita mendasari pekerjaan kita ini sebagai hobi,” imbuh pria yang juga vokalis Seven Dream ini.
Chief Creator & Operation Wakajzee Bobby Rahadyan menambahkan, dalam beberapa pekan terakhir, para kru dan tim Wakajzee menggarap kanal Youtube-nya, Stamplat Garage dan Sisi Lokal, dan beberapa pengembangan akun sosial media. Beberapa yang sempat dipersembahkan untuk Jember seperti project Jember Undercover, Jember Nusantara, dan lainnya. “Kita terinspirasi dari berkembangnya geliat media dan konten kreator. Di sana kita angkat isu-isu kreatif dan kearifan lokal melalui produksi musik atau film,” kata Bobby.
Sejumlah lokasi atau tempat yang menjadi ikon Jember kerap diorbitkan Wakajzee untuk menggarap project-nya. Bahkan talenta-talenta berbakat kelahiran Jember juga banyak mereka libatkan. Mereka terwadahi di Lingkar Kreatif Independen atau Linkrafin, yang sempat menorehkan prestasi di level nasional di ajang Karya Musik Anak Komunitas Kemenparekraf RI, Mei 2021 lalu. “Industri kreatif kita di Jember masih belum siap, pasar finansialnya masih tumbuh di luar Jember, dan kami ingin itu tumbuh di Jember,” harapnya.
Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri