27.8 C
Jember
Friday, 31 March 2023

Izin Tambak Terbentur Sertifikat

Penindakan Belum, Dinas Upayakan Kooperatif

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Setelah lama mereda, persoalan tambak di Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, kini mencuat lagi. Jika dulunya banyak disuarakan aktivis dan warga setempat, kali ini justru disuarakan pengusaha tambak. Pasalnya, banyak pengusaha tambak yang tidak mengantongi izin.

Baca Juga : Bekas Tambang Pasir Makan Korban, Bocah 8 Tahun Meninggal Tenggelam

Banyaknya tambak tanpa izin diungkap Nawawi, Ketua Perkumpulan Pertambakan Rakyat (PPR) di Kecamatan Gumukmas. Menurutnya, sejumlah tambak telah lama beroperasi namun tiada izinnya. “Pengusaha tambak sudah beroperasi lama. Ada yang sejak 2015. Bahkan sebelumnya juga ada. Masih berupa tambak rakyat,” kata Nawawi.

Mobile_AP_Rectangle 2

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Nawawi bersama 13 rekan pengusaha tambak lain menyebut, urusan perizinan selama ini terbentur dengan persyaratan. Salah satunya adalah keharusan melampirkan surat sertifikat tanah.

Sementara ini, hal yang dijadikan dasar para pengusaha beroperasi selama ini hanya mengantongi hak kelola yang dikeluarkan oleh pemerintah desa setempat. Bukan hak kelola berupa hak izin usaha (HGU) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional.

Adanya kebijakan dari pemerintah terkait penertiban karena lokasinya di sempadan pantai itu, lanjut Nawawi, diharapkan ada kesetaraan dalam hal perizinan. “Kami ingin ada solusi mengenai petambak-petambak baru ini terkait aturan yang diberlakukan. Dari pemerintah kan menghendaki perizinan,” katanya seusai hearing bersama Komisi B DPRD Jember, kemarin (14/3).

Sebenarnya persoalan tambak di pesisir selatan sudah berlangsung lama, namun terkesan dibiarkan berlarut-larut. Beberapa tahun terakhir kerap memicu konflik horizontal dengan masyarakat setempat. Amanat Perpres Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai minimal 100 meter dari pantai, sepertinya tidak berlaku di sepanjang pesisir JLS, yang terbentang dari Puger hingga Gumukmas.

Plt Kepala Dinas Perikanan Jember Sugiyarto juga mengakui demikian. Secara aturan, wilayah sempadan pantai memang difungsikan sebagai kawasan konservasi dan mitigasi bencana, khususnya tsunami. Nah, mengenai aspirasi para pengusaha tambak itu, pihaknya justru merencanakan adanya relokasi untuk para pengusaha tambak tersebut. “Biar tidak di sempadan pantai lagi. Biar mereka mengurus izinnya, dan nanti kita HPL-kan (hak pengelolaan lahan, Red),” kata Sugiyarto.

Dia menilai, sebagaimana pengusaha, para pemilik usaha tambak di sana tetap diwajibkan memiliki izin. “Kita ingin menata pengusaha itu agar sesuai aturan dan regulasi yang ada. Karena di sempadan pantai tidak bisa, jadi kita lagi menyiapkan tempat relokasinya,” imbuhnya.

Sugiyarto juga menyebut, dari sekitar 29 pengusaha tambak, hanya 3 yang mengantongi izin. Sisanya, jelas belum mengantongi izin. Namun, mengenai penindakan pengusaha tambak yang belum berizin itu, Sugiyarto mengaku hanya mengupayakan langkah persuasif saja. “Kita tidak frontal dan kita tidak pakai ‘tangan besi’. Kita upayakan berbagai macam cara persuasif,” katanya.

Dengan begitu kompleksnya persoalan tambak itu, Komisi B DPRD Jember menyarankan agar sejumlah OPD terkait yang menangani urusan sempadan pantai dan tambak maupun perikanan benar-benar mampu mengurai permasalahan di sana. Sebab, di satu sisi tambak itu menyangkut usaha dari pengusaha yang merupakan bagian dari masyarakat. Namun di sisi lain, ada banyak aturan dan regulasi yang membalut persoalan tambak tersebut. Termasuk soal konflik dengan masyarakat yang sempat menyuarakan penolakan, beberapa tahun lalu. Dewan juga merencanakan bakal melakukan pertemuan lanjutan dengan melibatkan gabungan komisi dan OPD terkait lainnya.

 

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Setelah lama mereda, persoalan tambak di Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, kini mencuat lagi. Jika dulunya banyak disuarakan aktivis dan warga setempat, kali ini justru disuarakan pengusaha tambak. Pasalnya, banyak pengusaha tambak yang tidak mengantongi izin.

Baca Juga : Bekas Tambang Pasir Makan Korban, Bocah 8 Tahun Meninggal Tenggelam

Banyaknya tambak tanpa izin diungkap Nawawi, Ketua Perkumpulan Pertambakan Rakyat (PPR) di Kecamatan Gumukmas. Menurutnya, sejumlah tambak telah lama beroperasi namun tiada izinnya. “Pengusaha tambak sudah beroperasi lama. Ada yang sejak 2015. Bahkan sebelumnya juga ada. Masih berupa tambak rakyat,” kata Nawawi.

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Nawawi bersama 13 rekan pengusaha tambak lain menyebut, urusan perizinan selama ini terbentur dengan persyaratan. Salah satunya adalah keharusan melampirkan surat sertifikat tanah.

Sementara ini, hal yang dijadikan dasar para pengusaha beroperasi selama ini hanya mengantongi hak kelola yang dikeluarkan oleh pemerintah desa setempat. Bukan hak kelola berupa hak izin usaha (HGU) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional.

Adanya kebijakan dari pemerintah terkait penertiban karena lokasinya di sempadan pantai itu, lanjut Nawawi, diharapkan ada kesetaraan dalam hal perizinan. “Kami ingin ada solusi mengenai petambak-petambak baru ini terkait aturan yang diberlakukan. Dari pemerintah kan menghendaki perizinan,” katanya seusai hearing bersama Komisi B DPRD Jember, kemarin (14/3).

Sebenarnya persoalan tambak di pesisir selatan sudah berlangsung lama, namun terkesan dibiarkan berlarut-larut. Beberapa tahun terakhir kerap memicu konflik horizontal dengan masyarakat setempat. Amanat Perpres Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai minimal 100 meter dari pantai, sepertinya tidak berlaku di sepanjang pesisir JLS, yang terbentang dari Puger hingga Gumukmas.

Plt Kepala Dinas Perikanan Jember Sugiyarto juga mengakui demikian. Secara aturan, wilayah sempadan pantai memang difungsikan sebagai kawasan konservasi dan mitigasi bencana, khususnya tsunami. Nah, mengenai aspirasi para pengusaha tambak itu, pihaknya justru merencanakan adanya relokasi untuk para pengusaha tambak tersebut. “Biar tidak di sempadan pantai lagi. Biar mereka mengurus izinnya, dan nanti kita HPL-kan (hak pengelolaan lahan, Red),” kata Sugiyarto.

Dia menilai, sebagaimana pengusaha, para pemilik usaha tambak di sana tetap diwajibkan memiliki izin. “Kita ingin menata pengusaha itu agar sesuai aturan dan regulasi yang ada. Karena di sempadan pantai tidak bisa, jadi kita lagi menyiapkan tempat relokasinya,” imbuhnya.

Sugiyarto juga menyebut, dari sekitar 29 pengusaha tambak, hanya 3 yang mengantongi izin. Sisanya, jelas belum mengantongi izin. Namun, mengenai penindakan pengusaha tambak yang belum berizin itu, Sugiyarto mengaku hanya mengupayakan langkah persuasif saja. “Kita tidak frontal dan kita tidak pakai ‘tangan besi’. Kita upayakan berbagai macam cara persuasif,” katanya.

Dengan begitu kompleksnya persoalan tambak itu, Komisi B DPRD Jember menyarankan agar sejumlah OPD terkait yang menangani urusan sempadan pantai dan tambak maupun perikanan benar-benar mampu mengurai permasalahan di sana. Sebab, di satu sisi tambak itu menyangkut usaha dari pengusaha yang merupakan bagian dari masyarakat. Namun di sisi lain, ada banyak aturan dan regulasi yang membalut persoalan tambak tersebut. Termasuk soal konflik dengan masyarakat yang sempat menyuarakan penolakan, beberapa tahun lalu. Dewan juga merencanakan bakal melakukan pertemuan lanjutan dengan melibatkan gabungan komisi dan OPD terkait lainnya.

 

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Setelah lama mereda, persoalan tambak di Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, kini mencuat lagi. Jika dulunya banyak disuarakan aktivis dan warga setempat, kali ini justru disuarakan pengusaha tambak. Pasalnya, banyak pengusaha tambak yang tidak mengantongi izin.

Baca Juga : Bekas Tambang Pasir Makan Korban, Bocah 8 Tahun Meninggal Tenggelam

Banyaknya tambak tanpa izin diungkap Nawawi, Ketua Perkumpulan Pertambakan Rakyat (PPR) di Kecamatan Gumukmas. Menurutnya, sejumlah tambak telah lama beroperasi namun tiada izinnya. “Pengusaha tambak sudah beroperasi lama. Ada yang sejak 2015. Bahkan sebelumnya juga ada. Masih berupa tambak rakyat,” kata Nawawi.

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Nawawi bersama 13 rekan pengusaha tambak lain menyebut, urusan perizinan selama ini terbentur dengan persyaratan. Salah satunya adalah keharusan melampirkan surat sertifikat tanah.

Sementara ini, hal yang dijadikan dasar para pengusaha beroperasi selama ini hanya mengantongi hak kelola yang dikeluarkan oleh pemerintah desa setempat. Bukan hak kelola berupa hak izin usaha (HGU) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional.

Adanya kebijakan dari pemerintah terkait penertiban karena lokasinya di sempadan pantai itu, lanjut Nawawi, diharapkan ada kesetaraan dalam hal perizinan. “Kami ingin ada solusi mengenai petambak-petambak baru ini terkait aturan yang diberlakukan. Dari pemerintah kan menghendaki perizinan,” katanya seusai hearing bersama Komisi B DPRD Jember, kemarin (14/3).

Sebenarnya persoalan tambak di pesisir selatan sudah berlangsung lama, namun terkesan dibiarkan berlarut-larut. Beberapa tahun terakhir kerap memicu konflik horizontal dengan masyarakat setempat. Amanat Perpres Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai minimal 100 meter dari pantai, sepertinya tidak berlaku di sepanjang pesisir JLS, yang terbentang dari Puger hingga Gumukmas.

Plt Kepala Dinas Perikanan Jember Sugiyarto juga mengakui demikian. Secara aturan, wilayah sempadan pantai memang difungsikan sebagai kawasan konservasi dan mitigasi bencana, khususnya tsunami. Nah, mengenai aspirasi para pengusaha tambak itu, pihaknya justru merencanakan adanya relokasi untuk para pengusaha tambak tersebut. “Biar tidak di sempadan pantai lagi. Biar mereka mengurus izinnya, dan nanti kita HPL-kan (hak pengelolaan lahan, Red),” kata Sugiyarto.

Dia menilai, sebagaimana pengusaha, para pemilik usaha tambak di sana tetap diwajibkan memiliki izin. “Kita ingin menata pengusaha itu agar sesuai aturan dan regulasi yang ada. Karena di sempadan pantai tidak bisa, jadi kita lagi menyiapkan tempat relokasinya,” imbuhnya.

Sugiyarto juga menyebut, dari sekitar 29 pengusaha tambak, hanya 3 yang mengantongi izin. Sisanya, jelas belum mengantongi izin. Namun, mengenai penindakan pengusaha tambak yang belum berizin itu, Sugiyarto mengaku hanya mengupayakan langkah persuasif saja. “Kita tidak frontal dan kita tidak pakai ‘tangan besi’. Kita upayakan berbagai macam cara persuasif,” katanya.

Dengan begitu kompleksnya persoalan tambak itu, Komisi B DPRD Jember menyarankan agar sejumlah OPD terkait yang menangani urusan sempadan pantai dan tambak maupun perikanan benar-benar mampu mengurai permasalahan di sana. Sebab, di satu sisi tambak itu menyangkut usaha dari pengusaha yang merupakan bagian dari masyarakat. Namun di sisi lain, ada banyak aturan dan regulasi yang membalut persoalan tambak tersebut. Termasuk soal konflik dengan masyarakat yang sempat menyuarakan penolakan, beberapa tahun lalu. Dewan juga merencanakan bakal melakukan pertemuan lanjutan dengan melibatkan gabungan komisi dan OPD terkait lainnya.

 

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca