23.5 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

BENCANA: Pemerintah Hanya Fokus Penanganan Bukan Mitigasi

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Riwayat tragedy kebencaan yang ada di Jember harus menjadi perhatian. Mening katnya jumlah wilayah yang tergenang banjir menjadi indikasi parahnya kondisi kerusakan lingkungan.  Salah satu penyebabnya adalah alih fungsi zona- zona penyangga di dataran tinggi. Misalnya, perubahan tanaman dilereng gunung dari pepohonan menjadi tanamanan sawah.

Pakar Manajemen Sumber Daya Air atau Hidroteknik Unmuh, Nanang Syaiful Rizal menilai bahwa selama ini pemerintah daerah untuk menanggulangi banjir hanya sebatass penanganan, tidak melainkan langkah preventif. “Menurut saya yang dilakukan itu sebatas banajir sudah terjadi dan dilakukan penanganan. Itu langkah yang tidak prefentif. Bukankah kita tau DAS kita rusak, bukankah kita tau daerah atas yang gundul yang mana?” jelasnya.

Seharusnya, kondisi- kondisi tersebut dapatt dipetakan oleh pemerintah daerah sebagai langkah mitigasi kebencaan. Setelah dipetakan, lalu dibuat earlu warning system atau system peringatan dini terjadinyaa banjir. “Atau menyiapkan apa yang kita lakukan sebelum bencana terjadi,”  tambahnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Secara lebih modern, mitigasi dapat dilakukana melalui proses digitalisasi computer. Nanang mencontohkan, untuk mengecek potensi daerah yang akan tergenang ketika sungai bedadung akan meluap. Sejatinya,mitigasi jenis ini sudah dilakukan oleh beberapa kabupaten dan kota. Begitupun dengan ancaman bencana lainnya, seperti longsor dan banjir yang akan terjadi akibat dari alih fungsi lahan. “Sedangkan jember masih belum mengaplikasikan. Hanya sebatas, oh itu ada banjir,” tuturnya.

Tak hanya mitigasi yang dilakukan pemerintah yang belum maksimal. Nanang juga menyoroti aspek pendaannya. Selama ini anggaran hanya difokuskan untuk penanganan bencana. Bukan untuk keperluan mitigasi. Jika kondisinya berlarut demikian, maka akan banyak korban dan biaya yang lebih besar dikeluarkan.

Menurutnya, pemerintah daerah bersama dengan OPD terkait harus dapat meningkatkan sinergitas. Misalnya, anatar dinas kehutanan, dinas pengairan, yang muaranya adanya pembentukan undang- undang atau perda untuk mitigasi bencana yang lebih baik.

Materi Kebencaanan Perlu Dimasukan Dalam Muatan Lokal

Salah satu upaya mitigasi yang harus dilakukan oleh pemerintah melalui dinas pendidikan adalah menetapkan materi kebencaan dalam mata pelajaran muatan local di sekolah. Hal ini diuangkapkan oleh Dosen Manajemen Pendidikan UIN KHAS Jember, Ahmad Winarno. Materi ini menyasar siswa kalangan SD, SMP dan SMA. Prinsipnya, mata pelajaran muatan local kebencaan yang tidak bertentangan dengan aturan kurikulum yang lebih tinggi. Ia mencontohnya, muatan local Bahasa Osing yang telah diterapkan di Banyuwangi. Adanya mata pelajaran bahasa osing sebagaai muatan local di Banyuwangi merupakan bentuk penyesuaiaan kurikulum pendidikan dengan kondisi local Banyuwangi. Hal ini sama dengan Jember, yang memiliki riwayat kondisi kebencaan  cukup serius.

“Saya kira, perlu kemudian sejak dini dikenalkan berkaitan dengan kebencanaan,” tuturnya.

Dalam SD misalnya, mata pelajaran itu diintgrasikan dengan kurikulum K13, yaitu pembelajaran tematik. Tak hanya pengetahuan yang sifatnya materi, pemahaman perlu diupayakan dengan praktik langsung dari guru – guru atau belajar secara langsung dengan BPBBD.

Sedangkan untuk tingkat sekolah SMP dan SMA mata pelajaran kebencanaan diintegrasikan dengan pendidikan IPA, dengan berintegrasi dengan BPBD, sebagai badan khussus yang menanggulangi kebencaan.

Menurutnya, dalam hal ini lembagga sekolah tidak perlu melakukan rekrutmen guru khusus untuk mata pelajaran kebencanaan. Sebab, nantinya akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang cukup besar. Sehingga menurutnya, mata pelajaran kebencaan diampu oleh guru yang memiliki latar belakang serupa. Misalnya guru Geografi.

Untuk memaksimalkan realisasinya, pemerintah daerah perlu membuat perbub agar dapat diterapkan di semua sekolah. Sehingga penanggulangan kebencaan di tingkat pendidikan menjadi perhatian khusus. Harapannya, para siswa dapat mengerti secara detail mengenai apa yang terjadi dilapangan dan upaya untuk mencegah terjadinya becana itu sendiri.

“Semua pemaangku kebijakan terlibat. Cuman kita harus melihat bupati, DPRD nya bagaimana,” pungkasnya.

Reporter : Dian Cahyani/Radar Jember

Fotografer : Dokumentasi Radar Jember

Editor : Mahrus Sholih/Radar Jember

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Riwayat tragedy kebencaan yang ada di Jember harus menjadi perhatian. Mening katnya jumlah wilayah yang tergenang banjir menjadi indikasi parahnya kondisi kerusakan lingkungan.  Salah satu penyebabnya adalah alih fungsi zona- zona penyangga di dataran tinggi. Misalnya, perubahan tanaman dilereng gunung dari pepohonan menjadi tanamanan sawah.

Pakar Manajemen Sumber Daya Air atau Hidroteknik Unmuh, Nanang Syaiful Rizal menilai bahwa selama ini pemerintah daerah untuk menanggulangi banjir hanya sebatass penanganan, tidak melainkan langkah preventif. “Menurut saya yang dilakukan itu sebatas banajir sudah terjadi dan dilakukan penanganan. Itu langkah yang tidak prefentif. Bukankah kita tau DAS kita rusak, bukankah kita tau daerah atas yang gundul yang mana?” jelasnya.

Seharusnya, kondisi- kondisi tersebut dapatt dipetakan oleh pemerintah daerah sebagai langkah mitigasi kebencaan. Setelah dipetakan, lalu dibuat earlu warning system atau system peringatan dini terjadinyaa banjir. “Atau menyiapkan apa yang kita lakukan sebelum bencana terjadi,”  tambahnya.

Secara lebih modern, mitigasi dapat dilakukana melalui proses digitalisasi computer. Nanang mencontohkan, untuk mengecek potensi daerah yang akan tergenang ketika sungai bedadung akan meluap. Sejatinya,mitigasi jenis ini sudah dilakukan oleh beberapa kabupaten dan kota. Begitupun dengan ancaman bencana lainnya, seperti longsor dan banjir yang akan terjadi akibat dari alih fungsi lahan. “Sedangkan jember masih belum mengaplikasikan. Hanya sebatas, oh itu ada banjir,” tuturnya.

Tak hanya mitigasi yang dilakukan pemerintah yang belum maksimal. Nanang juga menyoroti aspek pendaannya. Selama ini anggaran hanya difokuskan untuk penanganan bencana. Bukan untuk keperluan mitigasi. Jika kondisinya berlarut demikian, maka akan banyak korban dan biaya yang lebih besar dikeluarkan.

Menurutnya, pemerintah daerah bersama dengan OPD terkait harus dapat meningkatkan sinergitas. Misalnya, anatar dinas kehutanan, dinas pengairan, yang muaranya adanya pembentukan undang- undang atau perda untuk mitigasi bencana yang lebih baik.

Materi Kebencaanan Perlu Dimasukan Dalam Muatan Lokal

Salah satu upaya mitigasi yang harus dilakukan oleh pemerintah melalui dinas pendidikan adalah menetapkan materi kebencaan dalam mata pelajaran muatan local di sekolah. Hal ini diuangkapkan oleh Dosen Manajemen Pendidikan UIN KHAS Jember, Ahmad Winarno. Materi ini menyasar siswa kalangan SD, SMP dan SMA. Prinsipnya, mata pelajaran muatan local kebencaan yang tidak bertentangan dengan aturan kurikulum yang lebih tinggi. Ia mencontohnya, muatan local Bahasa Osing yang telah diterapkan di Banyuwangi. Adanya mata pelajaran bahasa osing sebagaai muatan local di Banyuwangi merupakan bentuk penyesuaiaan kurikulum pendidikan dengan kondisi local Banyuwangi. Hal ini sama dengan Jember, yang memiliki riwayat kondisi kebencaan  cukup serius.

“Saya kira, perlu kemudian sejak dini dikenalkan berkaitan dengan kebencanaan,” tuturnya.

Dalam SD misalnya, mata pelajaran itu diintgrasikan dengan kurikulum K13, yaitu pembelajaran tematik. Tak hanya pengetahuan yang sifatnya materi, pemahaman perlu diupayakan dengan praktik langsung dari guru – guru atau belajar secara langsung dengan BPBBD.

Sedangkan untuk tingkat sekolah SMP dan SMA mata pelajaran kebencanaan diintegrasikan dengan pendidikan IPA, dengan berintegrasi dengan BPBD, sebagai badan khussus yang menanggulangi kebencaan.

Menurutnya, dalam hal ini lembagga sekolah tidak perlu melakukan rekrutmen guru khusus untuk mata pelajaran kebencanaan. Sebab, nantinya akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang cukup besar. Sehingga menurutnya, mata pelajaran kebencaan diampu oleh guru yang memiliki latar belakang serupa. Misalnya guru Geografi.

Untuk memaksimalkan realisasinya, pemerintah daerah perlu membuat perbub agar dapat diterapkan di semua sekolah. Sehingga penanggulangan kebencaan di tingkat pendidikan menjadi perhatian khusus. Harapannya, para siswa dapat mengerti secara detail mengenai apa yang terjadi dilapangan dan upaya untuk mencegah terjadinya becana itu sendiri.

“Semua pemaangku kebijakan terlibat. Cuman kita harus melihat bupati, DPRD nya bagaimana,” pungkasnya.

Reporter : Dian Cahyani/Radar Jember

Fotografer : Dokumentasi Radar Jember

Editor : Mahrus Sholih/Radar Jember

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Riwayat tragedy kebencaan yang ada di Jember harus menjadi perhatian. Mening katnya jumlah wilayah yang tergenang banjir menjadi indikasi parahnya kondisi kerusakan lingkungan.  Salah satu penyebabnya adalah alih fungsi zona- zona penyangga di dataran tinggi. Misalnya, perubahan tanaman dilereng gunung dari pepohonan menjadi tanamanan sawah.

Pakar Manajemen Sumber Daya Air atau Hidroteknik Unmuh, Nanang Syaiful Rizal menilai bahwa selama ini pemerintah daerah untuk menanggulangi banjir hanya sebatass penanganan, tidak melainkan langkah preventif. “Menurut saya yang dilakukan itu sebatas banajir sudah terjadi dan dilakukan penanganan. Itu langkah yang tidak prefentif. Bukankah kita tau DAS kita rusak, bukankah kita tau daerah atas yang gundul yang mana?” jelasnya.

Seharusnya, kondisi- kondisi tersebut dapatt dipetakan oleh pemerintah daerah sebagai langkah mitigasi kebencaan. Setelah dipetakan, lalu dibuat earlu warning system atau system peringatan dini terjadinyaa banjir. “Atau menyiapkan apa yang kita lakukan sebelum bencana terjadi,”  tambahnya.

Secara lebih modern, mitigasi dapat dilakukana melalui proses digitalisasi computer. Nanang mencontohkan, untuk mengecek potensi daerah yang akan tergenang ketika sungai bedadung akan meluap. Sejatinya,mitigasi jenis ini sudah dilakukan oleh beberapa kabupaten dan kota. Begitupun dengan ancaman bencana lainnya, seperti longsor dan banjir yang akan terjadi akibat dari alih fungsi lahan. “Sedangkan jember masih belum mengaplikasikan. Hanya sebatas, oh itu ada banjir,” tuturnya.

Tak hanya mitigasi yang dilakukan pemerintah yang belum maksimal. Nanang juga menyoroti aspek pendaannya. Selama ini anggaran hanya difokuskan untuk penanganan bencana. Bukan untuk keperluan mitigasi. Jika kondisinya berlarut demikian, maka akan banyak korban dan biaya yang lebih besar dikeluarkan.

Menurutnya, pemerintah daerah bersama dengan OPD terkait harus dapat meningkatkan sinergitas. Misalnya, anatar dinas kehutanan, dinas pengairan, yang muaranya adanya pembentukan undang- undang atau perda untuk mitigasi bencana yang lebih baik.

Materi Kebencaanan Perlu Dimasukan Dalam Muatan Lokal

Salah satu upaya mitigasi yang harus dilakukan oleh pemerintah melalui dinas pendidikan adalah menetapkan materi kebencaan dalam mata pelajaran muatan local di sekolah. Hal ini diuangkapkan oleh Dosen Manajemen Pendidikan UIN KHAS Jember, Ahmad Winarno. Materi ini menyasar siswa kalangan SD, SMP dan SMA. Prinsipnya, mata pelajaran muatan local kebencaan yang tidak bertentangan dengan aturan kurikulum yang lebih tinggi. Ia mencontohnya, muatan local Bahasa Osing yang telah diterapkan di Banyuwangi. Adanya mata pelajaran bahasa osing sebagaai muatan local di Banyuwangi merupakan bentuk penyesuaiaan kurikulum pendidikan dengan kondisi local Banyuwangi. Hal ini sama dengan Jember, yang memiliki riwayat kondisi kebencaan  cukup serius.

“Saya kira, perlu kemudian sejak dini dikenalkan berkaitan dengan kebencanaan,” tuturnya.

Dalam SD misalnya, mata pelajaran itu diintgrasikan dengan kurikulum K13, yaitu pembelajaran tematik. Tak hanya pengetahuan yang sifatnya materi, pemahaman perlu diupayakan dengan praktik langsung dari guru – guru atau belajar secara langsung dengan BPBBD.

Sedangkan untuk tingkat sekolah SMP dan SMA mata pelajaran kebencanaan diintegrasikan dengan pendidikan IPA, dengan berintegrasi dengan BPBD, sebagai badan khussus yang menanggulangi kebencaan.

Menurutnya, dalam hal ini lembagga sekolah tidak perlu melakukan rekrutmen guru khusus untuk mata pelajaran kebencanaan. Sebab, nantinya akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang cukup besar. Sehingga menurutnya, mata pelajaran kebencaan diampu oleh guru yang memiliki latar belakang serupa. Misalnya guru Geografi.

Untuk memaksimalkan realisasinya, pemerintah daerah perlu membuat perbub agar dapat diterapkan di semua sekolah. Sehingga penanggulangan kebencaan di tingkat pendidikan menjadi perhatian khusus. Harapannya, para siswa dapat mengerti secara detail mengenai apa yang terjadi dilapangan dan upaya untuk mencegah terjadinya becana itu sendiri.

“Semua pemaangku kebijakan terlibat. Cuman kita harus melihat bupati, DPRD nya bagaimana,” pungkasnya.

Reporter : Dian Cahyani/Radar Jember

Fotografer : Dokumentasi Radar Jember

Editor : Mahrus Sholih/Radar Jember

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca