TEGALGEDE, RADARJEMBER.ID – Dalam kurun waktu sehari, Dinas Tenaga Kerja tak luput menerima aduan perselisihan. Terlebih saat pandemi. Rata-rata perselisihan tenaga kerja didominasi karena pemenuhan hak dan PHK.
Misalkan hak tenaga kerja tersebut kurang dipenuhi. Meliputi hak upah lembur yang tidak diberikan, hak mendapat pesangon ketika berhenti atau diberhentikan dalam pekerjaannya, serta yang lainnya. Adanya pula pemberhentian kerja secara sepihak. “Selama pandemi ini ada saja. Minimal ada dua orang melakukan laporan perselisihan setiap hari,” ungkap Kepala Dinas Tenaga Kerja Bambang Edy Santoso.
Mereka yang berselisih dalam urusan tenaga kerja memiliki latar belakang perusahaan yang beragam. Mulai dari perusahaan kecil hingga perusahaan besar. Cakupannya tidak hanya pekerja yang bekerja di Jember. Namun, juga masyarakat Jember yang bekerja di luar daerah. Bambang tidak dapat menjelaskan jumlah maksimal pengaduan yang diterima setiap hari. “Jumlahnya sangat variatif,” imbuhnya.
Pakar Hak Asasi Manusia (HAM) Universitas Jember Al-Khanif mengungkapkan bahwa persoalan ini sering memunculkan kesenjangan antara tanggung jawab pelaku usaha dan penerima hak atau karyawan. Sejatinya, semua perusahaan memiliki tanggung jawab yang sama untuk karyawannya. Dalam hal ini karyawan bisa mendapatkan hak gaji dan tunjangannya sesuai dengan kondisi normal atau mengalami penurunan yang tidak begitu signifikan melalui subsidi dari pemerintah yang disalurkan pada masing-masing perusahaan.

Prinsipnya, jika perusahaan tidak melaporkan secara resmi jumlah karyawannya, maka negara juga tidak bisa memberi subsidi melalui perusahaan itu. Menurutnya, banyak perusahaan yang tidak melakukan pelaporan jumlah karyawannya. Hal ini terjadi tidak hanya di Jember, namun juga di daerah lainnya. Bahkan cakupannya nasional. “Di Indonesia, banyak perusahaan yang tidak melaporkan kondisi riil perusahaan, sehingga ketika menghadapi situasi emergency seperti pandemi saat ini menyulitkan administrasi,” jelas dosen fakultas hukum ini, Selasa (14/9).
Perselisihan antara pekerja dan perusahaan sering kali masih memihak perusahaan, sehingga mereka yang akan menang perkara, atau perselisihan akan terselesaikan dengan jalur kompromi. Pandemi harus dijadikan momentum untuk memperkuat serikat pekerja. Sebab, dia menilai, selama ini bargaining serikat pekerja masih sangat lemah. “Nyaris tidak banyak kebijakan pemerintah yang berpihak pada pekerja. Saat ini masih belum ada upaya yang serius dari pemerintah menangani persoalan industrial, sehingga PHK yang merugikan pekerja akan terus terjadi,” pungkasnya.
Reporter : Dian Cahyani
Fotografer : Delfi Nihayah
Editor : Lintang Anis Bena Kinanti