29 C
Jember
Thursday, 30 March 2023

Kasus Perempuan dan Anak Dinilai Tinggi, Realisasikan dan Kawal UU TPKS

KASUS PEREMPUAN DAN ANAK SELAMA 2022: Kementerian PPPA menyebutkan ada 201 kasus perempuan dan anak. KDRT mencapai 135 kasus. Sebanyak 75 korban adalah perempuan. Kekerasan yang dialami anak-anak mencapai 197 kasus. Pengajuan dispensasi nikah dini sebanyak 1.357 permohonan. Angka perceraian kedua di Jatim dengan jumlah 6.333 kasus.

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID– Pemerintah Daerah dan DPRD Jember didesak untuk segera menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara menyeluruh. Seruan itu disampaikan oleh Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Jember.

Ketua Korps Putri (Kopri) PC PMII Jember Kholisatul Hasanah menyebut, selama ini tingginya angka kekerasan seksual, pernikahan dini, hingga perceraian di Jember belum menjadi perhatian serius oleh pemerintah. “Kompleksnya permasalahan yang ada di Jember mengenai perempuan dan anak ini sudah harus menjadi isu kemanusiaan dan harus segera dituntaskan,” pintanya.

Menurutnya, ruang-ruang publik, sektor pendidikan, lingkungan, dan sektor tenaga kerja harus memenuhi perlindungan. Utamanya bagi perempuan dan anak. Sebagaimana amanat UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022. Ia mengutip data dari Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), yang menyebut Jember selama tahun 2022 menempati posisi pertama dengan jumlah 201 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Mobile_AP_Rectangle 2

Lalu, angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 135 kasus, dan 75 di antaranya korbannya adalah perempuan. Sementara, kekerasan pada anak, sepanjang tahun 2022 telah terjadi sebanyak 197 kasus. Didominasi kekerasan seksual dan psikis. Tak sampai di situ, kasus pernikahan dini di Jember juga tertinggi kedua se-Jawa Timur, dengan jumlah pengajuan dispensasi sebanyak 1.357 permohonan.

Kemudian, angka perceraian di Jember juga tertinggi kedua di Jawa Timur dengan jumlah 6.333 kasus perceraian. “Ini menunjukkan lemahnya upaya penanganan dan pencegahan. Harusnya ditangani lebih serius dan berkala. Bukan ujuk-ujuk selesai secara kekeluargaan tanpa pendampingan lanjutan kepada korban,” beber Hasanah, dalam audiensi yang dilangsungkan di lantai 3 Gedung DPRD Jember, Jumat (10/3).

Saat itu, mereka mengutarakan langsung di hadapan sejumlah pihak terkait. Seperti Kepala DP3AKB Jember, Kepala Disnaker Jember, Kepala Dinkes Jember, Kasi Bimas Islam Kemenag Jember, dan Pimpinan DPRD.

Mereka juga menuntut pemerintah daerah dan DPRD menyosialisasikan, mengawal UU TPKS tersebut, menekan kasus-kasus terkait perempuan dan anak, termasuk soal perceraian dan dispensasi nikah, serta menuntut pengalokasian penanganan dari APBD. “Hasil pertemuan dan tuntutan itu sudah diuraikan semua dalam berita acara, dan telah dibubuhkan tandatangan dari pihak-pihak terkait,” imbuh Dedy Dwi Setiawan, Wakil Ketua DPRD Jember. (mau/c2/nur)

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID– Pemerintah Daerah dan DPRD Jember didesak untuk segera menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara menyeluruh. Seruan itu disampaikan oleh Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Jember.

Ketua Korps Putri (Kopri) PC PMII Jember Kholisatul Hasanah menyebut, selama ini tingginya angka kekerasan seksual, pernikahan dini, hingga perceraian di Jember belum menjadi perhatian serius oleh pemerintah. “Kompleksnya permasalahan yang ada di Jember mengenai perempuan dan anak ini sudah harus menjadi isu kemanusiaan dan harus segera dituntaskan,” pintanya.

Menurutnya, ruang-ruang publik, sektor pendidikan, lingkungan, dan sektor tenaga kerja harus memenuhi perlindungan. Utamanya bagi perempuan dan anak. Sebagaimana amanat UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022. Ia mengutip data dari Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), yang menyebut Jember selama tahun 2022 menempati posisi pertama dengan jumlah 201 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Lalu, angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 135 kasus, dan 75 di antaranya korbannya adalah perempuan. Sementara, kekerasan pada anak, sepanjang tahun 2022 telah terjadi sebanyak 197 kasus. Didominasi kekerasan seksual dan psikis. Tak sampai di situ, kasus pernikahan dini di Jember juga tertinggi kedua se-Jawa Timur, dengan jumlah pengajuan dispensasi sebanyak 1.357 permohonan.

Kemudian, angka perceraian di Jember juga tertinggi kedua di Jawa Timur dengan jumlah 6.333 kasus perceraian. “Ini menunjukkan lemahnya upaya penanganan dan pencegahan. Harusnya ditangani lebih serius dan berkala. Bukan ujuk-ujuk selesai secara kekeluargaan tanpa pendampingan lanjutan kepada korban,” beber Hasanah, dalam audiensi yang dilangsungkan di lantai 3 Gedung DPRD Jember, Jumat (10/3).

Saat itu, mereka mengutarakan langsung di hadapan sejumlah pihak terkait. Seperti Kepala DP3AKB Jember, Kepala Disnaker Jember, Kepala Dinkes Jember, Kasi Bimas Islam Kemenag Jember, dan Pimpinan DPRD.

Mereka juga menuntut pemerintah daerah dan DPRD menyosialisasikan, mengawal UU TPKS tersebut, menekan kasus-kasus terkait perempuan dan anak, termasuk soal perceraian dan dispensasi nikah, serta menuntut pengalokasian penanganan dari APBD. “Hasil pertemuan dan tuntutan itu sudah diuraikan semua dalam berita acara, dan telah dibubuhkan tandatangan dari pihak-pihak terkait,” imbuh Dedy Dwi Setiawan, Wakil Ketua DPRD Jember. (mau/c2/nur)

JEMBER, RADARJEMBER.ID– Pemerintah Daerah dan DPRD Jember didesak untuk segera menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara menyeluruh. Seruan itu disampaikan oleh Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Jember.

Ketua Korps Putri (Kopri) PC PMII Jember Kholisatul Hasanah menyebut, selama ini tingginya angka kekerasan seksual, pernikahan dini, hingga perceraian di Jember belum menjadi perhatian serius oleh pemerintah. “Kompleksnya permasalahan yang ada di Jember mengenai perempuan dan anak ini sudah harus menjadi isu kemanusiaan dan harus segera dituntaskan,” pintanya.

Menurutnya, ruang-ruang publik, sektor pendidikan, lingkungan, dan sektor tenaga kerja harus memenuhi perlindungan. Utamanya bagi perempuan dan anak. Sebagaimana amanat UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022. Ia mengutip data dari Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), yang menyebut Jember selama tahun 2022 menempati posisi pertama dengan jumlah 201 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Lalu, angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 135 kasus, dan 75 di antaranya korbannya adalah perempuan. Sementara, kekerasan pada anak, sepanjang tahun 2022 telah terjadi sebanyak 197 kasus. Didominasi kekerasan seksual dan psikis. Tak sampai di situ, kasus pernikahan dini di Jember juga tertinggi kedua se-Jawa Timur, dengan jumlah pengajuan dispensasi sebanyak 1.357 permohonan.

Kemudian, angka perceraian di Jember juga tertinggi kedua di Jawa Timur dengan jumlah 6.333 kasus perceraian. “Ini menunjukkan lemahnya upaya penanganan dan pencegahan. Harusnya ditangani lebih serius dan berkala. Bukan ujuk-ujuk selesai secara kekeluargaan tanpa pendampingan lanjutan kepada korban,” beber Hasanah, dalam audiensi yang dilangsungkan di lantai 3 Gedung DPRD Jember, Jumat (10/3).

Saat itu, mereka mengutarakan langsung di hadapan sejumlah pihak terkait. Seperti Kepala DP3AKB Jember, Kepala Disnaker Jember, Kepala Dinkes Jember, Kasi Bimas Islam Kemenag Jember, dan Pimpinan DPRD.

Mereka juga menuntut pemerintah daerah dan DPRD menyosialisasikan, mengawal UU TPKS tersebut, menekan kasus-kasus terkait perempuan dan anak, termasuk soal perceraian dan dispensasi nikah, serta menuntut pengalokasian penanganan dari APBD. “Hasil pertemuan dan tuntutan itu sudah diuraikan semua dalam berita acara, dan telah dibubuhkan tandatangan dari pihak-pihak terkait,” imbuh Dedy Dwi Setiawan, Wakil Ketua DPRD Jember. (mau/c2/nur)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca