24.5 C
Jember
Tuesday, 6 June 2023

Popularitas Tak Pengaruhi Perolehan Suara

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kontestasi Pilkada 2020 di Jember menarik perhatian masyarakat. Karena ternyata, popularitas calon tak berbanding lurus dengan perolehan suara. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil perhitungan suara versi hitung cepat yang memenangkan pasangan calon (paslon) Hendy Siswanto-M. Balya Firjaun Barlaman. Padahal, berdasar survei popularitas sebelumnya, calon petahana Faida, jauh lebih populer ketimbang Hendy. Faida di atas 90 persen, sedangkan Hendy hanya 65 persen.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Jember Muhammad Iqbal menyatakan, pada umumnya, kunci kemenangan kandidat atau perolehan suara elektoral untuk memenangkan kontestasi ditentukan tiga hal. Yakni, elektabilitas, kapasitas, dan popularitas. “Ternyata, aspek popularitas, entah kandidat adalah petahana, pengusaha, kiai, atau artis sekalipun, tidak berpengaruh dalam menentukan kemenangan kandidat dalam Pilkada Jember 2020,” papar Iqbal.

Meski kalah populer, elektabilitas paslon Hendy-Firjaun jauh lebih baik daripada dua paslon lainnya. Naiknya elektabilitas itu, kata Iqbal, diperoleh dari kerja keras kandidat, tim sukses, relawan, dan mesin parpol dalam mengampanyekan program-program kerja kepada simpul-simpul di basis pemilih. “Hasil survei menunjukkan penetrasi kampanye dari kandidat, timses, relawan dan mesin parpol Hendy-Firjaun jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan tim Faida-Vian dan Salam-Ifan,” terangnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Dia menambahkan, hasil hitung cepat Hendy-Firjaun hanya kalah di tiga kecamatan. Ledokombo, Sumberjambe, dan Tempurejo. Sedangkan di 28 kecamatan lain, paslon nomor urut dua itu meraih kemenangan.

Tak hanya elektabilitas, kapasitas Hendy-Firjaun dinilainya juga lebih unggul. Kapasitas tersebut berkaitan dengan kompetensi dan kemampuan kandidat sesuai latar belakang profesinya. Bukan identitas profesi seperti kiai dan pengusaha. Namun, lebih pada kemampuan dan kompetensi untuk berani melakukan eksekusi dan berkarakter kuat. Dengan begitu, pemilih mempersepsikan bahwa kandidat bisa dipercaya untuk memimpin dan mampu membuat perubahan yang lebih baik.

“Pada aspek kapasitas ini, banyak hasil survei yang menempatkan pasangan Hendy-Firjaun dipersepsikan lebih bisa dipercaya, mampu, dan kompeten daripada Faida-Vian dan Salam-Ifan,” pungkasnya. Jadi, Iqbal menyimpulkan, kunci utama kemenangan Hendy-Firjaun ada pada elektabilitas dan kapasitas, bukan popularitas atau latar belakang mereka sebagai pengusaha-kiai.

Pendapat Iqbal tersebut mementahkan anggapan yang menyebut kemenangan Hendy-Firjaun lebih karena komposisi keduanya yang berlatar belakang pengusaha-kiai. Komposisi itu dianggap ideal sehingga bisa diterima publik. “Kalau didasarkan pada statistik hitung cepat, hampir dipastikan tak ada data keterpilihan kandidat berdasar pada kombinasi asal profesinya,” imbuhnya.

Berdasar hasil quick count yang dirilis LSI Denny JA yang bekerja sama dengan Charta Politika, kunci kemenangan Hendy-Firjaun, diakui Iqbal berkat keunggulan suara di tiga daerah pemilihan (dapil). Yaitu, dapil 1, 3, dan 4 yang meraih dukungan di atas 50% suara. “Selain itu, di Dapil 5 menyumbang suara kemenangan hampir 50 persen,” ungkapnya.

Artinya, dia menambahkan, kalau dibaca secara demografis, Hendy-Firjaun pada umumnya unggul di basis suara masyarakat perkotaan dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Yakni, Sumbersari, Kaliwates, dan Patrang.

Minimnya dukungan masyarakat perkotaan, Iqbal berkata, karena selama lima tahun kepemimpinan petahana lebih banyak diterpa hard issue yang cenderung dinilai buruk kinerjanya. “Umumnya, psikologi masyarakat perkotaan lebih aktif mengikuti arus informasi kebijakan bupati,” katanya.

Faktor lain, Hendy-Firjaun unggul lantaran dukungan dari basis suara masyarakat pesisir. Seperti Ambulu dan Puger. Munculnya kontroversi bantuan pelampung nelayan dari Bupati Faida, dinilainya sangat mungkin memengaruhi psikologis dan persepsi politik pemilih kawasan pesisir. Sebab, muncul sentimen negatif masyarakat nelayan terhadap Faida. Berdasar faktor-faktor itulah, Iqbal menuturkan bahwa pemilih menjadi kurang berminat pada kepemimpinan Faida sehingga memerlukan perubahan dan pergantian kepala daerah.

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kontestasi Pilkada 2020 di Jember menarik perhatian masyarakat. Karena ternyata, popularitas calon tak berbanding lurus dengan perolehan suara. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil perhitungan suara versi hitung cepat yang memenangkan pasangan calon (paslon) Hendy Siswanto-M. Balya Firjaun Barlaman. Padahal, berdasar survei popularitas sebelumnya, calon petahana Faida, jauh lebih populer ketimbang Hendy. Faida di atas 90 persen, sedangkan Hendy hanya 65 persen.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Jember Muhammad Iqbal menyatakan, pada umumnya, kunci kemenangan kandidat atau perolehan suara elektoral untuk memenangkan kontestasi ditentukan tiga hal. Yakni, elektabilitas, kapasitas, dan popularitas. “Ternyata, aspek popularitas, entah kandidat adalah petahana, pengusaha, kiai, atau artis sekalipun, tidak berpengaruh dalam menentukan kemenangan kandidat dalam Pilkada Jember 2020,” papar Iqbal.

Meski kalah populer, elektabilitas paslon Hendy-Firjaun jauh lebih baik daripada dua paslon lainnya. Naiknya elektabilitas itu, kata Iqbal, diperoleh dari kerja keras kandidat, tim sukses, relawan, dan mesin parpol dalam mengampanyekan program-program kerja kepada simpul-simpul di basis pemilih. “Hasil survei menunjukkan penetrasi kampanye dari kandidat, timses, relawan dan mesin parpol Hendy-Firjaun jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan tim Faida-Vian dan Salam-Ifan,” terangnya.

Dia menambahkan, hasil hitung cepat Hendy-Firjaun hanya kalah di tiga kecamatan. Ledokombo, Sumberjambe, dan Tempurejo. Sedangkan di 28 kecamatan lain, paslon nomor urut dua itu meraih kemenangan.

Tak hanya elektabilitas, kapasitas Hendy-Firjaun dinilainya juga lebih unggul. Kapasitas tersebut berkaitan dengan kompetensi dan kemampuan kandidat sesuai latar belakang profesinya. Bukan identitas profesi seperti kiai dan pengusaha. Namun, lebih pada kemampuan dan kompetensi untuk berani melakukan eksekusi dan berkarakter kuat. Dengan begitu, pemilih mempersepsikan bahwa kandidat bisa dipercaya untuk memimpin dan mampu membuat perubahan yang lebih baik.

“Pada aspek kapasitas ini, banyak hasil survei yang menempatkan pasangan Hendy-Firjaun dipersepsikan lebih bisa dipercaya, mampu, dan kompeten daripada Faida-Vian dan Salam-Ifan,” pungkasnya. Jadi, Iqbal menyimpulkan, kunci utama kemenangan Hendy-Firjaun ada pada elektabilitas dan kapasitas, bukan popularitas atau latar belakang mereka sebagai pengusaha-kiai.

Pendapat Iqbal tersebut mementahkan anggapan yang menyebut kemenangan Hendy-Firjaun lebih karena komposisi keduanya yang berlatar belakang pengusaha-kiai. Komposisi itu dianggap ideal sehingga bisa diterima publik. “Kalau didasarkan pada statistik hitung cepat, hampir dipastikan tak ada data keterpilihan kandidat berdasar pada kombinasi asal profesinya,” imbuhnya.

Berdasar hasil quick count yang dirilis LSI Denny JA yang bekerja sama dengan Charta Politika, kunci kemenangan Hendy-Firjaun, diakui Iqbal berkat keunggulan suara di tiga daerah pemilihan (dapil). Yaitu, dapil 1, 3, dan 4 yang meraih dukungan di atas 50% suara. “Selain itu, di Dapil 5 menyumbang suara kemenangan hampir 50 persen,” ungkapnya.

Artinya, dia menambahkan, kalau dibaca secara demografis, Hendy-Firjaun pada umumnya unggul di basis suara masyarakat perkotaan dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Yakni, Sumbersari, Kaliwates, dan Patrang.

Minimnya dukungan masyarakat perkotaan, Iqbal berkata, karena selama lima tahun kepemimpinan petahana lebih banyak diterpa hard issue yang cenderung dinilai buruk kinerjanya. “Umumnya, psikologi masyarakat perkotaan lebih aktif mengikuti arus informasi kebijakan bupati,” katanya.

Faktor lain, Hendy-Firjaun unggul lantaran dukungan dari basis suara masyarakat pesisir. Seperti Ambulu dan Puger. Munculnya kontroversi bantuan pelampung nelayan dari Bupati Faida, dinilainya sangat mungkin memengaruhi psikologis dan persepsi politik pemilih kawasan pesisir. Sebab, muncul sentimen negatif masyarakat nelayan terhadap Faida. Berdasar faktor-faktor itulah, Iqbal menuturkan bahwa pemilih menjadi kurang berminat pada kepemimpinan Faida sehingga memerlukan perubahan dan pergantian kepala daerah.

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kontestasi Pilkada 2020 di Jember menarik perhatian masyarakat. Karena ternyata, popularitas calon tak berbanding lurus dengan perolehan suara. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil perhitungan suara versi hitung cepat yang memenangkan pasangan calon (paslon) Hendy Siswanto-M. Balya Firjaun Barlaman. Padahal, berdasar survei popularitas sebelumnya, calon petahana Faida, jauh lebih populer ketimbang Hendy. Faida di atas 90 persen, sedangkan Hendy hanya 65 persen.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Jember Muhammad Iqbal menyatakan, pada umumnya, kunci kemenangan kandidat atau perolehan suara elektoral untuk memenangkan kontestasi ditentukan tiga hal. Yakni, elektabilitas, kapasitas, dan popularitas. “Ternyata, aspek popularitas, entah kandidat adalah petahana, pengusaha, kiai, atau artis sekalipun, tidak berpengaruh dalam menentukan kemenangan kandidat dalam Pilkada Jember 2020,” papar Iqbal.

Meski kalah populer, elektabilitas paslon Hendy-Firjaun jauh lebih baik daripada dua paslon lainnya. Naiknya elektabilitas itu, kata Iqbal, diperoleh dari kerja keras kandidat, tim sukses, relawan, dan mesin parpol dalam mengampanyekan program-program kerja kepada simpul-simpul di basis pemilih. “Hasil survei menunjukkan penetrasi kampanye dari kandidat, timses, relawan dan mesin parpol Hendy-Firjaun jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan tim Faida-Vian dan Salam-Ifan,” terangnya.

Dia menambahkan, hasil hitung cepat Hendy-Firjaun hanya kalah di tiga kecamatan. Ledokombo, Sumberjambe, dan Tempurejo. Sedangkan di 28 kecamatan lain, paslon nomor urut dua itu meraih kemenangan.

Tak hanya elektabilitas, kapasitas Hendy-Firjaun dinilainya juga lebih unggul. Kapasitas tersebut berkaitan dengan kompetensi dan kemampuan kandidat sesuai latar belakang profesinya. Bukan identitas profesi seperti kiai dan pengusaha. Namun, lebih pada kemampuan dan kompetensi untuk berani melakukan eksekusi dan berkarakter kuat. Dengan begitu, pemilih mempersepsikan bahwa kandidat bisa dipercaya untuk memimpin dan mampu membuat perubahan yang lebih baik.

“Pada aspek kapasitas ini, banyak hasil survei yang menempatkan pasangan Hendy-Firjaun dipersepsikan lebih bisa dipercaya, mampu, dan kompeten daripada Faida-Vian dan Salam-Ifan,” pungkasnya. Jadi, Iqbal menyimpulkan, kunci utama kemenangan Hendy-Firjaun ada pada elektabilitas dan kapasitas, bukan popularitas atau latar belakang mereka sebagai pengusaha-kiai.

Pendapat Iqbal tersebut mementahkan anggapan yang menyebut kemenangan Hendy-Firjaun lebih karena komposisi keduanya yang berlatar belakang pengusaha-kiai. Komposisi itu dianggap ideal sehingga bisa diterima publik. “Kalau didasarkan pada statistik hitung cepat, hampir dipastikan tak ada data keterpilihan kandidat berdasar pada kombinasi asal profesinya,” imbuhnya.

Berdasar hasil quick count yang dirilis LSI Denny JA yang bekerja sama dengan Charta Politika, kunci kemenangan Hendy-Firjaun, diakui Iqbal berkat keunggulan suara di tiga daerah pemilihan (dapil). Yaitu, dapil 1, 3, dan 4 yang meraih dukungan di atas 50% suara. “Selain itu, di Dapil 5 menyumbang suara kemenangan hampir 50 persen,” ungkapnya.

Artinya, dia menambahkan, kalau dibaca secara demografis, Hendy-Firjaun pada umumnya unggul di basis suara masyarakat perkotaan dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Yakni, Sumbersari, Kaliwates, dan Patrang.

Minimnya dukungan masyarakat perkotaan, Iqbal berkata, karena selama lima tahun kepemimpinan petahana lebih banyak diterpa hard issue yang cenderung dinilai buruk kinerjanya. “Umumnya, psikologi masyarakat perkotaan lebih aktif mengikuti arus informasi kebijakan bupati,” katanya.

Faktor lain, Hendy-Firjaun unggul lantaran dukungan dari basis suara masyarakat pesisir. Seperti Ambulu dan Puger. Munculnya kontroversi bantuan pelampung nelayan dari Bupati Faida, dinilainya sangat mungkin memengaruhi psikologis dan persepsi politik pemilih kawasan pesisir. Sebab, muncul sentimen negatif masyarakat nelayan terhadap Faida. Berdasar faktor-faktor itulah, Iqbal menuturkan bahwa pemilih menjadi kurang berminat pada kepemimpinan Faida sehingga memerlukan perubahan dan pergantian kepala daerah.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca