JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kemenangan paslon dalam kontestasi Pilkada memang disumbang dari berbagai komponen untuk mengeruk suara dari kantong-kantong yang menjadi basis pemilih. Begitu juga dengan kemenangan paslon 02, Hendy Siswato-M. Balya Firjaun Barlaman. Banyak yang menilai, kekuatan mesin parpol, pergerakan kelompok kelas menengah, hingga ketokohan kandidat juga memiliki porsi sendiri-sendiri dalam menjaring massa atau pendukung.
Kendati demikian, adanya komunitas atau kelompok pendukung yang dimiliki paslon 02 dinilai berpengaruh dan cukup signifikan dalam mendulang suara. Pergerakan mereka itu tidak bisa dianggap sepele dalam sumbangsih mereka membawa 02 unggul di berbagai kecamatan. “Setiap paslon memang punya kelebihan dan kekurangan. Tapi, sejak awal paslon 02 diunggulkan karena banyaknya komunitas dan kelompok di belakangnya,” beber Juariyah, Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Jember (UMJ).
Dia menilai bahwa keberadaan kelompok dan komunitas tersebut lebih dinamis. Sebelum 02 mendapat rekomendasi dari sejumlah partai, komunitas, dan kelompok itu, dia juga menilai bahwa pihak paslon 02 sudah masif melakukan pergerakan dan kampanye, melakukan penjaringan suara, hingga menggalang dukungan ke berbagai titik. Menurutnya, hal tersebut sangat efektif.
Lebih jauh, Juariyah menganggap, pergerakan dari kelompok dan komunitas pendukung 02 itu disebutnya sebagai “kekuatan yang tidak bisa diprediksi” atau tidak bisa dikalkulasi. Meski sebagian kelompok tersebut memang hasil bentukan, tidak sedikit pula kelompok yang memang sudah dibawa jauh-jauh hari, sebelum Hendy-Firjaun mencalonkan diri sebagai paslon pilkada.
Dia mencontohkan seperti Gus Firjaun yang memiliki basis masa dari kalangan pesantren. Hal itu jelas melekat sebelum dia mencalonkan diri sebagai wakil. Begitu juga dengan komunitas dan kelompok yang digawangi Hendy. Dia menegaskan, efektivitas kelompok tersebut sudah lebih dinamis sebelum rekomendasi partai turun. “Kelompok-kelompok inilah yang kemudian disebut sebagai kekuatan yang tidak bisa diprediksi. Namun, di situ menjadi basis pendukung yang besar,” jelas Juariyah.
Sebenarnya, beberapa faktor lain juga membalut kemenangan paslon 02 ini. Selain faktor pergerakan kelompok atau komunitas, ada faktor ketokohan personal masing-masing kandidat yang juga dinilai memiliki public impact atau dampak ke masyarakat luas yang cukup signifikan. Meski begitu, faktor ketokohan juga banyak ditopang pergerakan kelompok-kelompok dan komunitas tersebut.
Dosen Komunikasi Politik Fakultas Dakwah IAIN Jember Kun Waziz membenarkan adanya hal tersebut. Menurut dia, keterlibatan kelompok atau komunitas dalam paslon pilkada itu jelas cukup besar. Sebab, di dalamnya terdapat berbagai unsur yang membawahi lumbung-lumbung suara. Misalnya, kelompok kalangan akademisi, kiai, atau pengasuh pondok pesantren, birokrat, pengusaha, yang kesemuanya terdapat dan tersebar di tiga paslon.
Dia mencontohkan seperti kelompok kalangan pesantren di tubuh 02 yang secara terbuka menginstruksikan alumni, santri, dan jajaran di pesantren agar memilih dan mendukung paslon 02. “Sebagai kekuatan simpul masyarakat, instruksi kiai pesantren masih tetap menjadi preferensi masyarakat, khususnya alumni pesantren. Apalagi, didukung kredibilitas kiai yang memiliki basis massa kuat,” ungkapnya.
Meski secara modal politik, lanjut Kun Waziz, paslon 02 juga diunggulkan karena memiliki 28 kursi dengan estimasi lebih dari 600 ribu suara, tapi kekuatan dan pergerakan kelompok di tubuh paslon 02 jelas lebih unggul jika dibandingkan dengan paslon 01 dan 03.
Kaprodi S2 Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) IAIN Jember itu menambahkan, basis-basis lumbung suara yang ada pada kelompok 02 tersebut bukan ada tanpa alasan. Namun, seperti halnya pendukung lain, mereka memiliki misi yang sama dan harapan yang sama, yaitu menang. “Keberadaan kelompok menengah atau komunitas di barisan paslon 02 itu menandakan bahwa mereka bekerja dengan rasionalitas dan harapan bahwa Hendi-Firjaun bisa membawa perubahan yang mereka harapkan,” tukasnya.