29.7 C
Jember
Thursday, 30 March 2023

Setahun Jember Tidak Punya Petugas Tera, Simak Pentingnya Petugas Tera

Mobile_AP_Rectangle 1

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Hampir setahun terakhir Jember tidak memiliki petugas tera. Hal itu terungkap dalam rapat pembahasan Perubahan APBD di ruang Komisi B DPRD Jember, kemarin (13/10). Jangan-jangan, banyak timbangan di Kota Suwar-Suwir yang tidak sesuai standar alias berkurang atau justru melebihi takaran.

Tiadanya petugas tera ini terjadi karena tidak ada persiapan regenerasi di tubuh Pemkab Jember pada tahun 2020 lalu. Pada 2019, Jember sebenarnya memiliki dua petugas tera. Namun, satu orang pindah ke luar daerah. Sementara satu pegawai lagi pensiun pada November 2020. Otomatis, sejak itu Jember tidak punya petugas tera hingga memasuki PAPBD 2021.

Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemkab Jember Widodo Juliyanto menyebut, pihaknya berupaya agar Jember segera memiliki petugas tera. Hal itu penting karena menyangkut urusan alat ukur yang ada di Jember. “Pengadaan petugas tera ini harus melalui diklat (pendidikan dan pelatihan, Red),” jelasnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Jember Siswono meminta agar Jember segera memiliki petugas tera. Apalagi, dulu Jember merupakan kiblat bagi kabupaten tetangga untuk urusan tera ulang. “Tahun depan kalau bisa Jember sudah punya petugas tera,” katanya.

Siswono menegaskan, petugas tera itu penting karena menyangkut urusan seluruh warga Jember setiap harinya. Apabila ada timbangan yang ukurannya kurang, bisa merugikan konsumen. Sebaliknya, jika ada ukuran timbangan yang lebih, maka akan membuat pedagang merugi. “Kalau bisa dipercepat. Begitu ada diklat, kirimkan dua atau tiga orang agar tidak terjadi kekosongan seperti sekarang,” paparnya.

Anggota Komisi B Nyoman Aribowo juga meminta kepada Disperindag agar melakukan kerja cepat dan bersinergi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lain yang terkait. Termasuk dengan Komisi B sebagai mitra kerjanya. “Di Jember ini pelaksanaan kegiatan maupun program di lapangan sangat jarang melibatkan anggota dewan. Padahal pemerintah pusat dan provinsi di kegiatan-kegiatan, misalnya pelatihan, sering turun bersama. Dengan begitu, program bisa sinkron,” ucapnya. Permintaan Nyoman ini pun ke depan akan disinergikan sehingga pemberdayaan kepada usaha kecil, pedagang kali lima, bisa lebih maksimal.

Sekadar informasi, dalam Perubahan APBD yang dibahas kemarin, anggaran yang dikelola Disperindag tidak banyak mengalami perubahan meski ada pengurangan sekitar Rp 1,5 miliar. Dalam APBD awal, Disperindag diberi pagu anggaran sebesar Rp 32,36 miliar, sedangkan dalam PAPBD berkurang menjadi 30,76 miliar.

Sentil Pasar Modern

ANGGOTA Komisi B yang lain, Alfian Andri Wijawa, menyentil dua hal yang dinilai penting dalam rapat tersebut. Pertama, mengenai rencana kenaikan retribusi, dan kedua berkaitan dengan toko-toko modern yang ada di Jember.

Alfian menyebut, sebagai Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), dirinya meminta agar semua pihak berhati-hati. Termasuk dalam usulan kenaikan retribusi maupun aturan mengenai pasar modern. “Ini karena menyangkut urusan rakyat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil,” katanya.

Dikatakannya, pengaturan mengenai retribusi selayaknya memang diperbarui serta ada penyesuaian nominal. Namun demikian, sekalipun ada penyesuaian nominal, rencana kenaikan retribusi, menurut dia, lebih baik ditangguhkan. “Penyesuaian memang perlu, tetapi kondisi pandemi saat ini belum tepat untuk menaikkan retribusi,” ujarnya.

Hal itu pula yang dulunya sempat menjadi alasan penolakan agar retribusi tidak dinaikkan terlebih dahulu. “Kondisi perekonomian warga Jember belum stabil. Sehingga waktunya belum tepat. Saya kira, tunggu waktu yang tepat untuk menaikkan,” ulasnya. Perubahan itu pun dapat dilakukan dalam perubahan mengenai retribusi.

Selain urusan retribusi, Alfian juga meminta agar semua pihak berhati-hati melakukan usulan yang berkaitan dengan pasar modern, pasar tradisional, serta toko-toko milik warga. Menurut dia, usulan perubahan pasal 14 dalam Perda Nomor 9 Tahun 2016 akan mengancam kelangsungan pasar tradisional serta toko-toko milik warga Jember.

“Kalau jarak satu kilometer dalam pasal 14 itu sampai dihapus, maka pasar tradisional dan toko milik warga akan gulung tikar. Mereka tidak akan mampu bersaing dengan pasar modern yang memiliki banyak modal,” paparnya.

Alfian menyadari apa yang disampaikan di luar konteks PAPBD. Namun, hal itu diminta untuk menjadi catatan bagi semua pihak agar usulan-usulan pembuatan maupun perubahan perda dilakukan dengan cermat dan hati-hati. “Jangan karena alasan mempermudah investasi, mau mengorbankan rakyat kecil,” pungkasnya.

Reporter : Nur Hariri

Fotografer : Nur Hariri

Editor : Mahrus Sholih

- Advertisement -

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Hampir setahun terakhir Jember tidak memiliki petugas tera. Hal itu terungkap dalam rapat pembahasan Perubahan APBD di ruang Komisi B DPRD Jember, kemarin (13/10). Jangan-jangan, banyak timbangan di Kota Suwar-Suwir yang tidak sesuai standar alias berkurang atau justru melebihi takaran.

Tiadanya petugas tera ini terjadi karena tidak ada persiapan regenerasi di tubuh Pemkab Jember pada tahun 2020 lalu. Pada 2019, Jember sebenarnya memiliki dua petugas tera. Namun, satu orang pindah ke luar daerah. Sementara satu pegawai lagi pensiun pada November 2020. Otomatis, sejak itu Jember tidak punya petugas tera hingga memasuki PAPBD 2021.

Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemkab Jember Widodo Juliyanto menyebut, pihaknya berupaya agar Jember segera memiliki petugas tera. Hal itu penting karena menyangkut urusan alat ukur yang ada di Jember. “Pengadaan petugas tera ini harus melalui diklat (pendidikan dan pelatihan, Red),” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Jember Siswono meminta agar Jember segera memiliki petugas tera. Apalagi, dulu Jember merupakan kiblat bagi kabupaten tetangga untuk urusan tera ulang. “Tahun depan kalau bisa Jember sudah punya petugas tera,” katanya.

Siswono menegaskan, petugas tera itu penting karena menyangkut urusan seluruh warga Jember setiap harinya. Apabila ada timbangan yang ukurannya kurang, bisa merugikan konsumen. Sebaliknya, jika ada ukuran timbangan yang lebih, maka akan membuat pedagang merugi. “Kalau bisa dipercepat. Begitu ada diklat, kirimkan dua atau tiga orang agar tidak terjadi kekosongan seperti sekarang,” paparnya.

Anggota Komisi B Nyoman Aribowo juga meminta kepada Disperindag agar melakukan kerja cepat dan bersinergi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lain yang terkait. Termasuk dengan Komisi B sebagai mitra kerjanya. “Di Jember ini pelaksanaan kegiatan maupun program di lapangan sangat jarang melibatkan anggota dewan. Padahal pemerintah pusat dan provinsi di kegiatan-kegiatan, misalnya pelatihan, sering turun bersama. Dengan begitu, program bisa sinkron,” ucapnya. Permintaan Nyoman ini pun ke depan akan disinergikan sehingga pemberdayaan kepada usaha kecil, pedagang kali lima, bisa lebih maksimal.

Sekadar informasi, dalam Perubahan APBD yang dibahas kemarin, anggaran yang dikelola Disperindag tidak banyak mengalami perubahan meski ada pengurangan sekitar Rp 1,5 miliar. Dalam APBD awal, Disperindag diberi pagu anggaran sebesar Rp 32,36 miliar, sedangkan dalam PAPBD berkurang menjadi 30,76 miliar.

Sentil Pasar Modern

ANGGOTA Komisi B yang lain, Alfian Andri Wijawa, menyentil dua hal yang dinilai penting dalam rapat tersebut. Pertama, mengenai rencana kenaikan retribusi, dan kedua berkaitan dengan toko-toko modern yang ada di Jember.

Alfian menyebut, sebagai Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), dirinya meminta agar semua pihak berhati-hati. Termasuk dalam usulan kenaikan retribusi maupun aturan mengenai pasar modern. “Ini karena menyangkut urusan rakyat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil,” katanya.

Dikatakannya, pengaturan mengenai retribusi selayaknya memang diperbarui serta ada penyesuaian nominal. Namun demikian, sekalipun ada penyesuaian nominal, rencana kenaikan retribusi, menurut dia, lebih baik ditangguhkan. “Penyesuaian memang perlu, tetapi kondisi pandemi saat ini belum tepat untuk menaikkan retribusi,” ujarnya.

Hal itu pula yang dulunya sempat menjadi alasan penolakan agar retribusi tidak dinaikkan terlebih dahulu. “Kondisi perekonomian warga Jember belum stabil. Sehingga waktunya belum tepat. Saya kira, tunggu waktu yang tepat untuk menaikkan,” ulasnya. Perubahan itu pun dapat dilakukan dalam perubahan mengenai retribusi.

Selain urusan retribusi, Alfian juga meminta agar semua pihak berhati-hati melakukan usulan yang berkaitan dengan pasar modern, pasar tradisional, serta toko-toko milik warga. Menurut dia, usulan perubahan pasal 14 dalam Perda Nomor 9 Tahun 2016 akan mengancam kelangsungan pasar tradisional serta toko-toko milik warga Jember.

“Kalau jarak satu kilometer dalam pasal 14 itu sampai dihapus, maka pasar tradisional dan toko milik warga akan gulung tikar. Mereka tidak akan mampu bersaing dengan pasar modern yang memiliki banyak modal,” paparnya.

Alfian menyadari apa yang disampaikan di luar konteks PAPBD. Namun, hal itu diminta untuk menjadi catatan bagi semua pihak agar usulan-usulan pembuatan maupun perubahan perda dilakukan dengan cermat dan hati-hati. “Jangan karena alasan mempermudah investasi, mau mengorbankan rakyat kecil,” pungkasnya.

Reporter : Nur Hariri

Fotografer : Nur Hariri

Editor : Mahrus Sholih

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Hampir setahun terakhir Jember tidak memiliki petugas tera. Hal itu terungkap dalam rapat pembahasan Perubahan APBD di ruang Komisi B DPRD Jember, kemarin (13/10). Jangan-jangan, banyak timbangan di Kota Suwar-Suwir yang tidak sesuai standar alias berkurang atau justru melebihi takaran.

Tiadanya petugas tera ini terjadi karena tidak ada persiapan regenerasi di tubuh Pemkab Jember pada tahun 2020 lalu. Pada 2019, Jember sebenarnya memiliki dua petugas tera. Namun, satu orang pindah ke luar daerah. Sementara satu pegawai lagi pensiun pada November 2020. Otomatis, sejak itu Jember tidak punya petugas tera hingga memasuki PAPBD 2021.

Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemkab Jember Widodo Juliyanto menyebut, pihaknya berupaya agar Jember segera memiliki petugas tera. Hal itu penting karena menyangkut urusan alat ukur yang ada di Jember. “Pengadaan petugas tera ini harus melalui diklat (pendidikan dan pelatihan, Red),” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Jember Siswono meminta agar Jember segera memiliki petugas tera. Apalagi, dulu Jember merupakan kiblat bagi kabupaten tetangga untuk urusan tera ulang. “Tahun depan kalau bisa Jember sudah punya petugas tera,” katanya.

Siswono menegaskan, petugas tera itu penting karena menyangkut urusan seluruh warga Jember setiap harinya. Apabila ada timbangan yang ukurannya kurang, bisa merugikan konsumen. Sebaliknya, jika ada ukuran timbangan yang lebih, maka akan membuat pedagang merugi. “Kalau bisa dipercepat. Begitu ada diklat, kirimkan dua atau tiga orang agar tidak terjadi kekosongan seperti sekarang,” paparnya.

Anggota Komisi B Nyoman Aribowo juga meminta kepada Disperindag agar melakukan kerja cepat dan bersinergi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lain yang terkait. Termasuk dengan Komisi B sebagai mitra kerjanya. “Di Jember ini pelaksanaan kegiatan maupun program di lapangan sangat jarang melibatkan anggota dewan. Padahal pemerintah pusat dan provinsi di kegiatan-kegiatan, misalnya pelatihan, sering turun bersama. Dengan begitu, program bisa sinkron,” ucapnya. Permintaan Nyoman ini pun ke depan akan disinergikan sehingga pemberdayaan kepada usaha kecil, pedagang kali lima, bisa lebih maksimal.

Sekadar informasi, dalam Perubahan APBD yang dibahas kemarin, anggaran yang dikelola Disperindag tidak banyak mengalami perubahan meski ada pengurangan sekitar Rp 1,5 miliar. Dalam APBD awal, Disperindag diberi pagu anggaran sebesar Rp 32,36 miliar, sedangkan dalam PAPBD berkurang menjadi 30,76 miliar.

Sentil Pasar Modern

ANGGOTA Komisi B yang lain, Alfian Andri Wijawa, menyentil dua hal yang dinilai penting dalam rapat tersebut. Pertama, mengenai rencana kenaikan retribusi, dan kedua berkaitan dengan toko-toko modern yang ada di Jember.

Alfian menyebut, sebagai Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), dirinya meminta agar semua pihak berhati-hati. Termasuk dalam usulan kenaikan retribusi maupun aturan mengenai pasar modern. “Ini karena menyangkut urusan rakyat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil,” katanya.

Dikatakannya, pengaturan mengenai retribusi selayaknya memang diperbarui serta ada penyesuaian nominal. Namun demikian, sekalipun ada penyesuaian nominal, rencana kenaikan retribusi, menurut dia, lebih baik ditangguhkan. “Penyesuaian memang perlu, tetapi kondisi pandemi saat ini belum tepat untuk menaikkan retribusi,” ujarnya.

Hal itu pula yang dulunya sempat menjadi alasan penolakan agar retribusi tidak dinaikkan terlebih dahulu. “Kondisi perekonomian warga Jember belum stabil. Sehingga waktunya belum tepat. Saya kira, tunggu waktu yang tepat untuk menaikkan,” ulasnya. Perubahan itu pun dapat dilakukan dalam perubahan mengenai retribusi.

Selain urusan retribusi, Alfian juga meminta agar semua pihak berhati-hati melakukan usulan yang berkaitan dengan pasar modern, pasar tradisional, serta toko-toko milik warga. Menurut dia, usulan perubahan pasal 14 dalam Perda Nomor 9 Tahun 2016 akan mengancam kelangsungan pasar tradisional serta toko-toko milik warga Jember.

“Kalau jarak satu kilometer dalam pasal 14 itu sampai dihapus, maka pasar tradisional dan toko milik warga akan gulung tikar. Mereka tidak akan mampu bersaing dengan pasar modern yang memiliki banyak modal,” paparnya.

Alfian menyadari apa yang disampaikan di luar konteks PAPBD. Namun, hal itu diminta untuk menjadi catatan bagi semua pihak agar usulan-usulan pembuatan maupun perubahan perda dilakukan dengan cermat dan hati-hati. “Jangan karena alasan mempermudah investasi, mau mengorbankan rakyat kecil,” pungkasnya.

Reporter : Nur Hariri

Fotografer : Nur Hariri

Editor : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca