31.1 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Mengenal Bartender Segala Rasa Asal Jember

Tak banyak yang tahu bahwa karakter seseorang itu bisa diketahui hanya dari jenis minuman yang dipesan. Bahkan, orang yang baru dikenal sekalipun. Inilah kemampuan unik yang dimiliki bartender, peracik minuman di bar atau kafe. Kok bisa, ya?

Mobile_AP_Rectangle 1

GLUNDENGAN, RADARJEMBER.ID – TIIINGG. Bunyi lonceng pesanan yang menggema siang itu hingga mengagetkan Edi Prabowo. “Blue Savana, satu!” pinta seorang waiters seusai membunyikan lonceng kecil berbahan stainless steel di meja pelayanan. “Oke siap,” sahut Edi Prabowo, sembari menyiapkan es batu dan racikan mocktail.

Pemuda yang seorang bartender di salah satu resto di Dusun Sumberejo, Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan Jember, ini tampak tergopoh-gopoh. Beruntung, dia memiliki asisten yang membantu tugasnya meracik minuman. “Ini sudah selesai, Mas,” sahut M Zakariya, asisten Edi, menyela kesibukannya meracik minuman.

Seperti biasanya, Edi tak ingin pelanggannya menunggu lama. Hanya butuh sekitar lima menit, pesanan Blue Savannah sudah siap melepas dahaga pelanggan. “Blue Savannah ini biasanya dipilih pelanggan karena rasanya kalem, tapi lebih maskulin,” kata Edi saat ditemui Jawa Pos Radar Jember seusai meracik satu pesanan pelanggan.

Mobile_AP_Rectangle 2

Pemuda 32 tahun ini sepertinya paham detail berbagai jenis minuman cocktail ataupun mocktail, hingga bisa mengetahui karakter pelanggan melalui minuman yang dipesannya. “Semua itu dari pengalaman saja. Ada lima tahunan lebih,” ucapnya.

Pemuda asal Desa Balung Lor, Kecamatan Balung, ini mengisahkan perjalanannya sampai menjadi seorang bartender. Tepatnya sejak 2015 lalu, Edi bekerja di Hotel Malioboro, di Jakarta Pusat. Di sana, awalnya dia menjadi seorang service room, sejenis asisten bartender di kafe dan resto pada hotel tersebut.

Tugasnya saat itu sederhana, namun sangat butuh ketelatenan dan menguras tenaga. Dia diminta bosnya untuk bersih-bersih dan memastikan peralatan bartender siap saat digunakan. “Ada lima bulanan lebih saya di asisten itu,” terangnya.

Saat menjadi asisten, Edi mengaku menyerap banyak ilmu tentang dunia bartender dari para seniornya. Hingga suatu hari, memasuki delapan bulan dia bekerja, Edi mulai direkomendasikan untuk menjadi seorang bartender.

Grogi dan waswas diakui pernah dia alami. Pengalaman tak terhenti di situ. Berselang sekitar satu tahun setengah, Edi memutuskan menimba pengalaman baru. “Setelah dari Jakarta itu, saya kemudian ikut event, undangan, hingga unjuk kemampuan. Dan berlanjut pada 2018, saya pindah lagi ke Citraland Surabaya, sekitar setengah tahun,” kenangnya.

Dari sana dia menyadari bahwa dunia seorang bartender harus bisa meracik ratusan jenis minuman cocktail ataupun mocktail dari ribuan jenis yang ada. Dan ketika beradaptasi di resto di Kecamatan Wuluhan yang baru tiga bulan ia jajaki itu, Edi sama sekali tak kesulitan. “Hanya adaptasi saja. Jika biasanya bartender di kota-kota besar, daerah perkotaan, kini turun gunung di desa,” sahutnya, kemudian tertawa.

Edi berprinsip sederhana, tetap belajar dan terus memperbarui varian minuman baru setiap hari. Sebab, dia sendiri bisa mengenal karakter orang dari berbagai pelanggannya. Dan tentunya, para pelanggan itu memiliki karakter yang berbeda-beda pula. “Semakin banyak varian minuman yang saya buat, semakin banyak karakter orang yang saya kenal,” jelas pemuda yang memiliki nama lapang Tongak ini.

Ia juga menjelaskan, beberapa jenis minuman seperti mocktail Blue Savannah itu berkarakter maskulin. Jika yang lebih feminin ada mocktail Rainbow Sunrise. Lalu ada pula Pink Sweety, lemon squash, dan berbagai varian lainnya. Bahkan untuk beberapa jenis tertentu, penimbangan, kocokan, pewarnaan, pencampuran, dan segala tetek bengeknya terdapat teknik khusus yang tidak bisa sembarang.

Teknik-teknik itulah yang membedakan bartender dengan seorang peracik minuman biasa, atau peracik kopi, barista. “Sebenarnya secara dasar sama. Namun, untuk teknik-teknik lanjutan, itu bartender menguasai apa yang tidak dikuasai barista. Dan begitu sebaliknya,” terangnya.

Saat ditanyakan berapa jenis racikan yang bisa dibuat, pemuda lajang ini menjawab dengan merendah. “Sejak lima tahunan sampai sekarang, cukup banyaklah. Karena saya berprinsip harus menginovasi varian minuman baru,” akunya.

Kini, pemuda yang sempat ingin jadi dokter saat masih kecil ini mengaku sudah kerasan dengan profesinya saat ini. Baginya, menjadi bartender itu penuh dengan tantangan dan dunia baru. Tantangan untuk selalu bertemu orang baru dan menciptakan varian rasa baru.

Untuk menambah jam terbang dan pengalamannya itu, Edi mengaku aktif bergabung di klub atau komunitas bartender Indonesia. “Sayangnya di Jember belum ada. Mungkin ada, tapi saya tidak tahu, karena saya sering ikut forum nasional,” tukasnya.

Reporter : Maulana

Fotografer : Maulana

Editor : Mahrus Sholih

- Advertisement -

GLUNDENGAN, RADARJEMBER.ID – TIIINGG. Bunyi lonceng pesanan yang menggema siang itu hingga mengagetkan Edi Prabowo. “Blue Savana, satu!” pinta seorang waiters seusai membunyikan lonceng kecil berbahan stainless steel di meja pelayanan. “Oke siap,” sahut Edi Prabowo, sembari menyiapkan es batu dan racikan mocktail.

Pemuda yang seorang bartender di salah satu resto di Dusun Sumberejo, Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan Jember, ini tampak tergopoh-gopoh. Beruntung, dia memiliki asisten yang membantu tugasnya meracik minuman. “Ini sudah selesai, Mas,” sahut M Zakariya, asisten Edi, menyela kesibukannya meracik minuman.

Seperti biasanya, Edi tak ingin pelanggannya menunggu lama. Hanya butuh sekitar lima menit, pesanan Blue Savannah sudah siap melepas dahaga pelanggan. “Blue Savannah ini biasanya dipilih pelanggan karena rasanya kalem, tapi lebih maskulin,” kata Edi saat ditemui Jawa Pos Radar Jember seusai meracik satu pesanan pelanggan.

Pemuda 32 tahun ini sepertinya paham detail berbagai jenis minuman cocktail ataupun mocktail, hingga bisa mengetahui karakter pelanggan melalui minuman yang dipesannya. “Semua itu dari pengalaman saja. Ada lima tahunan lebih,” ucapnya.

Pemuda asal Desa Balung Lor, Kecamatan Balung, ini mengisahkan perjalanannya sampai menjadi seorang bartender. Tepatnya sejak 2015 lalu, Edi bekerja di Hotel Malioboro, di Jakarta Pusat. Di sana, awalnya dia menjadi seorang service room, sejenis asisten bartender di kafe dan resto pada hotel tersebut.

Tugasnya saat itu sederhana, namun sangat butuh ketelatenan dan menguras tenaga. Dia diminta bosnya untuk bersih-bersih dan memastikan peralatan bartender siap saat digunakan. “Ada lima bulanan lebih saya di asisten itu,” terangnya.

Saat menjadi asisten, Edi mengaku menyerap banyak ilmu tentang dunia bartender dari para seniornya. Hingga suatu hari, memasuki delapan bulan dia bekerja, Edi mulai direkomendasikan untuk menjadi seorang bartender.

Grogi dan waswas diakui pernah dia alami. Pengalaman tak terhenti di situ. Berselang sekitar satu tahun setengah, Edi memutuskan menimba pengalaman baru. “Setelah dari Jakarta itu, saya kemudian ikut event, undangan, hingga unjuk kemampuan. Dan berlanjut pada 2018, saya pindah lagi ke Citraland Surabaya, sekitar setengah tahun,” kenangnya.

Dari sana dia menyadari bahwa dunia seorang bartender harus bisa meracik ratusan jenis minuman cocktail ataupun mocktail dari ribuan jenis yang ada. Dan ketika beradaptasi di resto di Kecamatan Wuluhan yang baru tiga bulan ia jajaki itu, Edi sama sekali tak kesulitan. “Hanya adaptasi saja. Jika biasanya bartender di kota-kota besar, daerah perkotaan, kini turun gunung di desa,” sahutnya, kemudian tertawa.

Edi berprinsip sederhana, tetap belajar dan terus memperbarui varian minuman baru setiap hari. Sebab, dia sendiri bisa mengenal karakter orang dari berbagai pelanggannya. Dan tentunya, para pelanggan itu memiliki karakter yang berbeda-beda pula. “Semakin banyak varian minuman yang saya buat, semakin banyak karakter orang yang saya kenal,” jelas pemuda yang memiliki nama lapang Tongak ini.

Ia juga menjelaskan, beberapa jenis minuman seperti mocktail Blue Savannah itu berkarakter maskulin. Jika yang lebih feminin ada mocktail Rainbow Sunrise. Lalu ada pula Pink Sweety, lemon squash, dan berbagai varian lainnya. Bahkan untuk beberapa jenis tertentu, penimbangan, kocokan, pewarnaan, pencampuran, dan segala tetek bengeknya terdapat teknik khusus yang tidak bisa sembarang.

Teknik-teknik itulah yang membedakan bartender dengan seorang peracik minuman biasa, atau peracik kopi, barista. “Sebenarnya secara dasar sama. Namun, untuk teknik-teknik lanjutan, itu bartender menguasai apa yang tidak dikuasai barista. Dan begitu sebaliknya,” terangnya.

Saat ditanyakan berapa jenis racikan yang bisa dibuat, pemuda lajang ini menjawab dengan merendah. “Sejak lima tahunan sampai sekarang, cukup banyaklah. Karena saya berprinsip harus menginovasi varian minuman baru,” akunya.

Kini, pemuda yang sempat ingin jadi dokter saat masih kecil ini mengaku sudah kerasan dengan profesinya saat ini. Baginya, menjadi bartender itu penuh dengan tantangan dan dunia baru. Tantangan untuk selalu bertemu orang baru dan menciptakan varian rasa baru.

Untuk menambah jam terbang dan pengalamannya itu, Edi mengaku aktif bergabung di klub atau komunitas bartender Indonesia. “Sayangnya di Jember belum ada. Mungkin ada, tapi saya tidak tahu, karena saya sering ikut forum nasional,” tukasnya.

Reporter : Maulana

Fotografer : Maulana

Editor : Mahrus Sholih

GLUNDENGAN, RADARJEMBER.ID – TIIINGG. Bunyi lonceng pesanan yang menggema siang itu hingga mengagetkan Edi Prabowo. “Blue Savana, satu!” pinta seorang waiters seusai membunyikan lonceng kecil berbahan stainless steel di meja pelayanan. “Oke siap,” sahut Edi Prabowo, sembari menyiapkan es batu dan racikan mocktail.

Pemuda yang seorang bartender di salah satu resto di Dusun Sumberejo, Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan Jember, ini tampak tergopoh-gopoh. Beruntung, dia memiliki asisten yang membantu tugasnya meracik minuman. “Ini sudah selesai, Mas,” sahut M Zakariya, asisten Edi, menyela kesibukannya meracik minuman.

Seperti biasanya, Edi tak ingin pelanggannya menunggu lama. Hanya butuh sekitar lima menit, pesanan Blue Savannah sudah siap melepas dahaga pelanggan. “Blue Savannah ini biasanya dipilih pelanggan karena rasanya kalem, tapi lebih maskulin,” kata Edi saat ditemui Jawa Pos Radar Jember seusai meracik satu pesanan pelanggan.

Pemuda 32 tahun ini sepertinya paham detail berbagai jenis minuman cocktail ataupun mocktail, hingga bisa mengetahui karakter pelanggan melalui minuman yang dipesannya. “Semua itu dari pengalaman saja. Ada lima tahunan lebih,” ucapnya.

Pemuda asal Desa Balung Lor, Kecamatan Balung, ini mengisahkan perjalanannya sampai menjadi seorang bartender. Tepatnya sejak 2015 lalu, Edi bekerja di Hotel Malioboro, di Jakarta Pusat. Di sana, awalnya dia menjadi seorang service room, sejenis asisten bartender di kafe dan resto pada hotel tersebut.

Tugasnya saat itu sederhana, namun sangat butuh ketelatenan dan menguras tenaga. Dia diminta bosnya untuk bersih-bersih dan memastikan peralatan bartender siap saat digunakan. “Ada lima bulanan lebih saya di asisten itu,” terangnya.

Saat menjadi asisten, Edi mengaku menyerap banyak ilmu tentang dunia bartender dari para seniornya. Hingga suatu hari, memasuki delapan bulan dia bekerja, Edi mulai direkomendasikan untuk menjadi seorang bartender.

Grogi dan waswas diakui pernah dia alami. Pengalaman tak terhenti di situ. Berselang sekitar satu tahun setengah, Edi memutuskan menimba pengalaman baru. “Setelah dari Jakarta itu, saya kemudian ikut event, undangan, hingga unjuk kemampuan. Dan berlanjut pada 2018, saya pindah lagi ke Citraland Surabaya, sekitar setengah tahun,” kenangnya.

Dari sana dia menyadari bahwa dunia seorang bartender harus bisa meracik ratusan jenis minuman cocktail ataupun mocktail dari ribuan jenis yang ada. Dan ketika beradaptasi di resto di Kecamatan Wuluhan yang baru tiga bulan ia jajaki itu, Edi sama sekali tak kesulitan. “Hanya adaptasi saja. Jika biasanya bartender di kota-kota besar, daerah perkotaan, kini turun gunung di desa,” sahutnya, kemudian tertawa.

Edi berprinsip sederhana, tetap belajar dan terus memperbarui varian minuman baru setiap hari. Sebab, dia sendiri bisa mengenal karakter orang dari berbagai pelanggannya. Dan tentunya, para pelanggan itu memiliki karakter yang berbeda-beda pula. “Semakin banyak varian minuman yang saya buat, semakin banyak karakter orang yang saya kenal,” jelas pemuda yang memiliki nama lapang Tongak ini.

Ia juga menjelaskan, beberapa jenis minuman seperti mocktail Blue Savannah itu berkarakter maskulin. Jika yang lebih feminin ada mocktail Rainbow Sunrise. Lalu ada pula Pink Sweety, lemon squash, dan berbagai varian lainnya. Bahkan untuk beberapa jenis tertentu, penimbangan, kocokan, pewarnaan, pencampuran, dan segala tetek bengeknya terdapat teknik khusus yang tidak bisa sembarang.

Teknik-teknik itulah yang membedakan bartender dengan seorang peracik minuman biasa, atau peracik kopi, barista. “Sebenarnya secara dasar sama. Namun, untuk teknik-teknik lanjutan, itu bartender menguasai apa yang tidak dikuasai barista. Dan begitu sebaliknya,” terangnya.

Saat ditanyakan berapa jenis racikan yang bisa dibuat, pemuda lajang ini menjawab dengan merendah. “Sejak lima tahunan sampai sekarang, cukup banyaklah. Karena saya berprinsip harus menginovasi varian minuman baru,” akunya.

Kini, pemuda yang sempat ingin jadi dokter saat masih kecil ini mengaku sudah kerasan dengan profesinya saat ini. Baginya, menjadi bartender itu penuh dengan tantangan dan dunia baru. Tantangan untuk selalu bertemu orang baru dan menciptakan varian rasa baru.

Untuk menambah jam terbang dan pengalamannya itu, Edi mengaku aktif bergabung di klub atau komunitas bartender Indonesia. “Sayangnya di Jember belum ada. Mungkin ada, tapi saya tidak tahu, karena saya sering ikut forum nasional,” tukasnya.

Reporter : Maulana

Fotografer : Maulana

Editor : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca