23.5 C
Jember
Tuesday, 21 March 2023

Sampai Menangis, Desak Pemerintah Sudahi Masalah Tambak

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Isak tangis Setiyo Ramires tak dapat dibendung saat menyampaikan keluhan di hadapan Bupati Jember Hendy Siswanto dan Wakil Bupati Jember MB Firjaun Barlaman di Aula Pendapa Wahyawibawagraha, kemarin (11/9) sore. Dia bersama tujuh warga lain datang ke pendopo untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan sejumlah tambak udang di Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, yang dinilai merusak mata pencaharian masyarakat sekitar.

Salah seorang perwakilan masyarakat Kepanjen tersebut menyatakan bahwa banyak masalah yang terjadi di Desa Kepanjen. “Masalahnya bukan dari masyarakat, tapi dari pengusaha tambak,” paparnya. Dengan munculnya banyak tambak, lanjutnya, masyarakat ndak diuntungkan malah dirugikan.

Pertama, tentang pembuangan limbah. “Kalau pas panen, memang ada limbah yang dibuang di gorong-gorong. Namun, hanya satu petak. Sisanya dibuang ke sungai,” paparnya. Akibatnya, laut tercemar dan ikan menjauh. Secara operasional, para nelayan harus menghabiskan bahan bakar lebih banyak karena perlu mencari ikan lebih ke tengah.

Mobile_AP_Rectangle 2

Kedua, dia menegaskan bahwa uap yang dihasilkan mesin pengolahan tambak (kincir angin, Red) merusak lahan pertanian warga. “Kalau dikatakan menyerap tenaga kerja, memang benar. Namun, hanya segilintir, sedangkan mayoritas tersiksa,” tegasnya. Bahkan, dia mengungkapkan bahwa warga sempat ingin unjuk rasa jika tambak itu terus beroperasi.

Oleh karena itu, pihaknya berharap audiensi tersebut dapat menghasilkan jalan keluar agar menguntungkan masyarakat. “Sudilah bupati menertibkan dan menutup tambak kalau mereka tidak bisa menuntaskan masalah limbah,” ulasnya. Selain itu, pihaknya juga berharap ada tindak tegas dan kejelasan regulasi tata ruang agar pesisir pantai benar-benar menjadi cagar alam yang tak boleh dikelola oleh individu.

Jangan sampai, lanjutnya, hanya dinikmati oleh segelintir orang. Namun, malah merugikan masyarakat lain. Belum lagi, dia menegaskan bahwa sudah berulang-ulang melaporkan kejadian itu kepada pihak berwajib. “Tapi tak ada respon dari pihak terkait,” katanya.

Sementara itu, warga lain, M. Zaenudin menyatakan bahwa permasalahan tambak udang itu berlangsung sejak 2015. “Sejak awal, masyarakat sudah menolak,” tegasnya. Saat ini malah menjamur menjadi 13 tambak. Bahkan, dia menuturkan bahwa tambak-tambak tersebut pernah disidak DPR Provinsi. Ternyata tak ada yang memiliki izin.

Namun, dia memaparkan bahwa ada dua perusahaan tambak yang memiliki izin. Jika merujuk peraturan Menteri Agraria Nomor 7 Tahun 2017 bahwa Hak Guna Usaha (HGU) itu tak boleh diterbitkan di sempadan pantai. “Kenyataannya, dua perusahaan ini memiliki HGU, jelas ini cacat administrasi,” paparnya.

Berdasar UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil, sempadan merupakan wilayah yang harus dilindungi. Kenyataannya, sekarang malah jadi tambak. “Sebetulnya, ini sudah terjadi tindak pidana,” tegasnya. Pihaknya sudah membuat pengaduan dan bersurat kepada berbagai pihak. Namun, dia menyatakan bahwa pihaknya tak mendapatkan respons. Baik kementerian maupun dinas terkait.

Menindaklanjuti hal tersebut, Bupati Jember Hendy menyatakan bahwa pihaknya bakal memanggil seluruh perusahaan pada Rabu (15/9) mendatang. Selain pemilik tambak, pihaknya juga bakal memanggil perwakilan nelayan. Tujuannya, untuk melakukan diskusi dan mencari jalan tengah. Selanjutnya, dia menerangkan bahwa bakal melakukan peninjauan di lapangan.

“Setelah mengoreksi di lapangan, baru eksekusi,” terangnya. pihaknya akan melakukan penertiban sesuai peraturan wajib. Selain itu, juga merevisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detil tata ruang (RDTR) di sepanjang pantai. Sasarannya, memaksimalkan potensi sepanjang bibir pantai untuk kemaslahatan masyarakat.

Jurnalis: Isnein Purnomo
Fotografer: Isnein Purnomo

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Isak tangis Setiyo Ramires tak dapat dibendung saat menyampaikan keluhan di hadapan Bupati Jember Hendy Siswanto dan Wakil Bupati Jember MB Firjaun Barlaman di Aula Pendapa Wahyawibawagraha, kemarin (11/9) sore. Dia bersama tujuh warga lain datang ke pendopo untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan sejumlah tambak udang di Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, yang dinilai merusak mata pencaharian masyarakat sekitar.

Salah seorang perwakilan masyarakat Kepanjen tersebut menyatakan bahwa banyak masalah yang terjadi di Desa Kepanjen. “Masalahnya bukan dari masyarakat, tapi dari pengusaha tambak,” paparnya. Dengan munculnya banyak tambak, lanjutnya, masyarakat ndak diuntungkan malah dirugikan.

Pertama, tentang pembuangan limbah. “Kalau pas panen, memang ada limbah yang dibuang di gorong-gorong. Namun, hanya satu petak. Sisanya dibuang ke sungai,” paparnya. Akibatnya, laut tercemar dan ikan menjauh. Secara operasional, para nelayan harus menghabiskan bahan bakar lebih banyak karena perlu mencari ikan lebih ke tengah.

Kedua, dia menegaskan bahwa uap yang dihasilkan mesin pengolahan tambak (kincir angin, Red) merusak lahan pertanian warga. “Kalau dikatakan menyerap tenaga kerja, memang benar. Namun, hanya segilintir, sedangkan mayoritas tersiksa,” tegasnya. Bahkan, dia mengungkapkan bahwa warga sempat ingin unjuk rasa jika tambak itu terus beroperasi.

Oleh karena itu, pihaknya berharap audiensi tersebut dapat menghasilkan jalan keluar agar menguntungkan masyarakat. “Sudilah bupati menertibkan dan menutup tambak kalau mereka tidak bisa menuntaskan masalah limbah,” ulasnya. Selain itu, pihaknya juga berharap ada tindak tegas dan kejelasan regulasi tata ruang agar pesisir pantai benar-benar menjadi cagar alam yang tak boleh dikelola oleh individu.

Jangan sampai, lanjutnya, hanya dinikmati oleh segelintir orang. Namun, malah merugikan masyarakat lain. Belum lagi, dia menegaskan bahwa sudah berulang-ulang melaporkan kejadian itu kepada pihak berwajib. “Tapi tak ada respon dari pihak terkait,” katanya.

Sementara itu, warga lain, M. Zaenudin menyatakan bahwa permasalahan tambak udang itu berlangsung sejak 2015. “Sejak awal, masyarakat sudah menolak,” tegasnya. Saat ini malah menjamur menjadi 13 tambak. Bahkan, dia menuturkan bahwa tambak-tambak tersebut pernah disidak DPR Provinsi. Ternyata tak ada yang memiliki izin.

Namun, dia memaparkan bahwa ada dua perusahaan tambak yang memiliki izin. Jika merujuk peraturan Menteri Agraria Nomor 7 Tahun 2017 bahwa Hak Guna Usaha (HGU) itu tak boleh diterbitkan di sempadan pantai. “Kenyataannya, dua perusahaan ini memiliki HGU, jelas ini cacat administrasi,” paparnya.

Berdasar UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil, sempadan merupakan wilayah yang harus dilindungi. Kenyataannya, sekarang malah jadi tambak. “Sebetulnya, ini sudah terjadi tindak pidana,” tegasnya. Pihaknya sudah membuat pengaduan dan bersurat kepada berbagai pihak. Namun, dia menyatakan bahwa pihaknya tak mendapatkan respons. Baik kementerian maupun dinas terkait.

Menindaklanjuti hal tersebut, Bupati Jember Hendy menyatakan bahwa pihaknya bakal memanggil seluruh perusahaan pada Rabu (15/9) mendatang. Selain pemilik tambak, pihaknya juga bakal memanggil perwakilan nelayan. Tujuannya, untuk melakukan diskusi dan mencari jalan tengah. Selanjutnya, dia menerangkan bahwa bakal melakukan peninjauan di lapangan.

“Setelah mengoreksi di lapangan, baru eksekusi,” terangnya. pihaknya akan melakukan penertiban sesuai peraturan wajib. Selain itu, juga merevisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detil tata ruang (RDTR) di sepanjang pantai. Sasarannya, memaksimalkan potensi sepanjang bibir pantai untuk kemaslahatan masyarakat.

Jurnalis: Isnein Purnomo
Fotografer: Isnein Purnomo

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Isak tangis Setiyo Ramires tak dapat dibendung saat menyampaikan keluhan di hadapan Bupati Jember Hendy Siswanto dan Wakil Bupati Jember MB Firjaun Barlaman di Aula Pendapa Wahyawibawagraha, kemarin (11/9) sore. Dia bersama tujuh warga lain datang ke pendopo untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan sejumlah tambak udang di Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, yang dinilai merusak mata pencaharian masyarakat sekitar.

Salah seorang perwakilan masyarakat Kepanjen tersebut menyatakan bahwa banyak masalah yang terjadi di Desa Kepanjen. “Masalahnya bukan dari masyarakat, tapi dari pengusaha tambak,” paparnya. Dengan munculnya banyak tambak, lanjutnya, masyarakat ndak diuntungkan malah dirugikan.

Pertama, tentang pembuangan limbah. “Kalau pas panen, memang ada limbah yang dibuang di gorong-gorong. Namun, hanya satu petak. Sisanya dibuang ke sungai,” paparnya. Akibatnya, laut tercemar dan ikan menjauh. Secara operasional, para nelayan harus menghabiskan bahan bakar lebih banyak karena perlu mencari ikan lebih ke tengah.

Kedua, dia menegaskan bahwa uap yang dihasilkan mesin pengolahan tambak (kincir angin, Red) merusak lahan pertanian warga. “Kalau dikatakan menyerap tenaga kerja, memang benar. Namun, hanya segilintir, sedangkan mayoritas tersiksa,” tegasnya. Bahkan, dia mengungkapkan bahwa warga sempat ingin unjuk rasa jika tambak itu terus beroperasi.

Oleh karena itu, pihaknya berharap audiensi tersebut dapat menghasilkan jalan keluar agar menguntungkan masyarakat. “Sudilah bupati menertibkan dan menutup tambak kalau mereka tidak bisa menuntaskan masalah limbah,” ulasnya. Selain itu, pihaknya juga berharap ada tindak tegas dan kejelasan regulasi tata ruang agar pesisir pantai benar-benar menjadi cagar alam yang tak boleh dikelola oleh individu.

Jangan sampai, lanjutnya, hanya dinikmati oleh segelintir orang. Namun, malah merugikan masyarakat lain. Belum lagi, dia menegaskan bahwa sudah berulang-ulang melaporkan kejadian itu kepada pihak berwajib. “Tapi tak ada respon dari pihak terkait,” katanya.

Sementara itu, warga lain, M. Zaenudin menyatakan bahwa permasalahan tambak udang itu berlangsung sejak 2015. “Sejak awal, masyarakat sudah menolak,” tegasnya. Saat ini malah menjamur menjadi 13 tambak. Bahkan, dia menuturkan bahwa tambak-tambak tersebut pernah disidak DPR Provinsi. Ternyata tak ada yang memiliki izin.

Namun, dia memaparkan bahwa ada dua perusahaan tambak yang memiliki izin. Jika merujuk peraturan Menteri Agraria Nomor 7 Tahun 2017 bahwa Hak Guna Usaha (HGU) itu tak boleh diterbitkan di sempadan pantai. “Kenyataannya, dua perusahaan ini memiliki HGU, jelas ini cacat administrasi,” paparnya.

Berdasar UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil, sempadan merupakan wilayah yang harus dilindungi. Kenyataannya, sekarang malah jadi tambak. “Sebetulnya, ini sudah terjadi tindak pidana,” tegasnya. Pihaknya sudah membuat pengaduan dan bersurat kepada berbagai pihak. Namun, dia menyatakan bahwa pihaknya tak mendapatkan respons. Baik kementerian maupun dinas terkait.

Menindaklanjuti hal tersebut, Bupati Jember Hendy menyatakan bahwa pihaknya bakal memanggil seluruh perusahaan pada Rabu (15/9) mendatang. Selain pemilik tambak, pihaknya juga bakal memanggil perwakilan nelayan. Tujuannya, untuk melakukan diskusi dan mencari jalan tengah. Selanjutnya, dia menerangkan bahwa bakal melakukan peninjauan di lapangan.

“Setelah mengoreksi di lapangan, baru eksekusi,” terangnya. pihaknya akan melakukan penertiban sesuai peraturan wajib. Selain itu, juga merevisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detil tata ruang (RDTR) di sepanjang pantai. Sasarannya, memaksimalkan potensi sepanjang bibir pantai untuk kemaslahatan masyarakat.

Jurnalis: Isnein Purnomo
Fotografer: Isnein Purnomo

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca