JEMBER KOTA – Puluhan perwakilan petani di Desa Puger Wetan dan Puger Kulon, kemarin siang (11/7) mendatangi kantor DPRD Jember. Mereka melakukan protes atas pengubahan saluran air ke sawah warga tanpa ada pemberitahuan kepada pihak desa maupun petani. Bahkan, akan adanya pabrik semen terbesar di Jawa Timur di wilayah Gunung Sadeng, Puger, juga tanpa ada sosialisasi kepada warga sekitar.
Perwakilan warga tersebut kemarin diterima oleh Komisi C DPRD Jember. Mereka mengaku kaget dengan adanya pembangunan saluran air sekunder di wilayah sekitar Gunung Sadeng ini. “Saluran air tiba-tiba dibangun dan berbelok-belok. Ini untuk kepentingan pabrik semen baru,” ucap Abdul Rois, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Kecamatan Puger.
Dirinya mengatakan, pembangunan saluran air baru ini sama sekali tidak ada musyawarah dengan warga dan petani. Padahal, diakui Rois, dengan saluran yang lurus saja, sudah jarang air yang dirasakan oleh petani dan sering dangkal. “Apalagi jika berbelok-belok, petani akan semakin kesulitan air,” jelas Rois.
Rois mengatakan, saat musim kemarau, petani kesulitan air, sedangkan bila musim hujan, maka banjir. Padahal, saluran air ini sangat vital untuk petani sekitar. “Total untuk sawah di Puger Wetan dan Puger Kulon yang berharap pada saluran ini sekitar 300 hektare, dimiliki ratusan bahkan ribuan petani,” ucap Rois.
Para petani sudah resah dengan kondisi pembangunan saluran yang diprediksi dilakukan perusahaan sudah mencapai 60 persen tersebut. Meskipun belum benar-benar dipindah karena saluran lama masih belum ditutup. “Tapi kan petani khawatir, bagaimana nanti?” tanyanya. Sebab, dengan perusahaan semen yang lama saja, sekitar sawahnya sudah tidak produktif lagi.
“Dampak seperti itu yang tidak dipikirkan,” tegasnya. Oleh karena itu, dia pun meminta kepada pemerintah untuk turun tangan menangani hal ini, sehingga tidak semakin meresahkan masyarakat. Dan segera didapatkan titik temu yang dapat melegakan masyarakat perihal saluran air ini.
Sementara itu, Rokib, perwakilan warga yang lain, menuturkan, dia ingin menekankan bahwa pihaknya tidak menolak keberadaan pabrik semen baru di sana. “Tetapi, paling tidak jika ada pembangunan, seharusnya izin kepada masyarakat sekitar,” jelasnya. Bahkan, informasinya kepada pihak desa maupun kecamatan pun tidak ada izin.
Selain itu, Rokib juga mempertanyakan kepada pihak pemerintah yang memberikan izin kepada pihak perusahaan. “Seharusnya kan setiap pembangunan ini ada sosialisasi ke masyarakat. Tetapi, ini sama sekali tidak ada pemberitahuan kepada masyarakat. Dianggapnya Puger ini hutan, tidak ada masyarakatnya,” tutur Rokib.
Hal inilah yang disesalkannya dengan ujug–ujug ada pembangunan saluran air tersier itu. Oleh karena itu, dia pun meminta kepada pemerintah daerah untuk meninjau ulang izin yang diberikan kepada perusahaan yang berasal dari Cina itu. Dengan harapan, tidak sampai memberikan kerugian masyarakat dan justru bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Rasyid Zakaria, plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Jember mengaku bahwa itu bukan wewenang pihaknya. “Kami hanya rekomendasi teknis untuk saluran air, namun untuk izin, semua di pemerintah pusat dan provinsi,” jelas Rasyid. Sebab, jumlah lahan yang mendapatkan manfaat saluran ini mencapai lebih dari 300 hektare.
Termasuk izin lainnya juga bukan wewenang pihaknya, namun dari instansi samping lainnya. Oleh karena itu, pihaknya pun tidak bisa memberikan keterangan lebih. Namun, jika melihat master plan pabrik yang diterima pihaknya, memang saluran air lebih baik ada di luar pabrik. Sebab, saluran air yang di dalam pabrik akan menyulitkan dinas untuk mengontrolnya.
Sekadar tambahan, saluran air yang dibangun berdasarkan gambar dari Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air Jember dibuat berkelok mengelilingi bakal lokasi pabrik semen Indonesia Jember Hongshi Cement Limited. Kabarnya, pabrik semen baru ini jauh lebih besar dari pabrik Semen Puger, dan akan dibuat di lahan seluas 56 hektare. Kapasitasnya mampu menghasilkan semen sebanyak 8 ribu ton per harinya. (ram/c2/hdi)