JEMBER, RADARJEMBER.ID – Keberadaan bangunan tangkis pemecah ombak tentu tidak asing lagi bagi masyarakat, khususnya nelayan. Namun, keberadaan bangunan tersebut tak lantas ada dengan sulapan atau muncul secara singkat.
BACA JUGA : Pamit Mancing, Warga Ambulu Ditemukan Meninggal di Pantai Papuma
Seperti di Pantai Puger yang terkenal dengan ombak ganasnya. Keberadaan pemecah ombak memiliki peran yang sangat vital. Kendati demikian, dalam pembangunannya terdapat drama yang harus dilalui oleh masyarakat Puger.
Ketua Kelompok Nelayan Puger, Timbul, menyebut, butuh perjuangan ekstra sebelum tangkis pemecah ombak dibangun. “Kami merasakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah,” ujarnya.
Pada awalnya, masyarakat Puger tidak mengerti apa itu pemecah ombak. Warga hanya mengenal sebuah dermaga. Hal ini dijelaskan langsung oleh Timbul. Pembangunan pertama mulai muncul problematika. Banyak kecelakaan terjadi hingga banyak nelayan mengeluh dan merasa adanya bangunan tersebut malah semakin menyulitkan.
Melihat kejadian tersebut, Timbul beserta nelayan saling berkoordinasi, hingga muncul kelompok nelayan Puger. Sejak itu, kelompok nelayan yang diketuai Timbul tersebut mulai mengkaji ulang terkait permasalahan yang terjadi.
Timbul mengaku, setelah melakukan pengkajian, ternyata ditemukan faktor penyebab permasalahan. “Karena dulu para kontraktor itu membangun hanya dengan batasan teori, bukan dari fakta di lapangan. Tentu kami yang lebih mengerti kondisi dan situasi di lapangan,” jelasnya.
Sebelumnya, sebuah perahu payang atau kapal motor Joko Berek yang dinakhodai oleh Dirman dengan membawa 21 anak buah kapal (ABK) dihantam gelombang laut tinggi saat pulang melaut melewati pintu masuk perairan Plawangan Puger. Dalam kecelakaan laut tersebut, delapan ABK meninggal dunia dan satu ABK masih hilang. Sedangkan 12 ABK dan satu nakhoda kapal Joko Berek selamat dari ganasnya ombak laut selatan Jember tersebut.
Kecelakaan laut yang sering terjadi di Plawangan Puger disebabkan pemecah ombak itu. Sehingga gelombang laut langsung menghantam perahu yang melintas saat ombak tinggi di perairan selatan Jember itu.
Ketua Nelayan Puger itu selanjutnya menemui pemerintah. Melakukan diskusi, hingga akhirnya dilakukan pembongkaran pada pemecah ombak yang salah tersebut. Selanjutnya, segera dilakukan pembangunan ulang sesuai ketentuan yang ada serta menghadirkan kearifan lokal.
Pembangunan pemecah ombak tersebut, menurutnya, bukan hanya satu atau dua kali. Melainkan sampai tiga kali. Timbul menyebut, pada pembangunan kedua tersebut masih ada penambahan dari segi panjang.
Namun, setelah melewati proses panjang, kini nelayan sudah merasakan manfaat adanya bangunan tersebut. Dia juga berharap nantinya tidak ada lagi korban di laut Puger. Para nelayan pun berpesan, jika melakukan pembangunan di laut, selayaknya tidak sekadar berpatokan pada teori. Namun, perlu disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan. (c2/nur)