JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemerintah resmi meniadakan pelaksanaan ujian nasional (UN) dan ujian kesetaraan. Karena itu, parameter kelulusan siswa mutlak ditentukan oleh sekolah. Dalam pelaksanaannya nanti, gurulah yang menentukan melalui portofolio siswa. Bisa berupa rapor atau penugasan khusus. Namun, pihak sekolah butuh petunjuk teknis (juknis) yang jelas, sebagai panduan tentang pelaksanaan kebijakan tersebut.
Ketua Proktor SD se-Jember Nanang Hidayat mengatakan, keputusan ini perlu ada sosialisasi kepada guru dan murid di sekolah. Sebab, selama ini belum ada sosialisasi dari Dinas Pendidikan. Menurutnya, sekolah juga butuh kisi-kisi yang jelas, sehingga penilaian yang dapat dipenuhi oleh siswa sudah mencapai standar. “Ini kaitannya dengan Permendikbud 2021. Jadi, perlu adanya sosialisasi yang jelas kepada murid sekaligus wali murid,” kata Nanang, baru-baru ini.
Tidak hanya sosialisasi, juknis untuk melakukan penilaian juga harus cepat diedarkan oleh Dinas Pendidikan. Sebab, melalui juknis tersebut, dapat diketahui teknis penilaiannya seperti apa. Sehingga sekolah dapat menyiapkan sedini mungkin. Beberapa waktu yang lalu, Nanang mengungkapkan, bupati telah membuat aturan turunan tentang keputusan tersebut. Namun, tidak dijelenterehkan secara detail seperti teknis pelaksanaannya, serta bagaimana imbasnya jika diimplementasikan di Jember.
Pria yang juga Kepala SDN Bintoro 04 Kecamatan Patrang ini pun berharap, Dinas Pendidikan segera membuat panduan untuk sekolah agar bisa melakukan penilaian. Sebab, pada April mendatang ujian akan dilangsungkan. “Harus ada aturan main yang jelas. Sekiranya bisa mencapai standar,” imbuh Nanang.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP di Jember Syaiful Bahri menyambut baik keputusan penghapusan UN tersebut. Menurutnya, putusan ini bukanlah yang baru. Jika pun direalisasikan, tentu akan mempermudah dan membuat para guru lebih fleksibel ketika mengadakan ujian. “Jadi, bergantung pada sekolah nantinya bagaimana. Untuk nilai anak, baik dan buruknya, guru yang menentukan,” papar Syaiful.
Senada dengan sebelumnya, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember Supriyono juga menyambut baik keputusan penghapusan UN tersebut. Menurutnya, peniadaan UN membuat guru terbebas dari stres, dan sekolah juga tidak terbebani. Sebab, ujian akhir itu prinsipnya hanya ingin mengukur sejauh mana kurikulum dapat dicapai oleh satuan lembaga pendidikan tertentu. “Termasuk di dinas pendidikan,” ungkapnya, kemarin (11/2).
Supriyono menilai, walaupun UN selama ini bukan menjadi parameter kelulusan peserta didik, tapi banyak pihak yang menilai UN sebagai ujian penentu kelulusan. Akibatnya, banyak kecurangan yang terjadi. Dampaknya, siswa hanya menerima pengetahuan saja. Karenanya, pengajaran hanya fokus pada nilai dan mengabaikan perilaku. “Tidak sampai pada sikap. Jadi, nilai itu tidak merepresentasikan capaian. Padahal, pendidikan itu adalah upaya membentuk kepribadian siswa,” terangnya.
Terpisah, Pakar Pendidikan IAIN Jember Khoirul Faizin menjelaskan, nantinya Dinas Pendidikan perlu melakukan pendampingan terhadap tenaga pendidik. Ini untuk memetakan gambaran portofolio yang sesuai. Sebab, portofolio itu ditentukan oleh kondisi dan kemampuan peserta didik. Misalnya, sekolah yang relatif berada di lingkungan pertanian, maka portofolionya disesuaikan dengan kondisi di sana. Tentunya sesuai dengan bidang pelajaran yang ditekuni. “Jadi, setelah lulus bisa menjawab kebutuhan (untuk tingkat SLTA, Red),” urainya.
Dia menilai, tiap sekolah tidak perlu memiliki standar yang sama mengenai portofolio yang akan dijadikan rujukan penilaian. Sebab, dia menegaskan, jika masih ada penyeragaman, tidak ada bedanya dengan pemberlakuan era UN. “Ini bentuk akselerasi sektor pendidikan di era 4.0. Ini juga merupakan wujud merdeka belajar yang tengah diterapkan,” pungkasnya.
Sementara itu, Eli Istiqomah, guru SMK Al-Kholily Mlokorejo di Kecamatan Puger, mengungkapkan, meski belum ada juknis yang diberikan oleh dinas, sekolahnya sudah melakukan sosialisasi secara internal. Sebab, kata dia, penghapusan UN juga menimbulkan kekhawatiran baru. Siswa akan merasa kurang semangat dalam belajar. Sebab, mereka tidak memiliki tantangan untuk mencapai kelulusan. “Jika UN dihapus, saya rasa siswa akan meremehkan belajar,” ucapnya.
Eli menilai, turunnya semangat belajar siswa itu karena mayoritas murid di sekolahnya tidak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Melainkan terjun ke dunia profesi atau bekerja. “Minat melanjutkan ke perguruan itu masih sedikit. Rata-rata setelah lulus, mereka langsung kerja,” ungkap guru fisika itu.
Sementara, mengenai portofolio yang akan digunakan sebagai salah satu opsi pengganti UN, pihaknya belum mendapatkan gambaran. Dalam beberapa kali sosialisasi yang dilakukan, juga tidak menyinggung tentang portofolio secara spesifik yang akan digunakan oleh lembaganya. “Portofolio ini berdasarkan tugas yang kami berikan. Tapi, bagaimana teknis tugasnya apakah ada aturan, ini masih belum kami terima informasinya,” tandasnya.