JEMBER, RADARJEMBER.ID – Sejak awal pandemi Covid-19, seluruh lembaga pendidikan menerapkan proses pembelajaran daring. Siswa hanya boleh belajar di rumah masing-masing sesuai kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah. Tapi kini, meski belum sepenuhnya normal, aktivitas belajar tatap muka mulai diberlakukan. Biasanya melalui kelompok-kelompok kecil dengan jumlah siswa terbatas.
Informasi yang diperoleh Jawa Pos Radar Jember, aktivitas belajar tatap muka itu karena siswa mulai jenuh belajar di rumah. Sebagian orang tua juga meminta agar aktivitas belajar anak mereka dipandu langsung oleh guru. Sebab, selama belajar di rumah, ada orang tua yang merasa kewalahan, hingga berdampak terhadap proses belajar anak mereka.
Namun, keinginan siswa dan orang tua itu masih terkendala regulasi pemerintah. Karena hingga kini, pemerintah daerah belum mengizinkan siswa belajar di sekolah. Alternatifnya, sebagian ada yang menyiasati dengan belajar di rumah guru, juga tempat lain yang dianggap nyaman. Seperti yang dilakukan 10 siswa SD Negeri Pakis 03, Kecamatan Panti. Mereka tidak menempati rumah guru, melainkan pos ronda yang ada di desa setempat.
Sepuluh siswa itu merupakan murid kelas 1 hingga kelas 6. Mereka tampak semangat walau belajarnya lesehan dan sambil tiduran. Setiap hari, siswa-siswa itu didatangi ke rumahnya, kemudian diminta datang ke pos ronda yang ada di depan kantor Koperasi Tani Ketajek untuk belajar bersama. “Saya setiap pagi mendatangi rumah anak-anak agar mereka tidak main jauh-jauh,” kata Junaida, guru SDN Pakis 03 yang mendampingi para siswa.
Menurutnya, sejak kebijakan belajar di rumah diterapkan lebih enam bulan lalu, anak-anak mulai bosan. Bahkan, sebagian meminta proses belajar kembali dinormalkan dengan menempati gedung sekolah seperti sedia kala. Namun, karena regulasi belum memungkinkan, belajar di pos ronda itu disebut menjadi solusinya. “Kebetulan rumah saya berada di lingkungan perumahan Koperasi Tani Ketajek, sehingga mudah untuk mengumpulkan anak-anak,” katanya.
Junaida mengaku, mengumpulkan anak-anak tidaklah susah. Sebab, rumah mereka berdekatan. “Sejak pandemi, anak-anak memang belajar di pos ronda. Tapi lama-lama mereka mengaku bosan juga,” kata guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) tersebut.
Sebagai guru, dia pun berharap pandemi segera berakhir, sehingga anak didiknya bisa kembali belajar di sekolah seperti sebelumnya. “Saya juga kasihan melihat anak-anak ketika kumpul di pos ronda. Karena hanya bisa duduk dan selonjor saja,” ucapnya.
Jumlah seluruh siswa di SD Negeri Pakis 03 ini memang hanya 10 anak. Mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Jika diperinci, siswa kelas 1 hanya satu siswa, kelas 2 ada tiga siswa, dan kelas 3 berjumlah dua siswa. Sedangkan kelas 4 tak ada siswanya sama sekali, sementara kelas 5 dan kelas 6 masing-masing dua siswa. Sementara, jarak pos ronda dengan sekolah hanya sekitar 200 meteran.
“Saya harus pagi untuk mengumpulkan mereka. Karena kalau siang, biasa anak-anak main ke hutan dan ke sungai,” pungkasnya. Ini dilakukan Junaida, karena rumah mereka berada perkampungan kawasan pinggir hutan.
Arya, siswa kelas 5, mengaku bosan belajar di rumah atau di pos ronda, karena belajarnya sambil lesehan. “Kadang saya duduk dan kadang kaki selonjoran, karena punggung terasa sakit. Teman-teman yang lain juga mengaku sama. Apalagi, tempatnya kadang juga bergantian karena pos rondanya sempit,” ujarnya.
Pantauan Jawa Pos Radar Jember, salah seorang siswa yang ikut belajar di pos ronda tersebut ada yang sambil momong adiknya. Ketika sang adik menangis, siswa itu harus mengantar pulang ke rumah. Meski begitu, siswa ini kembali lagi ke pos ronda untuk belajar.