23.5 C
Jember
Tuesday, 21 March 2023

Siswa PSHT Meninggal saat Latihan

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Tak ada yang mengira latihan rutin Rabu (9/6) malam itu menjadi hari terakhir bagi Farhat Ariansyah. Warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Tempurejo, ini meninggal selepas latihan silat. Kasus kematian tersebut mengisyaratkan bahwa kurikulum dan pola latihan perguruan silat perlu ditinjau ulang. Harus mengutamakan aspek keselamatan.

Remaja 18 tahun tersebut merupakan siswa Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Ranting Tempurejo. Dia baru bergabung menjadi siswa perguruan silat yang beranggotakan hampir 18 ribu orang ini. Korban saat itu tengah mengikuti latihan rutin bersama FE, 18, warga Dusun Kauman, Desa/Kecamatan Tempurejo; Rendi, 19; dan RI, 18. Dua nama terakhir adalah warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Tempurejo.

Selain bersama tiga teman sesama siswa, korban juga bersama tiga pelatih. Yakni Yogi, 22, warga Dusun Kauman, Desa/Kecamatan Tempurejo. Juga dengan Riski, 21, dan Fanda, 22. “Keduanya warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Tempurejo,” kata AKP M Zuhri, Kapolsek Tempurejo.

Mobile_AP_Rectangle 2

Menurut dia, latihan rutin itu menempati halaman rumah Saman, warga Dusun Kauman, Desa/Kecamatan Tempurejo. Selepas Isya sebelum berangkat latihan, korban juga sempat berpamitan kepada sang ibu. Namun siapa sangka, pamitan itu menjadi momentum terakhir bagi korban untuk menyapa perempuan yang mengandungnya tersebut.

Zuhri menerangkan, sebelum dinyatakan meninggal, korban sempat mengeluh sakit dan tiba-tiba pingsan saat mengikuti sesi latihan teknik tinggi. Situasi ini membuat pelatih dan siswa lainnya yang saat itu sedang beristirahat langsung panik. Mereka selanjutnya membawa korban menggunakan sepeda motor ke Puskesmas Tempurejo. Jarak dari tempat latihan ke puskesmas sekitar 1 kilometer. “Namun, saat perjalanan ke puskesmas, tepatnya di depan koramil, korban sudah meninggal,” ujarnya.

Lebih lanjut, Zuhri menjelaskan, korban melakukan latihan sekitar 2-3 jam yang dimulai pukul 20.00. Sempat jeda istirahat, setelah sesi latihan tendangan, korban kemudian mengikuti sesi latihan teknik tinggi. Entah apa yang dimaksud dengan teknik tinggi tersebut. Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh, teknik ini merupakan sesi latihan untuk menguji ketahanan tubuh dengan pukulan tangan kosong. “Korban ini masih tercatat sebagai pelajar di salah satu SMK di Ambulu,” terangnya.

Zuhri mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan penyebab pasti kematian korban. Namun dugaannya, korban meninggal karena sakit setelah selesai latihan. Kejadian ini, kata dia, diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga tidak sampai dilakukan visum terhadap jenazah korban. “Kami juga berinisiatif melakukan otopsi guna mengetahui penyebab pasti kematian korban. Namun keluarga tidak menghendaki kasus itu diproses secara hukum. Keluarga menganggap sebagai takdir,” ungkapnya.

Dia menambahkan, tragedi meninggalnya siswa PSHT itu sudah dilakukan pertemuan yang melibatkan pengurus Cabang PSHT Jember yang diwakili M Toheri, Ketua Ranting PSHT Tempurejo, Kapolsek, serta Camat Tempurejo. Pertemuan yang berlangsung di kantor polsek itu menghasilkan kesepakatan bahwa Cabang PSHT Jember bakal membantu biaya selamatan korban hingga selesai. Meski begitu, proses mediasi sempat menghangat. Tamjis, 45, ayah korban, yang awalnya sadar, tiba-tiba menggebrak meja di ruang mediasi tersebut.

M Toheri yang datang mewakili Pengurus Cabang PSHT mengaku, kasus ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan. “Keluarga sudah menerima. Dan kejadian ini merupakan salah satu takdir,” kata Toheri.

Ke depan, pihaknya akan memberikan arahan kepada pelatih dan siswa yang mengikuti latihan. Kata dia, peristiwa ini menjadi pembelajaran agar berikutnya tidak ada lagi kasus serupa. Dalam mediasi yang berlangsung tersebut, pihak PSHT memberikan santunan kepada keluarga korban.

 

 

Jurnalis : Jumai
Fotografer : Jumai
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Tak ada yang mengira latihan rutin Rabu (9/6) malam itu menjadi hari terakhir bagi Farhat Ariansyah. Warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Tempurejo, ini meninggal selepas latihan silat. Kasus kematian tersebut mengisyaratkan bahwa kurikulum dan pola latihan perguruan silat perlu ditinjau ulang. Harus mengutamakan aspek keselamatan.

Remaja 18 tahun tersebut merupakan siswa Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Ranting Tempurejo. Dia baru bergabung menjadi siswa perguruan silat yang beranggotakan hampir 18 ribu orang ini. Korban saat itu tengah mengikuti latihan rutin bersama FE, 18, warga Dusun Kauman, Desa/Kecamatan Tempurejo; Rendi, 19; dan RI, 18. Dua nama terakhir adalah warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Tempurejo.

Selain bersama tiga teman sesama siswa, korban juga bersama tiga pelatih. Yakni Yogi, 22, warga Dusun Kauman, Desa/Kecamatan Tempurejo. Juga dengan Riski, 21, dan Fanda, 22. “Keduanya warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Tempurejo,” kata AKP M Zuhri, Kapolsek Tempurejo.

Menurut dia, latihan rutin itu menempati halaman rumah Saman, warga Dusun Kauman, Desa/Kecamatan Tempurejo. Selepas Isya sebelum berangkat latihan, korban juga sempat berpamitan kepada sang ibu. Namun siapa sangka, pamitan itu menjadi momentum terakhir bagi korban untuk menyapa perempuan yang mengandungnya tersebut.

Zuhri menerangkan, sebelum dinyatakan meninggal, korban sempat mengeluh sakit dan tiba-tiba pingsan saat mengikuti sesi latihan teknik tinggi. Situasi ini membuat pelatih dan siswa lainnya yang saat itu sedang beristirahat langsung panik. Mereka selanjutnya membawa korban menggunakan sepeda motor ke Puskesmas Tempurejo. Jarak dari tempat latihan ke puskesmas sekitar 1 kilometer. “Namun, saat perjalanan ke puskesmas, tepatnya di depan koramil, korban sudah meninggal,” ujarnya.

Lebih lanjut, Zuhri menjelaskan, korban melakukan latihan sekitar 2-3 jam yang dimulai pukul 20.00. Sempat jeda istirahat, setelah sesi latihan tendangan, korban kemudian mengikuti sesi latihan teknik tinggi. Entah apa yang dimaksud dengan teknik tinggi tersebut. Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh, teknik ini merupakan sesi latihan untuk menguji ketahanan tubuh dengan pukulan tangan kosong. “Korban ini masih tercatat sebagai pelajar di salah satu SMK di Ambulu,” terangnya.

Zuhri mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan penyebab pasti kematian korban. Namun dugaannya, korban meninggal karena sakit setelah selesai latihan. Kejadian ini, kata dia, diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga tidak sampai dilakukan visum terhadap jenazah korban. “Kami juga berinisiatif melakukan otopsi guna mengetahui penyebab pasti kematian korban. Namun keluarga tidak menghendaki kasus itu diproses secara hukum. Keluarga menganggap sebagai takdir,” ungkapnya.

Dia menambahkan, tragedi meninggalnya siswa PSHT itu sudah dilakukan pertemuan yang melibatkan pengurus Cabang PSHT Jember yang diwakili M Toheri, Ketua Ranting PSHT Tempurejo, Kapolsek, serta Camat Tempurejo. Pertemuan yang berlangsung di kantor polsek itu menghasilkan kesepakatan bahwa Cabang PSHT Jember bakal membantu biaya selamatan korban hingga selesai. Meski begitu, proses mediasi sempat menghangat. Tamjis, 45, ayah korban, yang awalnya sadar, tiba-tiba menggebrak meja di ruang mediasi tersebut.

M Toheri yang datang mewakili Pengurus Cabang PSHT mengaku, kasus ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan. “Keluarga sudah menerima. Dan kejadian ini merupakan salah satu takdir,” kata Toheri.

Ke depan, pihaknya akan memberikan arahan kepada pelatih dan siswa yang mengikuti latihan. Kata dia, peristiwa ini menjadi pembelajaran agar berikutnya tidak ada lagi kasus serupa. Dalam mediasi yang berlangsung tersebut, pihak PSHT memberikan santunan kepada keluarga korban.

 

 

Jurnalis : Jumai
Fotografer : Jumai
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Tak ada yang mengira latihan rutin Rabu (9/6) malam itu menjadi hari terakhir bagi Farhat Ariansyah. Warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Tempurejo, ini meninggal selepas latihan silat. Kasus kematian tersebut mengisyaratkan bahwa kurikulum dan pola latihan perguruan silat perlu ditinjau ulang. Harus mengutamakan aspek keselamatan.

Remaja 18 tahun tersebut merupakan siswa Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Ranting Tempurejo. Dia baru bergabung menjadi siswa perguruan silat yang beranggotakan hampir 18 ribu orang ini. Korban saat itu tengah mengikuti latihan rutin bersama FE, 18, warga Dusun Kauman, Desa/Kecamatan Tempurejo; Rendi, 19; dan RI, 18. Dua nama terakhir adalah warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Tempurejo.

Selain bersama tiga teman sesama siswa, korban juga bersama tiga pelatih. Yakni Yogi, 22, warga Dusun Kauman, Desa/Kecamatan Tempurejo. Juga dengan Riski, 21, dan Fanda, 22. “Keduanya warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Tempurejo,” kata AKP M Zuhri, Kapolsek Tempurejo.

Menurut dia, latihan rutin itu menempati halaman rumah Saman, warga Dusun Kauman, Desa/Kecamatan Tempurejo. Selepas Isya sebelum berangkat latihan, korban juga sempat berpamitan kepada sang ibu. Namun siapa sangka, pamitan itu menjadi momentum terakhir bagi korban untuk menyapa perempuan yang mengandungnya tersebut.

Zuhri menerangkan, sebelum dinyatakan meninggal, korban sempat mengeluh sakit dan tiba-tiba pingsan saat mengikuti sesi latihan teknik tinggi. Situasi ini membuat pelatih dan siswa lainnya yang saat itu sedang beristirahat langsung panik. Mereka selanjutnya membawa korban menggunakan sepeda motor ke Puskesmas Tempurejo. Jarak dari tempat latihan ke puskesmas sekitar 1 kilometer. “Namun, saat perjalanan ke puskesmas, tepatnya di depan koramil, korban sudah meninggal,” ujarnya.

Lebih lanjut, Zuhri menjelaskan, korban melakukan latihan sekitar 2-3 jam yang dimulai pukul 20.00. Sempat jeda istirahat, setelah sesi latihan tendangan, korban kemudian mengikuti sesi latihan teknik tinggi. Entah apa yang dimaksud dengan teknik tinggi tersebut. Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh, teknik ini merupakan sesi latihan untuk menguji ketahanan tubuh dengan pukulan tangan kosong. “Korban ini masih tercatat sebagai pelajar di salah satu SMK di Ambulu,” terangnya.

Zuhri mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan penyebab pasti kematian korban. Namun dugaannya, korban meninggal karena sakit setelah selesai latihan. Kejadian ini, kata dia, diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga tidak sampai dilakukan visum terhadap jenazah korban. “Kami juga berinisiatif melakukan otopsi guna mengetahui penyebab pasti kematian korban. Namun keluarga tidak menghendaki kasus itu diproses secara hukum. Keluarga menganggap sebagai takdir,” ungkapnya.

Dia menambahkan, tragedi meninggalnya siswa PSHT itu sudah dilakukan pertemuan yang melibatkan pengurus Cabang PSHT Jember yang diwakili M Toheri, Ketua Ranting PSHT Tempurejo, Kapolsek, serta Camat Tempurejo. Pertemuan yang berlangsung di kantor polsek itu menghasilkan kesepakatan bahwa Cabang PSHT Jember bakal membantu biaya selamatan korban hingga selesai. Meski begitu, proses mediasi sempat menghangat. Tamjis, 45, ayah korban, yang awalnya sadar, tiba-tiba menggebrak meja di ruang mediasi tersebut.

M Toheri yang datang mewakili Pengurus Cabang PSHT mengaku, kasus ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan. “Keluarga sudah menerima. Dan kejadian ini merupakan salah satu takdir,” kata Toheri.

Ke depan, pihaknya akan memberikan arahan kepada pelatih dan siswa yang mengikuti latihan. Kata dia, peristiwa ini menjadi pembelajaran agar berikutnya tidak ada lagi kasus serupa. Dalam mediasi yang berlangsung tersebut, pihak PSHT memberikan santunan kepada keluarga korban.

 

 

Jurnalis : Jumai
Fotografer : Jumai
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca