JEMBER, RADARJEMBER.ID – JAM menunjukkan pukul tiga lebih sedikit. Dini hari. Imam masjid mengangkat kedua tangan, lalu mengucap takbir. Tanda dimulainya salat. Ada lima baris di belakang imam. Berjajar rapi langsung mengikuti gerakan imam.
Lebar ruang inti masjid itu sekitar dua belas meter saja. Tiap baris ada sekitar dua puluh orang. Hanya baris ke imasaja yang tidak full. Jarak antar mereka tak rapat-rapat amat. Boleh jadi, itu efek pandemi. Saf salat tidak lagi rapat. Tapi, semua dari mereka terlihat khusyuk. Aminmereka juga masih terdengar keras, bersemangat. Setidaknya menandakan mereka antusias mengikuti salat Tahajud berjamaah di dini hariyang lumayan dingin itu.
Tak ada yang terlihat ngantuk. Bukan karena di masjid itu juga tersuguh kopi. Dan, para jamaah bebas menyeruputnya sebelum Tahajud dimulai. Bukan pula karena Sidomulyo terkenal dengan sentra kopinya. “Warga sekitar masjid memang sangat antusias dengan program Tahajud berjamaah ini,’’ kata KamiludinSKepNers,Kepala Desa Sidomulyo yang akrab dipanggil Mas Kades.
Pantas memang. Usianya masih amat belia untuk ukuran seorang kepala desa. Baru 31 tahun. Wajahnya juga masih imut. Rasanya malah kurang pas kalau dipanggil Pak Kades seperti lazimnya. Kamil sendiri sudah menjadikan julukan Mas Kades sebagai brand dirinya. Perawat kesehatan yang kini lebih memilih merawat desa. “Supaya akrab dan tak berjarak saja dengan warga,’’ katanya.
Mas Kades-lah penggagassalat Tahajud berjamaah itu. Sejak dia resmi dilantik menjadi kades, 17 Desember lalu, banyak program yang dia geber. Dari mulai membongkar gapura pintu masuk desa, menyulap wajah kantor desa, sampai membuat layanan online. Sidomulyo Online System (SOS). Sebuah aplikasi yang memanjakan warga. Semua urusan administrasi dan kependudukan cukup diselesaikan via online. Cukup lewat HP.
Untuk urusan religi, Mas Kades juga membongkar kebiasaan lama. Azan datang, perangkat harus bergegas salat berjamaah. Layanan stop dulu. “Duhur dan Asar, perangkat yang muslim saya wajibkan salat berjamaah,’’ katanya.
Tak bermaksud ekstrem. Mas Kades hanya mengajarkan totalitas dalam berkomitmen. Di Sidomulyo juga banyak warga nonmuslim. Mas Kades tetap mengayominya. Bahkan, menjadikan mereka sahabat dan kawan-kawan akrabnya. Juga teman diskusi dan keseharian.
Kalau toh dia bikin gerakan Tahajud dan Subuh berjamaah, itu juga dalam rangka mengajak untuk totalitas. Lebih-lebih, mayoritas warganya muslim. Dia mulai dengan sebulan sekali dulu. Tiap awal bulan. Dia jadwal masjid-masjid yang ada di seluruh dusun untuk digilir. Ada 13 masjid. Butuh setahun lebih untuk menyelesaikan satu putaran.
Mas Kades sengaja menggilir masjid-masjid diseluruh dusun sekali sebulan. Dan, dia selalu menyempatkan untuk hadir, mengawali dan memberi contoh. Harapannya, biar gerakan ini nanti dilanjutkan sendiri oleh takmir bersama warga sekitar. Tak perlu tiap hari. Prinsipnya sederhana. Kalau sebulan sekali dirasa kurang biar dicoba sebulan dua kali. Jika sebulan dua kali dirasa kurang, biar dicoba sepekan sekali. Jika masih saja merasa kurang, biar tiga hari sekali. “Kalau juga masih dirasa kurang, ya silakan saja digelar tiap hari. Bebas,’’ katanya.
Tak hanya urusan religi. Bagi Mas Kades, Tahajud berjamaah jika istiqamah dilakukan, bisa menjadi solusi atas problem-problem kemasyarakatan. Sebab, masyarakat saling berinteraksi di tempat yang mulia, masjid. Dengan gerakan itu pula, Mas Kades mengajak agar warganya saling peduli. Tahu ada tetangga kesusahan, harus segera ada solusi. Pun jika ada warga yang sakit, tetangga harus cepat tahu dan membantu. “Saling peduli itu penting. Dan saya yakin Tahajud dan Subuh berjamaah ini bisa menjadi jalan untuk saling peduli,’’ katanya.
Awal pekan kemarin adalah kali kedua Tahajud berjamaah itu dia gelar. DiMasjidBaiturahman, Dusun Curah Damar. Untuk yang pertama, Mas Kades menggelarnya di masjid Attamini. Jaraknya tak lebih satu kilometer dari kediaman Mas Kades. Masjid lumayan megah ini berdiri juga berkat upaya Mas Kades yang berhasil menarik donatur untuk membangun masjid di desanya. Dulu, jauh sebelum dia menjabat kades.
Dua kali digelar, jumlah jamaah nyaris sama banyak. Meski tak sebanyak ketika Jumatan, ruangan inti masjid hampir full dalam dua kali Tahajud berjamaah. Yang datang, selainperangkat desa, warga sekitar masjid. Ada pula petugas dari kepolisian dan koramil. Tak hanya bapak-bapak. Terlihat juga jamaah perempuan. Lumayan banyak juga, dua baris hampir full. “Untuk mengawali sengaja saya kirimkan surat undangan ke warga sekitar masjid. Alhamdulillah responsnya bagus. Jamaahnya banyak,’’ kata Mas Kades.
Rakaatnya tak perlu panjang-panjang. Sebelas rakaat sudah termasuk salat witir (salat penutup). Suratnya juga pendek-pendek saja. Yang penting dibaca secara tartil dan seluruh gerakan tumakninah (tidak terburu-buru). Mas Kades juga mengajak warga disiplin. Jam tiga persis dimulai. Tak usah menunggu-nunggu jamaah. “Pokok jam tiga sudah. Langsung takmulai. Gakpakenunggu-nunggu sudah,’’ katanya, dengan logat Madura kental.
Dengan konsep seperti itu, menjelang Subuh,Tahajud sudah selesai. Itu sudah termasuk doa dan zikir bersama yang dipimpin ustad atau kiai setempat. “Ada waktu istirahat sekitar tujuh menitan sambil menunggu azan subuh. Mau lanjut doa secara pribadi atau istirahat,monggo saja,’’ lanjutnya.
Begitu tarhim dikumandangkan, jamaah pun sudah kembali bersiap untuk salat Subuh berjamaah. Mereka langsung menata rapi barisan saf. Beberapa yang lain melaksanakan salat sunah.
Usai zikir selepas Subuh berjamaah, warga langsung mencari posisi nyaman. Ada yang minggir mendekat tembok masjid. Ada pula yang bersandar ke tiang masjid. Bebas. Sambil selonjorankaki juga boleh. Itulah momen silaturahmi yang diawali dengan tausiah oleh Mas Kades. Selanjutnya, bisa diisi dengan bincang santai. Jika masih kurang, Mas Kades tak berkeberatan diajak lama-lama bercengkerama dengan warganya di teras masjid sekalipun. Sambil nyeruput kopi atau teh yang dihidangkan dengan kudapan ala desa.
Mas Kades memang berpesan khusus kepada takmir. Agar menghidangkan sajian untuk jamaah. Tak usah khawatir uang kas habis. Justru dia mengajak agar takmir masjid tak lagi hobi banyak-banyakan menyimpan uang kas. Tapi, banyak-banyakan uang kas sekaligus banyak-banyakan menyalurkannya untuk kegiatan positif. “Uang kas masjid harus diputar, utamanya untuk kemakmuran warga sekitar masjid. Kalau perlu sampai saldo kasnya nol, lalu isi lagi dan nolkan lagi,’’ tukasnya bersemangat.
Begitulah. Setidaknya, momen akrab dan sangat cair terlihat. Warga juga tak sungkan mengobrolkan apa pun dengan kadesnya. Tak ada sekat. Mas Kades rupanya memang sudah mematri pilihan: lebih memilih merawat desa. Menjadikan Sidomulyo benar-benar jadi mulia. Maju desanya, bahagia warganya.