SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Aksara tidak hanya tentang huruf alfabet yang selama ini kita kenal baik dalam kehidupan sehari-hari. Lebih jauh lagi, aksara telah hadir sesuai peradaban bangsa. Hubungan antara aksara bangsa lain hingga ke Indonesia menjadi topik pembahasan dalam peringatan Hari Aksara yang digelar Museum Huruf, Jember beberapa waktu lalu.
Direktur Museum Huruf Ade Shidiq Permana mengatakan, sebelum peringatan Hari Aksara, Museum Huruf menggelar Pekan Aksara dan sekaligus empat tahun berdirinya Museum Huruf di Jember. “Karena pandemi, untuk diskusinya sedikit orang saja,” terangnya.
Diskusi tersebut juga membahas mengenai hubungan antara aksara mancanegara dengan yang ada di Indonesia. Salah satunya tentang aksara Maya dari bangsa Aztec. “Lewat diskusi di Museum Huruf Jember tersebut kami juga ingin mengetahui dan membuka wawasan tentang apakah ada hubungan benang merah antara aksara dari suku bangsa lainnya,” paparnya.
Sementara itu, dalam konteks aksara yang berkembang di suku bangsa Indonesia, juga ada banyak khazanah dan ada benang merah terhadap perkembangan aksara dari bangsa lain. Dia mencontohkan ada aksara Jawa yang dikenal hanacaraka, juga ada benang merah dari aksara di India. “Aksara Jawa secara bentuk hampir sama dengan huruf yang dipakai di Thailand. Karena dari benang merah terdapat hubungan,” tuturnya. Oleh karena itu, Museum Huruf Jember juga ingin memberikan gambaran dan wawasan tentang hubungan aksara, baik yang berkembang di suku bangsa Indonesia maupun mancanegara.
Sementara itu, Direktur Pelaksana Museum Huruf Jember Erik Wijayanto menambahkan, tujuan dari kegiatan diskusi di Museum Huruf Jember adalah usaha untuk mendekonstruksi bentukan dasar pemikiran secara umum, dengan membangun dialektika dan logika melalui pencarian pengetahuan alternatif di dalam bukti-bukti sejarah yang ada. “Agar kita dapat mulai mempertanyakan banyak hal tentang ilmu pengetahuan yang pernah kita terima, baik secara akademik maupun dari penelusuran teori konvensional,” tuturnya.
Dia menambahkan, aksara Jawa, Bugis, Batak, hingga Rencong dari Aceh merupakan turunan dari aksara Brahmi. Kebanyakan daerah Asia Tenggara aksara yang dipakai adalah dari Brahmi, yaitu dari Indus atau India 1500 SM. Dari aksara Brahmi turun menjadi aksara Palawa, hingga jadi aksara Thailand, Jawa, hingga Bugis.
Dia menjelaskan, aksara ini perlu dilestarikan. Bahkan, menurutnya, melek aksara menjadi salah satu wujud menjadi peradaban maju. “Aksara itu sebagai tanda peradaban. Peradaban maju pasti muncul aksara,” tuturnya.
Sayangnya, peringatan aksara lebih identik dengan aksara latin. Sehingga, dia pun tidak sepakat masih ada buta aksara di Jember. “Yang benar itu buta aksara latin. Karena masyarakat hanya bisa membaca aksara Jawa, membaca kitab kuning, hingga mengaji itu termasuk melek aksara,” pungkasnya.
Reporter : Dwi Siswanto
Fotografer : Dwi Siswanto
Editor : Lintang Anis Bena Kinanti