29.4 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Tren Kasus Kekerasan Seksual Anak, Apa Kabar KLA?

DP3AKB: Pengaruhi Penilaian di Tahun 2021

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Diakui atau tidak, pandemi memberikan dampak yang signifikan dalam peningkatan kasus atau tindakan asusila, khususnya pada anak. Kasus terbaru terjadi di Kecamatan Mayang, yang dilakukan seorang pria terhadap anak tirinya.

Kepala desa setempat akhirnya melaporkan kasus tersebut kepada kepolisian, dan saat ini pelaku ditahan di Polres Jember. “Pelaku sudah ditahan. Belum BAP dan pemanggilan,” kata Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Jember Solehati.

Dalam hal ini, lanjut dia, PPT melakukan pendampingan terhadap korban, utamanya dalam bentuk penguatan psikologis. Pendampingan ini dilakukan dalam beberapa cara. Salah satunya adalah melakukan kunjungan terhadap korban dan memberikan kekuatan emosional untuk menguatkan.

Mobile_AP_Rectangle 2

Ini bukan kali pertama kasus tindakan asusila pada anak terjadi. Solehati mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2021, tren kasus kekerasan seksual pada anak mengalami peningkatan. Setidaknya telah terjadi 78 kasus yang dialami 40 korban pelecehan pada anak. Akumulasi ini terhitung sejak Januari hingga Mei.

Sedangkan sepanjang 2020 lalu, korban yang mengalami kasus tersebut mencapai 80 orang. “Kalau dulu korban 80-an dalam satu tahun. Sekarang korban sudah mencapai 40 orang, padahal belum pertengahan tahun. Dalam lima bulan sudah ada 40 korban. Ini anak-anak saja,” papar Solehati.

Dia menambahkan, akumulasi jumlah kasus dan korban pada anak itu hanya yang tertangani. Menurut dia, ada beberapa kasus yang tidak ditanganinya. Lantaran pihak keluarga korban lebih memilih diam dan tidak melaporkan. “Ada yang keluarga mereka memilih untuk membiarkan,” imbuhnya lagi.

Sementara, untuk kasus korban orang dewasa, setidaknya ada 18 kasus dan 10 korban perempuan dewasa. Jumlah ini terhitung sejak Januari hingga Mei. “Bisa kekerasan fisik maupun psikis,” katanya lagi.

Adanya kasus ini merupakan sebuah ironi, manakala Jember tengah mempersiapkan diri untuk menjadi kabupaten layak anak (KLA). Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember Suprihandoko mengungkapkan bahwa meningkatnya jumlah korban kekerasan pada anak merupakan salah satu dampak pandemi. “Bukan tidak mungkin hal-hal buruk itu terjadi,” kata Suprihandoko ketika dihubungi melalui sambungan telepon.

Meski demikian, lanjut dia, peningkatan jumlah kasus ini tidak secara signifikan memengaruhi poin penilaian KLA di tahun 2021. Namun, besar kemungkinan akan memengaruhi penilaian pada 2022 mendatang. “Penilaian yang kemarin masih belum keluar. Tapi, hal ini bisa memengaruhi penilaian di tahun berikutnya,” sambungnya.

Pihaknya memberikan alternatif dengan memperkuat sistem dan fungsi-fungsi setiap keluarga. Penguatan sistem itu dilakukan dengan merintis eksistensi Bunda Genre di setiap kecamatan, dan nantinya ada proses konseling untuk setiap remaja. Konseling itu meliputi penguatan secara psikologis serta edukasi kesehatan reproduksi.

“Akan disiapkan regulasi dan strategi agar tidak terjadi. Untuk mengatasi itu, kami sudah siapkan untuk mengukuhkan Bunda Genre di 31 kecamatan. Harus punya pusat informasi psikologi remaja unggulan,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Dok. Jawa Pos
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Diakui atau tidak, pandemi memberikan dampak yang signifikan dalam peningkatan kasus atau tindakan asusila, khususnya pada anak. Kasus terbaru terjadi di Kecamatan Mayang, yang dilakukan seorang pria terhadap anak tirinya.

Kepala desa setempat akhirnya melaporkan kasus tersebut kepada kepolisian, dan saat ini pelaku ditahan di Polres Jember. “Pelaku sudah ditahan. Belum BAP dan pemanggilan,” kata Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Jember Solehati.

Dalam hal ini, lanjut dia, PPT melakukan pendampingan terhadap korban, utamanya dalam bentuk penguatan psikologis. Pendampingan ini dilakukan dalam beberapa cara. Salah satunya adalah melakukan kunjungan terhadap korban dan memberikan kekuatan emosional untuk menguatkan.

Ini bukan kali pertama kasus tindakan asusila pada anak terjadi. Solehati mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2021, tren kasus kekerasan seksual pada anak mengalami peningkatan. Setidaknya telah terjadi 78 kasus yang dialami 40 korban pelecehan pada anak. Akumulasi ini terhitung sejak Januari hingga Mei.

Sedangkan sepanjang 2020 lalu, korban yang mengalami kasus tersebut mencapai 80 orang. “Kalau dulu korban 80-an dalam satu tahun. Sekarang korban sudah mencapai 40 orang, padahal belum pertengahan tahun. Dalam lima bulan sudah ada 40 korban. Ini anak-anak saja,” papar Solehati.

Dia menambahkan, akumulasi jumlah kasus dan korban pada anak itu hanya yang tertangani. Menurut dia, ada beberapa kasus yang tidak ditanganinya. Lantaran pihak keluarga korban lebih memilih diam dan tidak melaporkan. “Ada yang keluarga mereka memilih untuk membiarkan,” imbuhnya lagi.

Sementara, untuk kasus korban orang dewasa, setidaknya ada 18 kasus dan 10 korban perempuan dewasa. Jumlah ini terhitung sejak Januari hingga Mei. “Bisa kekerasan fisik maupun psikis,” katanya lagi.

Adanya kasus ini merupakan sebuah ironi, manakala Jember tengah mempersiapkan diri untuk menjadi kabupaten layak anak (KLA). Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember Suprihandoko mengungkapkan bahwa meningkatnya jumlah korban kekerasan pada anak merupakan salah satu dampak pandemi. “Bukan tidak mungkin hal-hal buruk itu terjadi,” kata Suprihandoko ketika dihubungi melalui sambungan telepon.

Meski demikian, lanjut dia, peningkatan jumlah kasus ini tidak secara signifikan memengaruhi poin penilaian KLA di tahun 2021. Namun, besar kemungkinan akan memengaruhi penilaian pada 2022 mendatang. “Penilaian yang kemarin masih belum keluar. Tapi, hal ini bisa memengaruhi penilaian di tahun berikutnya,” sambungnya.

Pihaknya memberikan alternatif dengan memperkuat sistem dan fungsi-fungsi setiap keluarga. Penguatan sistem itu dilakukan dengan merintis eksistensi Bunda Genre di setiap kecamatan, dan nantinya ada proses konseling untuk setiap remaja. Konseling itu meliputi penguatan secara psikologis serta edukasi kesehatan reproduksi.

“Akan disiapkan regulasi dan strategi agar tidak terjadi. Untuk mengatasi itu, kami sudah siapkan untuk mengukuhkan Bunda Genre di 31 kecamatan. Harus punya pusat informasi psikologi remaja unggulan,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Dok. Jawa Pos
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Diakui atau tidak, pandemi memberikan dampak yang signifikan dalam peningkatan kasus atau tindakan asusila, khususnya pada anak. Kasus terbaru terjadi di Kecamatan Mayang, yang dilakukan seorang pria terhadap anak tirinya.

Kepala desa setempat akhirnya melaporkan kasus tersebut kepada kepolisian, dan saat ini pelaku ditahan di Polres Jember. “Pelaku sudah ditahan. Belum BAP dan pemanggilan,” kata Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Jember Solehati.

Dalam hal ini, lanjut dia, PPT melakukan pendampingan terhadap korban, utamanya dalam bentuk penguatan psikologis. Pendampingan ini dilakukan dalam beberapa cara. Salah satunya adalah melakukan kunjungan terhadap korban dan memberikan kekuatan emosional untuk menguatkan.

Ini bukan kali pertama kasus tindakan asusila pada anak terjadi. Solehati mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2021, tren kasus kekerasan seksual pada anak mengalami peningkatan. Setidaknya telah terjadi 78 kasus yang dialami 40 korban pelecehan pada anak. Akumulasi ini terhitung sejak Januari hingga Mei.

Sedangkan sepanjang 2020 lalu, korban yang mengalami kasus tersebut mencapai 80 orang. “Kalau dulu korban 80-an dalam satu tahun. Sekarang korban sudah mencapai 40 orang, padahal belum pertengahan tahun. Dalam lima bulan sudah ada 40 korban. Ini anak-anak saja,” papar Solehati.

Dia menambahkan, akumulasi jumlah kasus dan korban pada anak itu hanya yang tertangani. Menurut dia, ada beberapa kasus yang tidak ditanganinya. Lantaran pihak keluarga korban lebih memilih diam dan tidak melaporkan. “Ada yang keluarga mereka memilih untuk membiarkan,” imbuhnya lagi.

Sementara, untuk kasus korban orang dewasa, setidaknya ada 18 kasus dan 10 korban perempuan dewasa. Jumlah ini terhitung sejak Januari hingga Mei. “Bisa kekerasan fisik maupun psikis,” katanya lagi.

Adanya kasus ini merupakan sebuah ironi, manakala Jember tengah mempersiapkan diri untuk menjadi kabupaten layak anak (KLA). Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember Suprihandoko mengungkapkan bahwa meningkatnya jumlah korban kekerasan pada anak merupakan salah satu dampak pandemi. “Bukan tidak mungkin hal-hal buruk itu terjadi,” kata Suprihandoko ketika dihubungi melalui sambungan telepon.

Meski demikian, lanjut dia, peningkatan jumlah kasus ini tidak secara signifikan memengaruhi poin penilaian KLA di tahun 2021. Namun, besar kemungkinan akan memengaruhi penilaian pada 2022 mendatang. “Penilaian yang kemarin masih belum keluar. Tapi, hal ini bisa memengaruhi penilaian di tahun berikutnya,” sambungnya.

Pihaknya memberikan alternatif dengan memperkuat sistem dan fungsi-fungsi setiap keluarga. Penguatan sistem itu dilakukan dengan merintis eksistensi Bunda Genre di setiap kecamatan, dan nantinya ada proses konseling untuk setiap remaja. Konseling itu meliputi penguatan secara psikologis serta edukasi kesehatan reproduksi.

“Akan disiapkan regulasi dan strategi agar tidak terjadi. Untuk mengatasi itu, kami sudah siapkan untuk mengukuhkan Bunda Genre di 31 kecamatan. Harus punya pusat informasi psikologi remaja unggulan,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Dok. Jawa Pos
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca