JEMBER, RADARJEMBER.ID – PEMERINTAH perlu lebih serius menata dan mengelola RTH. Sebab, ruang publik tersebut tak hanya menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreatif dan olahraga masyarakat, tapi juga berpotensi menjadi sumber ekonomi. Bila perlu, diberi kamera pengawas untuk menghindari aksi pencurian, serta dikonsep tematik supaya lebih menarik.
Direktur The Centre for Human Rights, Multiculturalism, and Migration (CHRM2) Universitas Jember (Unej) Al Khanif menyatakan, berbicara tentang RTH, ada hal yang sangat luas untuk dibahas. Di sana ada hak anak, hak atas lingkungan, hak untuk para pedagang, dan masyarakat luas. “Menurut saya, RTH akan berfungsi dengan baik kalau inklusif,” ucapnya.
RTH juga harus bersifat terbuka dan bisa diakses oleh semua kelompok masyarakat. Termasuk oleh anak-anak. Dengan kata lain, anak bisa pergi ke RTH sendirian tanpa didampingi orang tua. Namun selama ini, kondisinya tidaklah demikian. RTH masih belum ramah terhadap anak. Anak-anak masih belum aman ketika bermain di sana karena masih banyak asap rokok yang berseliweran. Selanjutnya adalah inklusif untuk para pelaku ekonomi. Pedagang dan masyarakat seharusnya bisa memanfaatkan RTH supaya bisa menguntungkan mereka.
Khanif menilai, pemerintahan sebelumnya sebenarnya telah merancang pembangunan RTH itu cukup bagus, meski belum selesai. “Itu harus dilanjutkan bupati sekarang. Kalau tidak, justru bahaya dan malah tidak inklusif,” paparnya.
Pemerintah bisa mencontoh seperti di New York. Di sana banyak RTH tematik. Mulai lahan untuk skate board, BMX, hingga futsal. “Dengan APBD Jember sekitar Rp 4 triliun, tidak mungkin tidak mampu. Pasti bisa,” ucapnya.
Oleh karena itu, dia mengharapkan agar bupati sekarang jangan sampai alergi dengan kebijakan yang dulu. Upaya bupati dulu bagus dan harus dilanjutkan serta dikonsep sesuai standar Alun-Alun Jember. Khanif meyakini, jika penataan yang dilakukan serius, maka taman publik itu bakal menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat. “Kalau fokus minimal 10 (RTH, Red) saja, pasti akan ada sentra ekonomi baru,” ulasnya.
Selain itu, juga perlu dipertimbangkan untuk pembangunan RTH yang inklusif bagi para penyandang disabilitas. Terkait dengan keamanan, dia mengungkapkan, tak perlu memakai petugas satpol PP. Cukup pasang kamera pengintai atau CCTV. “Tapi, harus diawasi secara intens,” tandasnya.
Bagaimana dengan kebersihan? Sebenarnya, di RTH ini juga sudah disediakan tempat sampah. Namun, masih banyak juga sampah yang berserakan di sekitar RTH. Ketua Sobung Sarka Dina Putu Ayu K mengungkapkan, ada berbagai kemungkinan. Bisa jadi karena sarana yang ada tidak mencukupi untuk menampung sampah, atau karena kesadaran masyarakat yang minim.
Berdasar pemantauannya pada Sabtu malam Minggu di RTH Sumbersari, tempat tersebut disalahgunakan untuk mabuk-mabukan oleh sejumlah pemuda. “Kebetulan dekat dengan rumah orang tua saya. Mereka pergi saat diusir polisi, lalu kembali saat polisi sudah pergi,” tutur warga di Jalan S Parman, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari, itu.
Artinya, kata dia, perlu ada ketegasan dari pemerintah dan kesadaran dari masyarakat. Sebaiknya memang harus ada penjaga. Pertama, untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar membuang sampah pada tempatnya. Kedua, untuk memberikan rasa aman kepada warga dari gangguan kelompok yang meresahkan. (nen/c2/rus)