JEMBER, RADARJEMBER.ID – Bagi generasi yang gemar melestarikan tradisi dan budaya, pandemi Covid-19 bukanlah kendala yang menghalangi untuk terus berkarya. Seperti yang dilakukan oleh anggota Sanggar Kartika Budaya. Sebuah sanggar seni yang tetap menggelar pertunjukan untuk melakukan uji kompetensi terhadap para anggotanya.
Ya, setelah mendapatkan materi pembelajaran selama satu tahun, para anggota generasi pelaku seni tersebut mengimplementasikan materi yang mereka dapatkan melalui pertunjukan tari. Para anggota sanggar ini terbagi menjadi beberapa tim. Mereka membawakan berbagai macam tarian, mulai dari tarian tradisional hingga tarian modern.
Adanya uji kompetensi ini semata-mata dilakukan demi meningkatkan kualitas para anggotanya. Ada empat materi yang diberikan dalam setiap kelas. Dari empat materi tersebut, setidaknya ada satu materi yang diujikan sesuai dengan apa yang mereka dapatkan selama pembelajaran.
Begitu juga dengan penilaiannya, ada empat indikator yang menjadi acuan penilaian, yaitu rogo atau teknik. Penilaian ini memperhatikan teknik gerakan yang dibawakan oleh peserta. Bagaimana peserta bisa membawakan teknik gerakan sesuai dengan karakter lagu. Kemudian, yang kedua yakni iromo, atau ketepatan irama. Penilaian ini memperhatikan kesesuaian antara gerakan dan musik yang dibawakan. Ketiga adalah wiriso, atau kesesuaian tema tari dengan ekspresi penari atau mimik wajah.
“Uji kompetensi ini merupakan salah satu ujian dari tarian yang sudah dipelajari,” kata Enys Kartika, pimpinan Sanggar Kartika Budaya.
Para anggota yang mengikuti uji kompetensi ini nantinya mendapatkan sertifikat dan nilai rapor sesuai hasil belajar yang mereka lakukan. Oleh karenanya, hasil dari ujian ini juga dibedakan dalam beberapa kategori atau predikat.
Kegiatan uji kompetensi memang sudah biasa dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Meski merupakan tarian, kegiatan harus tetap dipaksakan secara daring meski sedang pandemi.
“Alhamdulillah standar dan indikator kami tidak diturunkan walau sedang pandemi, karena ini untuk mempertahankan skill dan kualitas kemampuan anggota kami,” ujar ibu dua anak ini.
Meski pembelajaran di sanggar tak memiliki kurikulum yang detail seperti di lembaga pendidikan, namun para anggota sanggar tetap diberi pelatihan khusus. Mereka sengaja dilatih bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan individu atau skill, namun lebih kepada upaya dan semangat dalam melestarikan budaya daerah agar tidak luntur. “Karena sekarang zamannya sudah serba digital, maka pembelajaran di sanggar juga perlu ditingkatkan dengan cara pelatihan atau uji kompetensi seperti ini,” ujarnya.
Enys pun berharap, dari uji kompetensi yang ia lakukan, anak-anak didiknya tersebut bisa memberikan manfaat dan inspirasi untuk anak muda lainnya. “Semoga bisa menularkan semangat buat anak-anak yang lain, agar semakin banyak anak yang mau melestarikan budaya kita,” pungkasnya.
Jurnalis : Delfi Nihayah
Fotografer : Istimewa
Redaktur : Nur Hariri