23.2 C
Jember
Friday, 24 March 2023

Belajar Dari Kasus Ibu Bunuh Anak di Jember

Kontrol Diri agar Tak Mudah Depresi

Mobile_AP_Rectangle 1

KEPATIHAN, Radar Jember – Kasus ibu yang tega menghabisi nyawa anaknya sendiri, beberapa waktu lalu, patut menjadi perhatian bersama. Sebab, kejadian itu bukan kali pertama. Sebelumnya, sang kakak juga mengalami nasib serupa, yakni meninggal lantaran dianiaya ibunya sendiri.

Meski begitu, secara psikologis pelaku juga merupakan manusia yang butuh pertolongan. Lantas, harus diapakan?

Ketua Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) Jember Muhammad Muhib Alwi menyatakan, yang jelas pelaku perlu menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Selain diperiksa di kepolisian untuk menaikkan status, ada proses penyelidikan. Lalu, ada pemeriksaan kesehatan, termasuk psikologis, untuk membuktikan yang dilakukan itu sadar atau tidak sadar. “Nanti bisa disimpulkan dan memengaruhi status hukum pelaku,” lanjutnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Selanjutnya, baru akan direkomendasikan bakal dirawat atau disanksi. Nah, yang perlu jadi perhatian lagi adalah apa yang harus dilakukan untuk menolong pelaku nantinya. Dalam hal ini, dia menuturkan bahwa yang berperan paling dekat adalah keluarga. Sebab, kesehatan mental yang paling banyak berperan adalah keluarga. “Kalau tidak mendukung, akan menjadi tekanan tersendiri bagi yang bersangkutan,” ujar warga Perumahan Tegal Besar Permai, Kecamatan Kaliwates, tersebut.

Menurut dia, setiap orang memiliki potensi masing-masing untuk mengalami gejala gangguan kejiwaan. Misalnya, dia mudah mengalami gangguan kejiwaan karena terlalu sensitif, perasaannya mudah baper. “Terus tidak bisa beradaptasi dengan permasalahan baru dan mudah terstimulasi gangguan kejiwaan,” terangnya.

Belum lagi, pandemi Covid-19 menambah daftar panjang kesengsaraan masyarakat. Bahkan, sebagian orang berpendapat bahwa krisis yang terjadi saat ini mengalahkan krisis moneter pada 1998. “Apalagi kalau memang bermental lemah, bakal lebih berat karena tidak siap,” ucapnya.

Bahkan melalui psikolog pun akan sangat sulit melihat gejala itu karena tak kasat mata. Artinya, butuh pemeriksaan secara eksklusif dan mendalam.

Agar tak terulang kejadian serupa, warga Jember juga perlu memahami bagaimana cara mengontrol diri agar tak mudah depresi. “Pertama, kita harus selalu memiliki kesiapan diri dari hati. Yakni, untuk bisa menerima segala realitas, baik yang sesuai atau tidak sesuai,” terang Muhib.

Dalam melakukan aktivitas atau bekerja, upaya target dalam pekerjaan atau ekonomi harus selalu maksimal melalui fisik dan pikiran. “Kalau tidak siap, efeknya akan merespons dengan respons yang tak siap. Kalau siap pasti menerima,” ucapnya.

Dalam konteks agama, dia mengimbau setiap orang untuk mudah bersyukur sehingga ada upaya untuk mencari solusi. “Beda kalau orang itu tidak siap, tiap berpikir, hanya mengeluh. Menyesali tanpa ada solusi,” tuturnya.

Kedua adalah introspeksi diri. “Tak ada api tanpa ada asap dan sebaliknya,” ungkapnya. Artinya, tak akan ada akibat tanpa sebab. Seseorang perlu giat dalam melakukan evaluasi dan perbaikan, bukan menyesali. Baik spiritual maupun kualitas usaha. (nen/c2/lin)

- Advertisement -

KEPATIHAN, Radar Jember – Kasus ibu yang tega menghabisi nyawa anaknya sendiri, beberapa waktu lalu, patut menjadi perhatian bersama. Sebab, kejadian itu bukan kali pertama. Sebelumnya, sang kakak juga mengalami nasib serupa, yakni meninggal lantaran dianiaya ibunya sendiri.

Meski begitu, secara psikologis pelaku juga merupakan manusia yang butuh pertolongan. Lantas, harus diapakan?

Ketua Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) Jember Muhammad Muhib Alwi menyatakan, yang jelas pelaku perlu menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Selain diperiksa di kepolisian untuk menaikkan status, ada proses penyelidikan. Lalu, ada pemeriksaan kesehatan, termasuk psikologis, untuk membuktikan yang dilakukan itu sadar atau tidak sadar. “Nanti bisa disimpulkan dan memengaruhi status hukum pelaku,” lanjutnya.

Selanjutnya, baru akan direkomendasikan bakal dirawat atau disanksi. Nah, yang perlu jadi perhatian lagi adalah apa yang harus dilakukan untuk menolong pelaku nantinya. Dalam hal ini, dia menuturkan bahwa yang berperan paling dekat adalah keluarga. Sebab, kesehatan mental yang paling banyak berperan adalah keluarga. “Kalau tidak mendukung, akan menjadi tekanan tersendiri bagi yang bersangkutan,” ujar warga Perumahan Tegal Besar Permai, Kecamatan Kaliwates, tersebut.

Menurut dia, setiap orang memiliki potensi masing-masing untuk mengalami gejala gangguan kejiwaan. Misalnya, dia mudah mengalami gangguan kejiwaan karena terlalu sensitif, perasaannya mudah baper. “Terus tidak bisa beradaptasi dengan permasalahan baru dan mudah terstimulasi gangguan kejiwaan,” terangnya.

Belum lagi, pandemi Covid-19 menambah daftar panjang kesengsaraan masyarakat. Bahkan, sebagian orang berpendapat bahwa krisis yang terjadi saat ini mengalahkan krisis moneter pada 1998. “Apalagi kalau memang bermental lemah, bakal lebih berat karena tidak siap,” ucapnya.

Bahkan melalui psikolog pun akan sangat sulit melihat gejala itu karena tak kasat mata. Artinya, butuh pemeriksaan secara eksklusif dan mendalam.

Agar tak terulang kejadian serupa, warga Jember juga perlu memahami bagaimana cara mengontrol diri agar tak mudah depresi. “Pertama, kita harus selalu memiliki kesiapan diri dari hati. Yakni, untuk bisa menerima segala realitas, baik yang sesuai atau tidak sesuai,” terang Muhib.

Dalam melakukan aktivitas atau bekerja, upaya target dalam pekerjaan atau ekonomi harus selalu maksimal melalui fisik dan pikiran. “Kalau tidak siap, efeknya akan merespons dengan respons yang tak siap. Kalau siap pasti menerima,” ucapnya.

Dalam konteks agama, dia mengimbau setiap orang untuk mudah bersyukur sehingga ada upaya untuk mencari solusi. “Beda kalau orang itu tidak siap, tiap berpikir, hanya mengeluh. Menyesali tanpa ada solusi,” tuturnya.

Kedua adalah introspeksi diri. “Tak ada api tanpa ada asap dan sebaliknya,” ungkapnya. Artinya, tak akan ada akibat tanpa sebab. Seseorang perlu giat dalam melakukan evaluasi dan perbaikan, bukan menyesali. Baik spiritual maupun kualitas usaha. (nen/c2/lin)

KEPATIHAN, Radar Jember – Kasus ibu yang tega menghabisi nyawa anaknya sendiri, beberapa waktu lalu, patut menjadi perhatian bersama. Sebab, kejadian itu bukan kali pertama. Sebelumnya, sang kakak juga mengalami nasib serupa, yakni meninggal lantaran dianiaya ibunya sendiri.

Meski begitu, secara psikologis pelaku juga merupakan manusia yang butuh pertolongan. Lantas, harus diapakan?

Ketua Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) Jember Muhammad Muhib Alwi menyatakan, yang jelas pelaku perlu menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Selain diperiksa di kepolisian untuk menaikkan status, ada proses penyelidikan. Lalu, ada pemeriksaan kesehatan, termasuk psikologis, untuk membuktikan yang dilakukan itu sadar atau tidak sadar. “Nanti bisa disimpulkan dan memengaruhi status hukum pelaku,” lanjutnya.

Selanjutnya, baru akan direkomendasikan bakal dirawat atau disanksi. Nah, yang perlu jadi perhatian lagi adalah apa yang harus dilakukan untuk menolong pelaku nantinya. Dalam hal ini, dia menuturkan bahwa yang berperan paling dekat adalah keluarga. Sebab, kesehatan mental yang paling banyak berperan adalah keluarga. “Kalau tidak mendukung, akan menjadi tekanan tersendiri bagi yang bersangkutan,” ujar warga Perumahan Tegal Besar Permai, Kecamatan Kaliwates, tersebut.

Menurut dia, setiap orang memiliki potensi masing-masing untuk mengalami gejala gangguan kejiwaan. Misalnya, dia mudah mengalami gangguan kejiwaan karena terlalu sensitif, perasaannya mudah baper. “Terus tidak bisa beradaptasi dengan permasalahan baru dan mudah terstimulasi gangguan kejiwaan,” terangnya.

Belum lagi, pandemi Covid-19 menambah daftar panjang kesengsaraan masyarakat. Bahkan, sebagian orang berpendapat bahwa krisis yang terjadi saat ini mengalahkan krisis moneter pada 1998. “Apalagi kalau memang bermental lemah, bakal lebih berat karena tidak siap,” ucapnya.

Bahkan melalui psikolog pun akan sangat sulit melihat gejala itu karena tak kasat mata. Artinya, butuh pemeriksaan secara eksklusif dan mendalam.

Agar tak terulang kejadian serupa, warga Jember juga perlu memahami bagaimana cara mengontrol diri agar tak mudah depresi. “Pertama, kita harus selalu memiliki kesiapan diri dari hati. Yakni, untuk bisa menerima segala realitas, baik yang sesuai atau tidak sesuai,” terang Muhib.

Dalam melakukan aktivitas atau bekerja, upaya target dalam pekerjaan atau ekonomi harus selalu maksimal melalui fisik dan pikiran. “Kalau tidak siap, efeknya akan merespons dengan respons yang tak siap. Kalau siap pasti menerima,” ucapnya.

Dalam konteks agama, dia mengimbau setiap orang untuk mudah bersyukur sehingga ada upaya untuk mencari solusi. “Beda kalau orang itu tidak siap, tiap berpikir, hanya mengeluh. Menyesali tanpa ada solusi,” tuturnya.

Kedua adalah introspeksi diri. “Tak ada api tanpa ada asap dan sebaliknya,” ungkapnya. Artinya, tak akan ada akibat tanpa sebab. Seseorang perlu giat dalam melakukan evaluasi dan perbaikan, bukan menyesali. Baik spiritual maupun kualitas usaha. (nen/c2/lin)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca