JEMBER, RADARJEMBER.ID – Gaya hidup warga di era modern sekarang ini berbeda-beda. Terlebih, dari segi makanan yang dikonsumsi setiap hari, juga tidak sama. Setiap orang dapat dipastikan menyumbang sampah meski sedikit. Seperti sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari.
Seperti kita tahu, sampah ada berbagai jenis. Ada sampah organik, anorganik, beracun, serta jenis lainnya. Nah, sampah yang masuk ke TPA sejak lama diharapkan bukan sampah organik dan sampah yang dapat didaur ulang, namun kenyataan di lapangan belum sesuai. Berbagai jenis sampah masih bercampur menjadi satu, sehingga banyak sampah yang sampai ke TPA.
Hal ini memerlukan perhatian serius dari hulu ke hilir. Bukan saja di TPA, di lingkungan rumah warga juga perlu diseriusi. Sejauh ini, pemilahan sampah belum bisa dibilang sukses karena banyak faktor. Contoh kecil, warga yang pendidikannya rendah maupun mahasiswa atau yang sudah menjadi pejabat, jika membeli nasi bungkus maka sampahnya belum dipilah. Padahal, di situ ada plastik, kertas minyak, serta sampah makanan. Lantas, siapa yang harus memulai pemilahan sampah.
Selama tahun 2021, sampah yang masuk ke TPA Pakusari cukup luar biasa. Dalam seminggu, rata-rata sekitar 1 juta kilogram sampah yang masuk ke sana. Sampah itu pun campur aduk mulai dari yang organik, anorganik, sampah plastik, kertas, daun, batang pohon, maupun yang beracun.
Sampah yang masuk ke TPA Pakusari setidaknya berasal dari 15 kecamatan. Masing-masing, Kecamatan Kaliwates, Rambipuji, Patrang, Sumbersari, Arjasa, Pakusari, Mayang, Silo, Kalisat, Sumberjambe, Sukowono, Jelbuk, dan Ajung. Selain itu, datang dari Jenggawah, Ambulu, dan Puger.
Keberadaan sampah itu kian menjadi bukit alias menggunung. Bahkan bisa dilihat dari kejauhan. Saat musim hujan, kondisi pembuangan sampah semakin tidak terkontrol. Truk pengangkut sampah yang jumlahnya mencapai 41 unit tidak sedikit yang mengalami kecelakaan ringan di sekitar TPA karena terguling. Nah, sampah-sampah yang banyak itu bisa jadi akan terus seperti itu bila tidak dikelola dengan baik.
Koordinator TPA RM Masbut kepada Jawa Pos Radar Jember menyampaikan, sebenarnya sampah-sampah organik yang dibuang di TPA bisa dikelola lagi menjadi pupuk organik. Kemudian, sampah-sampah plastiknya bisa didaur ulang menjadi barang yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Sayangnya, fasilitas alat pengelolaan sampah itu tidak lagi tersedia di TPA yang terletak di kawasan timur Jember ini.
Akibatnya, sampah terus memupuk dan hanya bisa dilakukan pengerukan untuk mengurangi volumenya. “Kita perlu penataan ulang, karena TPA ini sudah dikatakan overload. Untuk alat pengolahan sampah, kita sudah tidak ada lagi, sejak vakumnya taman wisata yang sebelumnya itu,” ungkapnya.
Kendati pengelolaan sampah hanya dilakukan manual, mereka yang bekerja di TPA Pakusari berupaya untuk melakukan pemilahan guna mengurangi volume sampah. Misalnya, plastik disulap menjadi properti di sekitar taman wisata yang baru saja diresmikan. Pantauan Jawa Pos Radar Jember, plastik itu ada yang dibentuk dinosaurus, motor, rumah, hingga tanaman yang tampak ciamik.
Agar lebih bermanfaat, selain mengelola sampah, menurut tim keamanan TPA Pakusari, Bahri, 53, mereka tengah menyiapkan fasilitas penyimpanan ulat sampah. Ulat-ulat tersebut akan sengaja diproduksi agar semakin banyak, untuk kemudian dijual menjadi pakan hewan. Dengan begitu, sampah bisa menghasilkan cuan. “Nanti masyarakat bisa buat pakan ikan, pakan burung. Hasil uangnya untuk pengelolaan TPA lagi,” tuturnya.
Ya, tempat perkembangbiakan ulat tersebut kini telah tersedia. Kesiapannya hampir 100 persen untuk bisa segera difungsikan. Bertempat di gudang penyimpanan styrofoam yang saat ini tengah difungsikan sebagai lahan parkiran, tempat perkembangbiakan ulat itu diletakkan. Bahannya terbuat dari beton, bentuknya persegi panjang, seperti kolam setinggi satu jengkal. “Ini dibuat sekitar dua bulan lalu. Mungkin bulan depan sudah bisa dipakai,” lanjut Bahri.
Nah, hal yang perlu diperhatikan, yakni sedapat mungkin pengelolaan sampah tidak ditumpahkan ke TPA. Ke depan perlu ada terobosan agar sampah-sampah yang masuk ke TPA lebih sedikit. Bila sehari ada seratus ton sampah dari 15 kecamatan, maka akan sangat luar biasa bila 50 persennya tidak masuk ke TPA. Misalnya telah dipilah di bank sampah, ada yang dijadikan pupuk di kecamatan, atau terobosan yang lain.
Jurnalis : Delfi Nihayah
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Nur Hariri