23.5 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Musim Hujan Rawan DBD, Fogging di Perumahan Dinilai Tak Efektif

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID Kasus demam berdarah mulai muncul dan siap mengintai masyarakat Jember. Permintaan fogging pun mulai meningkat. Namun, fogging di kawasan perumahan dinilai tidak cukup efektif. Berbeda dengan kawasan perkampungan. Sebab, di perumahan banyak rumah yang tertutup rapat hingga ogah petugas fogging masuk ke dalam rumah mereka.

Kepala Markas PMI Jember Rupiyanto mengakui, belakangan ini memang mulai ada peningkatan permintaan fogging di PMI. Setelah fogging menyasar kawasan Perumahan Kaliurang Green Garden, selanjutnya ke Puri Bunga Nirwana. Namun, saat fogging di kawasan perumahan ada saja warga yang emoh rumahnya di-fogging sampai ke dalam. “Kebanyakan tidak mau sampai masuk rumah. Khawatir kena asap fogging. Sebetulnya fogging tidak begitu mengganggu,” ucapnya.

Sebenarnya, kata dia, upaya pemberantasan nyamuk paling efektif adalah fogging sampai ke dalam rumah. Tidak hanya di selokan. Meski begitu, jika ada warga yang menolak, pihaknya tak bisa berbuat banyak. Terkadang, juga ada hal-hal yang terjadi lantaran kurang komunikasi dan minimnya informasi antarwarga. “Jadinya miskomunikasi,” jelasnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Selain itu, fogging yang dilakukan pada pagi hari hingga menjelang siang juga memiliki tantangan lain. Banyak rumah warga di perumahan yang tertutup rapat. Para penghuninya tidak ada di rumah. “Karena sibuk kerja, banyak rumahnya tertutup saat ada fogging. Jadi, hanya fogging depan rumah saja dan selokan,” imbuhnya.

Hal itu berbeda sekali dengan fogging di perkampungan dan perdesaan. Kalau di kampung, warga bersedia rumahnya diasapi sampai masuk ke dalam. Para penghuninya juga cenderung ada di rumah. Walau begitu, di perkampungan kepedulian warga terhadap kesehatan lingkungan cenderung kurang dibandingkan dengan warga perumahan. “Dari pengalaman sebelumnya, lebih banyak permintaan fogging itu dari perumahan. Padahal di perkampungan juga ada warga yang terkena demam berdarah,” pungkasnya.

Alternatif Terakhir

SELAIN PMI, Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember juga melakukan fogging. Dalam sepekan terakhir ini, Dinkes menerima empat permintaan dari warga. Salah satunya di Sumberbaru dan Kecamatan Tanggul. “Ada empat wilayah yang mengajukan fogging,” kata dr Rita Wahyuningsih, Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Menular Dinkes Jember.

Padahal, menurut dia, fogging bukanlah satu-satunya cara mencegah DBD. Justru menjadi alternatif terakhir dalam mengatasi nyamuk penyebab DBD. Setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan epidemiologi dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). “Sebenarnya kalau kita bicara fogging ini untuk membunuh nyamuk dewasa. Tidak membunuh jentik,” tuturnya.

Ia menambahkan, fogging justru akan banyak risiko. Di antaranya, potensi pemicu gangguan pernapasan. Maka dari itu, fogging adalah alternatif terakhir. Bahkan cenderung dihindari jika benar-benar tidak dibutuhkan. “Kalau sudah fogging juga belum tentu tidak ada nyamuk. Karena kunci memberantas DBD adalah kemandirian masyarakat dalam PSN,” bebernya.

Menurutnya, efektivitas fogging inilah yang tidak sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat yang meminta fogging. Masyarakat menganggap bahwa setelah fogging keberadaan nyamuk akan berkurang drastis. Dan wilayah tersebut tidak memiliki potensi terserang DBD. “Permintaan fogging itu harus diawali dengan pemeriksaan epidemiologi. Dan itu harus ada kaitannya dengan kasus. Bukan karena wilayah itu banyak nyamuk,” terangnya.

Alurnya, masyarakat bisa mengajukan ke puskesmas masing-masing. Selanjutnya akan ada pemeriksaan epidemiologi di wilayah tersebut. Permintaan kunjungan fogging ini lebih banyak diterima di daerah kota ketimbang di perdesaan. (dwi/ani/c2/rus)

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID Kasus demam berdarah mulai muncul dan siap mengintai masyarakat Jember. Permintaan fogging pun mulai meningkat. Namun, fogging di kawasan perumahan dinilai tidak cukup efektif. Berbeda dengan kawasan perkampungan. Sebab, di perumahan banyak rumah yang tertutup rapat hingga ogah petugas fogging masuk ke dalam rumah mereka.

Kepala Markas PMI Jember Rupiyanto mengakui, belakangan ini memang mulai ada peningkatan permintaan fogging di PMI. Setelah fogging menyasar kawasan Perumahan Kaliurang Green Garden, selanjutnya ke Puri Bunga Nirwana. Namun, saat fogging di kawasan perumahan ada saja warga yang emoh rumahnya di-fogging sampai ke dalam. “Kebanyakan tidak mau sampai masuk rumah. Khawatir kena asap fogging. Sebetulnya fogging tidak begitu mengganggu,” ucapnya.

Sebenarnya, kata dia, upaya pemberantasan nyamuk paling efektif adalah fogging sampai ke dalam rumah. Tidak hanya di selokan. Meski begitu, jika ada warga yang menolak, pihaknya tak bisa berbuat banyak. Terkadang, juga ada hal-hal yang terjadi lantaran kurang komunikasi dan minimnya informasi antarwarga. “Jadinya miskomunikasi,” jelasnya.

Selain itu, fogging yang dilakukan pada pagi hari hingga menjelang siang juga memiliki tantangan lain. Banyak rumah warga di perumahan yang tertutup rapat. Para penghuninya tidak ada di rumah. “Karena sibuk kerja, banyak rumahnya tertutup saat ada fogging. Jadi, hanya fogging depan rumah saja dan selokan,” imbuhnya.

Hal itu berbeda sekali dengan fogging di perkampungan dan perdesaan. Kalau di kampung, warga bersedia rumahnya diasapi sampai masuk ke dalam. Para penghuninya juga cenderung ada di rumah. Walau begitu, di perkampungan kepedulian warga terhadap kesehatan lingkungan cenderung kurang dibandingkan dengan warga perumahan. “Dari pengalaman sebelumnya, lebih banyak permintaan fogging itu dari perumahan. Padahal di perkampungan juga ada warga yang terkena demam berdarah,” pungkasnya.

Alternatif Terakhir

SELAIN PMI, Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember juga melakukan fogging. Dalam sepekan terakhir ini, Dinkes menerima empat permintaan dari warga. Salah satunya di Sumberbaru dan Kecamatan Tanggul. “Ada empat wilayah yang mengajukan fogging,” kata dr Rita Wahyuningsih, Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Menular Dinkes Jember.

Padahal, menurut dia, fogging bukanlah satu-satunya cara mencegah DBD. Justru menjadi alternatif terakhir dalam mengatasi nyamuk penyebab DBD. Setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan epidemiologi dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). “Sebenarnya kalau kita bicara fogging ini untuk membunuh nyamuk dewasa. Tidak membunuh jentik,” tuturnya.

Ia menambahkan, fogging justru akan banyak risiko. Di antaranya, potensi pemicu gangguan pernapasan. Maka dari itu, fogging adalah alternatif terakhir. Bahkan cenderung dihindari jika benar-benar tidak dibutuhkan. “Kalau sudah fogging juga belum tentu tidak ada nyamuk. Karena kunci memberantas DBD adalah kemandirian masyarakat dalam PSN,” bebernya.

Menurutnya, efektivitas fogging inilah yang tidak sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat yang meminta fogging. Masyarakat menganggap bahwa setelah fogging keberadaan nyamuk akan berkurang drastis. Dan wilayah tersebut tidak memiliki potensi terserang DBD. “Permintaan fogging itu harus diawali dengan pemeriksaan epidemiologi. Dan itu harus ada kaitannya dengan kasus. Bukan karena wilayah itu banyak nyamuk,” terangnya.

Alurnya, masyarakat bisa mengajukan ke puskesmas masing-masing. Selanjutnya akan ada pemeriksaan epidemiologi di wilayah tersebut. Permintaan kunjungan fogging ini lebih banyak diterima di daerah kota ketimbang di perdesaan. (dwi/ani/c2/rus)

JEMBER, RADARJEMBER.ID Kasus demam berdarah mulai muncul dan siap mengintai masyarakat Jember. Permintaan fogging pun mulai meningkat. Namun, fogging di kawasan perumahan dinilai tidak cukup efektif. Berbeda dengan kawasan perkampungan. Sebab, di perumahan banyak rumah yang tertutup rapat hingga ogah petugas fogging masuk ke dalam rumah mereka.

Kepala Markas PMI Jember Rupiyanto mengakui, belakangan ini memang mulai ada peningkatan permintaan fogging di PMI. Setelah fogging menyasar kawasan Perumahan Kaliurang Green Garden, selanjutnya ke Puri Bunga Nirwana. Namun, saat fogging di kawasan perumahan ada saja warga yang emoh rumahnya di-fogging sampai ke dalam. “Kebanyakan tidak mau sampai masuk rumah. Khawatir kena asap fogging. Sebetulnya fogging tidak begitu mengganggu,” ucapnya.

Sebenarnya, kata dia, upaya pemberantasan nyamuk paling efektif adalah fogging sampai ke dalam rumah. Tidak hanya di selokan. Meski begitu, jika ada warga yang menolak, pihaknya tak bisa berbuat banyak. Terkadang, juga ada hal-hal yang terjadi lantaran kurang komunikasi dan minimnya informasi antarwarga. “Jadinya miskomunikasi,” jelasnya.

Selain itu, fogging yang dilakukan pada pagi hari hingga menjelang siang juga memiliki tantangan lain. Banyak rumah warga di perumahan yang tertutup rapat. Para penghuninya tidak ada di rumah. “Karena sibuk kerja, banyak rumahnya tertutup saat ada fogging. Jadi, hanya fogging depan rumah saja dan selokan,” imbuhnya.

Hal itu berbeda sekali dengan fogging di perkampungan dan perdesaan. Kalau di kampung, warga bersedia rumahnya diasapi sampai masuk ke dalam. Para penghuninya juga cenderung ada di rumah. Walau begitu, di perkampungan kepedulian warga terhadap kesehatan lingkungan cenderung kurang dibandingkan dengan warga perumahan. “Dari pengalaman sebelumnya, lebih banyak permintaan fogging itu dari perumahan. Padahal di perkampungan juga ada warga yang terkena demam berdarah,” pungkasnya.

Alternatif Terakhir

SELAIN PMI, Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember juga melakukan fogging. Dalam sepekan terakhir ini, Dinkes menerima empat permintaan dari warga. Salah satunya di Sumberbaru dan Kecamatan Tanggul. “Ada empat wilayah yang mengajukan fogging,” kata dr Rita Wahyuningsih, Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Menular Dinkes Jember.

Padahal, menurut dia, fogging bukanlah satu-satunya cara mencegah DBD. Justru menjadi alternatif terakhir dalam mengatasi nyamuk penyebab DBD. Setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan epidemiologi dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). “Sebenarnya kalau kita bicara fogging ini untuk membunuh nyamuk dewasa. Tidak membunuh jentik,” tuturnya.

Ia menambahkan, fogging justru akan banyak risiko. Di antaranya, potensi pemicu gangguan pernapasan. Maka dari itu, fogging adalah alternatif terakhir. Bahkan cenderung dihindari jika benar-benar tidak dibutuhkan. “Kalau sudah fogging juga belum tentu tidak ada nyamuk. Karena kunci memberantas DBD adalah kemandirian masyarakat dalam PSN,” bebernya.

Menurutnya, efektivitas fogging inilah yang tidak sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat yang meminta fogging. Masyarakat menganggap bahwa setelah fogging keberadaan nyamuk akan berkurang drastis. Dan wilayah tersebut tidak memiliki potensi terserang DBD. “Permintaan fogging itu harus diawali dengan pemeriksaan epidemiologi. Dan itu harus ada kaitannya dengan kasus. Bukan karena wilayah itu banyak nyamuk,” terangnya.

Alurnya, masyarakat bisa mengajukan ke puskesmas masing-masing. Selanjutnya akan ada pemeriksaan epidemiologi di wilayah tersebut. Permintaan kunjungan fogging ini lebih banyak diterima di daerah kota ketimbang di perdesaan. (dwi/ani/c2/rus)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca