21.8 C
Jember
Friday, 9 June 2023

Jumlah Pengangguran di Jember Terus Meningkat dari tahun 2018-2021

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pandemi benar-benar menghantam sektor ekonomi. Iklim usaha lesu sehingga banyak perusahaan yang melakukan efisiensi. Imbasnya, para pekerja ada yang mendapat pengurangan jam kerja. Sebagian juga dirumahkan. Kondisi ini membuat jumlah pengangguran di Jember bertambah. Bahkan, catatan selama tiga tahun terakhir, tren angka pengangguran juga terus meningkat.

TAK KENAL LELAH: Seorang pekerja pembakaran batu gamping di Desa Grenden, Kecamatan Puger, sedang mengumpulkan serbuk batu gamping. Pandemi yang berlangsung dua tahun belakangan ini mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan.

Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember menunjukkan, angka di sektor ketenagakerjaan yang terdampak pandemi masih tergolong tinggi. Dari total penduduk usia kerja sebanyak 1,95 juta orang, persentase penduduk usia kerja yang terdampak pandemi mencapai 7,79 persen.

Tercatat, pandemi mengakibatkan 9.467 orang kehilangan pekerjaan, serta 126.297 karyawan mengalami pengurangan jam kerja. Jika dibandingkan dengan 2020 atau di masa awal pandemi, data per 1 Agustus 2021 tersebut memang menurun. Namun, jumlahnya masih cukup fantastis, serta menjadi penyumbang angka pengangguran baru di Jember.

Mobile_AP_Rectangle 2

Sementara itu, angka pengangguran dari tahun ke tahun juga terus mengalami peningkatan. Terutama sejak 2019 hingga 2021. Dari awalnya 47.629 orang menganggur pada 2019, meningkat menjadi 67.448 orang pada 2020. Sedangkan 2021 jumlah pengangguran kian bertambah menjadi 73.017 orang.

Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Jember Ardi Pujo Prabowo menerangkan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan rapat dengar pendapat dengan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Jember pada akhir 2021 kemarin. “Saya meminta kepada Disnaker untuk berinovasi dan berimprovisasi karena pengangguran akibat pandemi ini luar biasa,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Jember, kemarin (6/1).

Dia menuturkan, sebenarnya banyak peluang yang bisa dimaksimalkan untuk mengurangi jumlah pengangguran. Yakni bersinergi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lain. Misalnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) serta Dinas Koperasi UMKM. Dua dinas ini bisa diajak bekerja sama untuk membuka peluang usaha baru demi mengurangi pengangguran itu. “Kalau Disnaker stuck, dampaknya akan seperti itu. Minimal harus ada upaya,” ucapnya.

Cara lain yang bisa dilakukan, kata Ardi, adalah dengan menggenjot berbagai macam pelatihan. Dalam hal ini, upaya Disnaker harus lebih dipacu. Misalnya pelatihan menjahit dan obras yang nanti disambungkan dengan Disperindag.

Di samping itu, dia juga mengkhawatirkan kedatangan pekerja migran Indonesia (PMI) yang bakal menambah jumlah pengangguran di Jember. “Kalau bisa jangan dibiarkan. Harus ditampung, lalu diberikan skill,” sarannya.

Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, tahun 2022 memang masih terhitung beberapa hari. Namun, dia menegaskan, program yang ada di dinas terkait harus segera tereksekusi. “Jangan hanya menggugurkan kewajiban untuk menghabiskan anggaran. Namun, harus ada output yang jelas,” urainya.

Sementara itu, Kepala Disnaker Kabupaten Jember Bambang Rudianto mengakui jumlah pengangguran masih tinggi akibat pandemi yang terjadi dua tahun belakangan ini. “Yang jelas, kami juga menunggu upaya dari OPD lain. Kalau level PPKM bisa turun, peluang kerja bisa lebih besar,” jelasnya.

Dia berkata, pihaknya juga bakal berupaya membuat pelatihan demi menekan angka pengangguran. Contohnya, mantan Camat Rambipuji ini menyebut, baru-baru ini pihaknya bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Jember untuk menyediakan sarana informasi digital bagi para pencari kerja. “Minimal kami permudah dulu pelayanan para pencari kerja dengan digitalisasi,” ungkap pria yang baru menjabat Kepala Disnaker sejak empat hari lalu tersebut.

Sebelumnya, Disnaker masih mengandalkan sistem manual untuk pengurusan berbagai persyaratan kerja. Seperti kartu kuning. Model layanan semacam ini justru terkesan menghambat. Belum lagi jika terjadi antrean panjang. “Kami akan membuat aplikasi. Jadi, para calon pencari kerja tidak perlu datang ke sini. Akan kami validasi dan buktikan,” pungkasnya. (nen/c2/rus)

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pandemi benar-benar menghantam sektor ekonomi. Iklim usaha lesu sehingga banyak perusahaan yang melakukan efisiensi. Imbasnya, para pekerja ada yang mendapat pengurangan jam kerja. Sebagian juga dirumahkan. Kondisi ini membuat jumlah pengangguran di Jember bertambah. Bahkan, catatan selama tiga tahun terakhir, tren angka pengangguran juga terus meningkat.

TAK KENAL LELAH: Seorang pekerja pembakaran batu gamping di Desa Grenden, Kecamatan Puger, sedang mengumpulkan serbuk batu gamping. Pandemi yang berlangsung dua tahun belakangan ini mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan.

Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember menunjukkan, angka di sektor ketenagakerjaan yang terdampak pandemi masih tergolong tinggi. Dari total penduduk usia kerja sebanyak 1,95 juta orang, persentase penduduk usia kerja yang terdampak pandemi mencapai 7,79 persen.

Tercatat, pandemi mengakibatkan 9.467 orang kehilangan pekerjaan, serta 126.297 karyawan mengalami pengurangan jam kerja. Jika dibandingkan dengan 2020 atau di masa awal pandemi, data per 1 Agustus 2021 tersebut memang menurun. Namun, jumlahnya masih cukup fantastis, serta menjadi penyumbang angka pengangguran baru di Jember.

Sementara itu, angka pengangguran dari tahun ke tahun juga terus mengalami peningkatan. Terutama sejak 2019 hingga 2021. Dari awalnya 47.629 orang menganggur pada 2019, meningkat menjadi 67.448 orang pada 2020. Sedangkan 2021 jumlah pengangguran kian bertambah menjadi 73.017 orang.

Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Jember Ardi Pujo Prabowo menerangkan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan rapat dengar pendapat dengan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Jember pada akhir 2021 kemarin. “Saya meminta kepada Disnaker untuk berinovasi dan berimprovisasi karena pengangguran akibat pandemi ini luar biasa,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Jember, kemarin (6/1).

Dia menuturkan, sebenarnya banyak peluang yang bisa dimaksimalkan untuk mengurangi jumlah pengangguran. Yakni bersinergi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lain. Misalnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) serta Dinas Koperasi UMKM. Dua dinas ini bisa diajak bekerja sama untuk membuka peluang usaha baru demi mengurangi pengangguran itu. “Kalau Disnaker stuck, dampaknya akan seperti itu. Minimal harus ada upaya,” ucapnya.

Cara lain yang bisa dilakukan, kata Ardi, adalah dengan menggenjot berbagai macam pelatihan. Dalam hal ini, upaya Disnaker harus lebih dipacu. Misalnya pelatihan menjahit dan obras yang nanti disambungkan dengan Disperindag.

Di samping itu, dia juga mengkhawatirkan kedatangan pekerja migran Indonesia (PMI) yang bakal menambah jumlah pengangguran di Jember. “Kalau bisa jangan dibiarkan. Harus ditampung, lalu diberikan skill,” sarannya.

Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, tahun 2022 memang masih terhitung beberapa hari. Namun, dia menegaskan, program yang ada di dinas terkait harus segera tereksekusi. “Jangan hanya menggugurkan kewajiban untuk menghabiskan anggaran. Namun, harus ada output yang jelas,” urainya.

Sementara itu, Kepala Disnaker Kabupaten Jember Bambang Rudianto mengakui jumlah pengangguran masih tinggi akibat pandemi yang terjadi dua tahun belakangan ini. “Yang jelas, kami juga menunggu upaya dari OPD lain. Kalau level PPKM bisa turun, peluang kerja bisa lebih besar,” jelasnya.

Dia berkata, pihaknya juga bakal berupaya membuat pelatihan demi menekan angka pengangguran. Contohnya, mantan Camat Rambipuji ini menyebut, baru-baru ini pihaknya bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Jember untuk menyediakan sarana informasi digital bagi para pencari kerja. “Minimal kami permudah dulu pelayanan para pencari kerja dengan digitalisasi,” ungkap pria yang baru menjabat Kepala Disnaker sejak empat hari lalu tersebut.

Sebelumnya, Disnaker masih mengandalkan sistem manual untuk pengurusan berbagai persyaratan kerja. Seperti kartu kuning. Model layanan semacam ini justru terkesan menghambat. Belum lagi jika terjadi antrean panjang. “Kami akan membuat aplikasi. Jadi, para calon pencari kerja tidak perlu datang ke sini. Akan kami validasi dan buktikan,” pungkasnya. (nen/c2/rus)

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pandemi benar-benar menghantam sektor ekonomi. Iklim usaha lesu sehingga banyak perusahaan yang melakukan efisiensi. Imbasnya, para pekerja ada yang mendapat pengurangan jam kerja. Sebagian juga dirumahkan. Kondisi ini membuat jumlah pengangguran di Jember bertambah. Bahkan, catatan selama tiga tahun terakhir, tren angka pengangguran juga terus meningkat.

TAK KENAL LELAH: Seorang pekerja pembakaran batu gamping di Desa Grenden, Kecamatan Puger, sedang mengumpulkan serbuk batu gamping. Pandemi yang berlangsung dua tahun belakangan ini mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan.

Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember menunjukkan, angka di sektor ketenagakerjaan yang terdampak pandemi masih tergolong tinggi. Dari total penduduk usia kerja sebanyak 1,95 juta orang, persentase penduduk usia kerja yang terdampak pandemi mencapai 7,79 persen.

Tercatat, pandemi mengakibatkan 9.467 orang kehilangan pekerjaan, serta 126.297 karyawan mengalami pengurangan jam kerja. Jika dibandingkan dengan 2020 atau di masa awal pandemi, data per 1 Agustus 2021 tersebut memang menurun. Namun, jumlahnya masih cukup fantastis, serta menjadi penyumbang angka pengangguran baru di Jember.

Sementara itu, angka pengangguran dari tahun ke tahun juga terus mengalami peningkatan. Terutama sejak 2019 hingga 2021. Dari awalnya 47.629 orang menganggur pada 2019, meningkat menjadi 67.448 orang pada 2020. Sedangkan 2021 jumlah pengangguran kian bertambah menjadi 73.017 orang.

Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Jember Ardi Pujo Prabowo menerangkan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan rapat dengar pendapat dengan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Jember pada akhir 2021 kemarin. “Saya meminta kepada Disnaker untuk berinovasi dan berimprovisasi karena pengangguran akibat pandemi ini luar biasa,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Jember, kemarin (6/1).

Dia menuturkan, sebenarnya banyak peluang yang bisa dimaksimalkan untuk mengurangi jumlah pengangguran. Yakni bersinergi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lain. Misalnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) serta Dinas Koperasi UMKM. Dua dinas ini bisa diajak bekerja sama untuk membuka peluang usaha baru demi mengurangi pengangguran itu. “Kalau Disnaker stuck, dampaknya akan seperti itu. Minimal harus ada upaya,” ucapnya.

Cara lain yang bisa dilakukan, kata Ardi, adalah dengan menggenjot berbagai macam pelatihan. Dalam hal ini, upaya Disnaker harus lebih dipacu. Misalnya pelatihan menjahit dan obras yang nanti disambungkan dengan Disperindag.

Di samping itu, dia juga mengkhawatirkan kedatangan pekerja migran Indonesia (PMI) yang bakal menambah jumlah pengangguran di Jember. “Kalau bisa jangan dibiarkan. Harus ditampung, lalu diberikan skill,” sarannya.

Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, tahun 2022 memang masih terhitung beberapa hari. Namun, dia menegaskan, program yang ada di dinas terkait harus segera tereksekusi. “Jangan hanya menggugurkan kewajiban untuk menghabiskan anggaran. Namun, harus ada output yang jelas,” urainya.

Sementara itu, Kepala Disnaker Kabupaten Jember Bambang Rudianto mengakui jumlah pengangguran masih tinggi akibat pandemi yang terjadi dua tahun belakangan ini. “Yang jelas, kami juga menunggu upaya dari OPD lain. Kalau level PPKM bisa turun, peluang kerja bisa lebih besar,” jelasnya.

Dia berkata, pihaknya juga bakal berupaya membuat pelatihan demi menekan angka pengangguran. Contohnya, mantan Camat Rambipuji ini menyebut, baru-baru ini pihaknya bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Jember untuk menyediakan sarana informasi digital bagi para pencari kerja. “Minimal kami permudah dulu pelayanan para pencari kerja dengan digitalisasi,” ungkap pria yang baru menjabat Kepala Disnaker sejak empat hari lalu tersebut.

Sebelumnya, Disnaker masih mengandalkan sistem manual untuk pengurusan berbagai persyaratan kerja. Seperti kartu kuning. Model layanan semacam ini justru terkesan menghambat. Belum lagi jika terjadi antrean panjang. “Kami akan membuat aplikasi. Jadi, para calon pencari kerja tidak perlu datang ke sini. Akan kami validasi dan buktikan,” pungkasnya. (nen/c2/rus)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca