21 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Ramai Prostitusi Anak di Jagat Daring

~Pemerintah dan Kepolisian Harus Bertindak ~Ortu Perlu Paham Literasi Digital

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kasus prostitusi daring tidak hanya terjadi pada kalangan dewasa. Namun juga oleh anak-anak. Umumnya, bisnis itu dijalankan melalui beberapa aplikasi percakapan dan media sosial (medsos). Sayangnya, hingga saat ini aparat kepolisian sepertinya belum mengendus praktik tersebut. Bahkan, di pemerintahan juga belum ada lembaga khusus yang menanganinya sebagai upaya pencegahan. Padahal, sejatinya anak yang terlibat prostitusi bukanlah pelaku, tapi korban.

Penelusuran Jawa Pos Radar Jember menemukan beberapa fakta mengenai praktik prostitusi daring yang melibatkan anak-anak. Melalui aplikasi, banyak anak yang menawarkan jasa esek-esek. Lebih jauh, melalui fitur tertentu dalam medsos yang digunakan tersebut, sangat praktis dan instan. Para lelaki hidung belang bisa menemukan pelaku jasa esek-esek. Tidak sulit untuk menemukan eksistensi mereka. Bisa dibilang, medsos itu menjadi salah satu pasar mereka.

Selama kurun waktu tiga hari pengamatan dijalankan, rata-rata pelaku anak lebih dominan menawarkan video seks dan video call sex (VCS) ketimbang prostitusi secara langsung. Praktik prostitusi secara langsung ini familier dengan sebutan COD (cash on delivery). Tarif yang dibanderol cukup miring. Harganya mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 300 ribu untuk service video seks. Sementara, untuk prostitusi secara langsung dibanderol dari Rp 300 ribu hingga Rp 700 ribu. Harga itu masih bisa ditawar. Paling murah berada di angka Rp 50 ribu untuk video seks dan VCS dengan durasi kurang dari lima menit.

Mobile_AP_Rectangle 2

Umumnya, durasi video yang ditawarkan sangat bervariasi. Beberapa akun memberikan tawaran selama satu jam. Lainnya, ada yang menawarkan hanya lima menit. Adapun beberapa akun yang menawarkan durasi waktu lama dan terkesan tidak wajar dengan harga murah memiliki indikasi sebagai akun abal-abalYakni pemilik akun adalah laki-laki yang memperjualbelikan video porno.

Jawa Pos Radar Jember mencoba bertransaksi dengan salah satu pemilik akun yang menawarkan jasa tersebut. Namun, transaksi ini mandek dan tidak berlanjut lantaran dia tidak memenuhi permintaan untuk panggilan video langsung. Selama menjalankan pengamatan ini, setidaknya sudah ada tiga akun yang menawarkan tarif tidak wajar. Tiga akun tersebut juga menawarkan 30 video seharga Rp 100 ribu. Paling sedikit penawaran lima video dengan harga Rp 20 ribu.

Selain itu, fakta lainnya adalah model transaksi yang dilakukan. Para penyedia jasa meminta transaksi pembayaran dilakukan dengan mengisi saldo melalui pembayaran nontunai. Semacam pengisian pulsa dan transaksi melalui transfer antarbank.

Akun yang ditengarai milik bocah itu tidak menyebut identitasnya secara gamblang bahwa masih menjalani pendidikan di lembaga formal. Sejalan dengan pengamatan ini, pelacakan juga dilakukan oleh organisasi nirbala Komunitas Studi Perempuan dan Anak (Kisanak). Salah satu anggota Kisanak, Ismail, juga melakukan pelacakan dengan transaksi jasa. “Ketika kami mengakses video tersebut, anatomi tubuhnya sudah kelihatan kalau dia anak-anak atau dewasa. Bukan hanya wajah. Tapi, beberapa anggota tubuh lainnya juga menunjukan. Rata-rata masih SMP-SMA,” kata Ismail.

Setidaknya, Ismail telah melakukan transaksi jasa lebih dari lima kali. Menurutnya, potensi akun abal-abal sangat rentan terjadi. Tidak sedikit akun yang ditengarai palsu. Untuk meminimalisasi adanya insiden tersebut, pengguna jasa biasanya meminta testimoni sebelum transaksi. Menyamakan foto profil akun dengan beberapa video yang tersedia sebagai testimoni di laman akun. “Kadang juga jualan. Ambil video orang lain, terus dijual. Yang asli biasanya banyak videonya. Dan sinkron dengan wajahnya,” kata Ismail.

Selain itu, masih banyak juga jasa yang melalui mucikari. Umumnya, harga yang dibanderol agak mahal. Mulai dari kisaran Rp 700 ribu hingga jutaan. Biasanya anak-anak yang pemasarannya di bawah naungan mucikari akan lebih menawarkan jasa COD. “Untuk tempat disediakan mucikari. Tapi, uang ditransfer dulu,” tambah Ismail.

Menurut Ismail, praktik prostitusi ini dijalankan dengan banyak latar belakang. Salah satunya adalah untuk hidup hedon. Bisa memenuhi kebutuhan akan perawatan kulit atau kecantikan dan gaya hidup mewah lainnyaJuga untuk berfoya-foya. “Bukan karena permasalahan keterbatasan ekonomi. Tapi, tuntutan untuk bergaya hidup hedon,” ujarnya.

Kondisi ini selayaknya menjadi perhatian semua pihak. Terutama para orang tua. Mereka perlu mendapat edukasi dan literasi digital. Termasuk ketika mengetahui anak yang diam terlalu lama di kamar. Sebab, tidak semata-mata anak yang diam di kamar sedang baik-baik saja. Perlu dipertanyakan kembali jika anak mengoperasikan gawai secara tidak wajar. “Perlu dicurigai jika anak diam di dalam kamar lama-lama. Apalagi cewek,” imbuh Ismail.

Terpisah, Ketua Relawan Teknologi Informasi Komunikasi (RTIK) Jember Ulil Albab menuturkan, modus lainnya adalah adanya kritis eksistensi pada anak-anak. Hal ini dipengaruhi oleh minimnya edukasi seks dari orang tua. Pengawasan orang tua juga sangatlah minim. “Biasanya mereka membentuk sebuah komunitas underground yang pergaulannya menyimpang,” tuturnya.

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kasus prostitusi daring tidak hanya terjadi pada kalangan dewasa. Namun juga oleh anak-anak. Umumnya, bisnis itu dijalankan melalui beberapa aplikasi percakapan dan media sosial (medsos). Sayangnya, hingga saat ini aparat kepolisian sepertinya belum mengendus praktik tersebut. Bahkan, di pemerintahan juga belum ada lembaga khusus yang menanganinya sebagai upaya pencegahan. Padahal, sejatinya anak yang terlibat prostitusi bukanlah pelaku, tapi korban.

Penelusuran Jawa Pos Radar Jember menemukan beberapa fakta mengenai praktik prostitusi daring yang melibatkan anak-anak. Melalui aplikasi, banyak anak yang menawarkan jasa esek-esek. Lebih jauh, melalui fitur tertentu dalam medsos yang digunakan tersebut, sangat praktis dan instan. Para lelaki hidung belang bisa menemukan pelaku jasa esek-esek. Tidak sulit untuk menemukan eksistensi mereka. Bisa dibilang, medsos itu menjadi salah satu pasar mereka.

Selama kurun waktu tiga hari pengamatan dijalankan, rata-rata pelaku anak lebih dominan menawarkan video seks dan video call sex (VCS) ketimbang prostitusi secara langsung. Praktik prostitusi secara langsung ini familier dengan sebutan COD (cash on delivery). Tarif yang dibanderol cukup miring. Harganya mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 300 ribu untuk service video seks. Sementara, untuk prostitusi secara langsung dibanderol dari Rp 300 ribu hingga Rp 700 ribu. Harga itu masih bisa ditawar. Paling murah berada di angka Rp 50 ribu untuk video seks dan VCS dengan durasi kurang dari lima menit.

Umumnya, durasi video yang ditawarkan sangat bervariasi. Beberapa akun memberikan tawaran selama satu jam. Lainnya, ada yang menawarkan hanya lima menit. Adapun beberapa akun yang menawarkan durasi waktu lama dan terkesan tidak wajar dengan harga murah memiliki indikasi sebagai akun abal-abalYakni pemilik akun adalah laki-laki yang memperjualbelikan video porno.

Jawa Pos Radar Jember mencoba bertransaksi dengan salah satu pemilik akun yang menawarkan jasa tersebut. Namun, transaksi ini mandek dan tidak berlanjut lantaran dia tidak memenuhi permintaan untuk panggilan video langsung. Selama menjalankan pengamatan ini, setidaknya sudah ada tiga akun yang menawarkan tarif tidak wajar. Tiga akun tersebut juga menawarkan 30 video seharga Rp 100 ribu. Paling sedikit penawaran lima video dengan harga Rp 20 ribu.

Selain itu, fakta lainnya adalah model transaksi yang dilakukan. Para penyedia jasa meminta transaksi pembayaran dilakukan dengan mengisi saldo melalui pembayaran nontunai. Semacam pengisian pulsa dan transaksi melalui transfer antarbank.

Akun yang ditengarai milik bocah itu tidak menyebut identitasnya secara gamblang bahwa masih menjalani pendidikan di lembaga formal. Sejalan dengan pengamatan ini, pelacakan juga dilakukan oleh organisasi nirbala Komunitas Studi Perempuan dan Anak (Kisanak). Salah satu anggota Kisanak, Ismail, juga melakukan pelacakan dengan transaksi jasa. “Ketika kami mengakses video tersebut, anatomi tubuhnya sudah kelihatan kalau dia anak-anak atau dewasa. Bukan hanya wajah. Tapi, beberapa anggota tubuh lainnya juga menunjukan. Rata-rata masih SMP-SMA,” kata Ismail.

Setidaknya, Ismail telah melakukan transaksi jasa lebih dari lima kali. Menurutnya, potensi akun abal-abal sangat rentan terjadi. Tidak sedikit akun yang ditengarai palsu. Untuk meminimalisasi adanya insiden tersebut, pengguna jasa biasanya meminta testimoni sebelum transaksi. Menyamakan foto profil akun dengan beberapa video yang tersedia sebagai testimoni di laman akun. “Kadang juga jualan. Ambil video orang lain, terus dijual. Yang asli biasanya banyak videonya. Dan sinkron dengan wajahnya,” kata Ismail.

Selain itu, masih banyak juga jasa yang melalui mucikari. Umumnya, harga yang dibanderol agak mahal. Mulai dari kisaran Rp 700 ribu hingga jutaan. Biasanya anak-anak yang pemasarannya di bawah naungan mucikari akan lebih menawarkan jasa COD. “Untuk tempat disediakan mucikari. Tapi, uang ditransfer dulu,” tambah Ismail.

Menurut Ismail, praktik prostitusi ini dijalankan dengan banyak latar belakang. Salah satunya adalah untuk hidup hedon. Bisa memenuhi kebutuhan akan perawatan kulit atau kecantikan dan gaya hidup mewah lainnyaJuga untuk berfoya-foya. “Bukan karena permasalahan keterbatasan ekonomi. Tapi, tuntutan untuk bergaya hidup hedon,” ujarnya.

Kondisi ini selayaknya menjadi perhatian semua pihak. Terutama para orang tua. Mereka perlu mendapat edukasi dan literasi digital. Termasuk ketika mengetahui anak yang diam terlalu lama di kamar. Sebab, tidak semata-mata anak yang diam di kamar sedang baik-baik saja. Perlu dipertanyakan kembali jika anak mengoperasikan gawai secara tidak wajar. “Perlu dicurigai jika anak diam di dalam kamar lama-lama. Apalagi cewek,” imbuh Ismail.

Terpisah, Ketua Relawan Teknologi Informasi Komunikasi (RTIK) Jember Ulil Albab menuturkan, modus lainnya adalah adanya kritis eksistensi pada anak-anak. Hal ini dipengaruhi oleh minimnya edukasi seks dari orang tua. Pengawasan orang tua juga sangatlah minim. “Biasanya mereka membentuk sebuah komunitas underground yang pergaulannya menyimpang,” tuturnya.

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kasus prostitusi daring tidak hanya terjadi pada kalangan dewasa. Namun juga oleh anak-anak. Umumnya, bisnis itu dijalankan melalui beberapa aplikasi percakapan dan media sosial (medsos). Sayangnya, hingga saat ini aparat kepolisian sepertinya belum mengendus praktik tersebut. Bahkan, di pemerintahan juga belum ada lembaga khusus yang menanganinya sebagai upaya pencegahan. Padahal, sejatinya anak yang terlibat prostitusi bukanlah pelaku, tapi korban.

Penelusuran Jawa Pos Radar Jember menemukan beberapa fakta mengenai praktik prostitusi daring yang melibatkan anak-anak. Melalui aplikasi, banyak anak yang menawarkan jasa esek-esek. Lebih jauh, melalui fitur tertentu dalam medsos yang digunakan tersebut, sangat praktis dan instan. Para lelaki hidung belang bisa menemukan pelaku jasa esek-esek. Tidak sulit untuk menemukan eksistensi mereka. Bisa dibilang, medsos itu menjadi salah satu pasar mereka.

Selama kurun waktu tiga hari pengamatan dijalankan, rata-rata pelaku anak lebih dominan menawarkan video seks dan video call sex (VCS) ketimbang prostitusi secara langsung. Praktik prostitusi secara langsung ini familier dengan sebutan COD (cash on delivery). Tarif yang dibanderol cukup miring. Harganya mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 300 ribu untuk service video seks. Sementara, untuk prostitusi secara langsung dibanderol dari Rp 300 ribu hingga Rp 700 ribu. Harga itu masih bisa ditawar. Paling murah berada di angka Rp 50 ribu untuk video seks dan VCS dengan durasi kurang dari lima menit.

Umumnya, durasi video yang ditawarkan sangat bervariasi. Beberapa akun memberikan tawaran selama satu jam. Lainnya, ada yang menawarkan hanya lima menit. Adapun beberapa akun yang menawarkan durasi waktu lama dan terkesan tidak wajar dengan harga murah memiliki indikasi sebagai akun abal-abalYakni pemilik akun adalah laki-laki yang memperjualbelikan video porno.

Jawa Pos Radar Jember mencoba bertransaksi dengan salah satu pemilik akun yang menawarkan jasa tersebut. Namun, transaksi ini mandek dan tidak berlanjut lantaran dia tidak memenuhi permintaan untuk panggilan video langsung. Selama menjalankan pengamatan ini, setidaknya sudah ada tiga akun yang menawarkan tarif tidak wajar. Tiga akun tersebut juga menawarkan 30 video seharga Rp 100 ribu. Paling sedikit penawaran lima video dengan harga Rp 20 ribu.

Selain itu, fakta lainnya adalah model transaksi yang dilakukan. Para penyedia jasa meminta transaksi pembayaran dilakukan dengan mengisi saldo melalui pembayaran nontunai. Semacam pengisian pulsa dan transaksi melalui transfer antarbank.

Akun yang ditengarai milik bocah itu tidak menyebut identitasnya secara gamblang bahwa masih menjalani pendidikan di lembaga formal. Sejalan dengan pengamatan ini, pelacakan juga dilakukan oleh organisasi nirbala Komunitas Studi Perempuan dan Anak (Kisanak). Salah satu anggota Kisanak, Ismail, juga melakukan pelacakan dengan transaksi jasa. “Ketika kami mengakses video tersebut, anatomi tubuhnya sudah kelihatan kalau dia anak-anak atau dewasa. Bukan hanya wajah. Tapi, beberapa anggota tubuh lainnya juga menunjukan. Rata-rata masih SMP-SMA,” kata Ismail.

Setidaknya, Ismail telah melakukan transaksi jasa lebih dari lima kali. Menurutnya, potensi akun abal-abal sangat rentan terjadi. Tidak sedikit akun yang ditengarai palsu. Untuk meminimalisasi adanya insiden tersebut, pengguna jasa biasanya meminta testimoni sebelum transaksi. Menyamakan foto profil akun dengan beberapa video yang tersedia sebagai testimoni di laman akun. “Kadang juga jualan. Ambil video orang lain, terus dijual. Yang asli biasanya banyak videonya. Dan sinkron dengan wajahnya,” kata Ismail.

Selain itu, masih banyak juga jasa yang melalui mucikari. Umumnya, harga yang dibanderol agak mahal. Mulai dari kisaran Rp 700 ribu hingga jutaan. Biasanya anak-anak yang pemasarannya di bawah naungan mucikari akan lebih menawarkan jasa COD. “Untuk tempat disediakan mucikari. Tapi, uang ditransfer dulu,” tambah Ismail.

Menurut Ismail, praktik prostitusi ini dijalankan dengan banyak latar belakang. Salah satunya adalah untuk hidup hedon. Bisa memenuhi kebutuhan akan perawatan kulit atau kecantikan dan gaya hidup mewah lainnyaJuga untuk berfoya-foya. “Bukan karena permasalahan keterbatasan ekonomi. Tapi, tuntutan untuk bergaya hidup hedon,” ujarnya.

Kondisi ini selayaknya menjadi perhatian semua pihak. Terutama para orang tua. Mereka perlu mendapat edukasi dan literasi digital. Termasuk ketika mengetahui anak yang diam terlalu lama di kamar. Sebab, tidak semata-mata anak yang diam di kamar sedang baik-baik saja. Perlu dipertanyakan kembali jika anak mengoperasikan gawai secara tidak wajar. “Perlu dicurigai jika anak diam di dalam kamar lama-lama. Apalagi cewek,” imbuh Ismail.

Terpisah, Ketua Relawan Teknologi Informasi Komunikasi (RTIK) Jember Ulil Albab menuturkan, modus lainnya adalah adanya kritis eksistensi pada anak-anak. Hal ini dipengaruhi oleh minimnya edukasi seks dari orang tua. Pengawasan orang tua juga sangatlah minim. “Biasanya mereka membentuk sebuah komunitas underground yang pergaulannya menyimpang,” tuturnya.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca