25.5 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Berhasil Bikin 50 Batik, Pemasarannya Tembus Luar Negeri

Mobile_AP_Rectangle 1

Autism spectrum disorder (ASD) yang diderita Nafha Aliyya Tsaabita sejak kecil, membuat ia tidak dapat berbicara. Tapi, siapa sangka, gadis berkebutuhan khusus kelahiran September 2004 ini bisa menghasilkan karya batik yang bisa dijual hingga ke mancanegara. Seperti apa kisahnya?

DIAN CAHYANI, Sumbersari, Radar Jember

Sejak usianya satu tahun, Nafha Aliyya Tsaabita mulai menampakkan gejala aneh. Dia menunjukkan perilaku kurang wajar yang dialami anak seusianya. Nafha sering marah berlebihan. Bahkan menjambak hingga memukul orang-orang terdekatnya. Sejak saat itulah, ibunya menyadari Nafha terserang autism spectrum disorder (ASD). Namun ternyata, Nafha mampu membuktikan bahwa anak berkebutuhan khusus juga dapat berprestasi seperti bocah pada umumnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Sejak menyadari bahwa Nafha mengalami gangguan ASD, Nunung Nuring Hayati, ibunya, mulai melakukan terapi di Jember. Nafha menjalaninya hingga usia enam tahun. Setelah itu, ia dipindah untuk mengikuti terapi di Jakarta. Sang ibu berharap, anaknya tersebut bisa lebih berkembang dan menunjukan potensi diri.

Terapi di Jakarta ini menunjukan banyak perkembangan. Emosi Nafha bisa lebih terkontrol dan dapat bersosialisasi dengan orang lain. Bagi Nunung, hal ini adalah sebuah kabar baik. Usai mengikuti terapi selama enam bulan di Jakarta, Nafha kembali ke Jember.

Sekembalinya ke kampung halaman, gadis 16 tahun ini mulai melakukan kesibukannya dengan menggambar dan melukis. Pada tiga bulan terakhir, Nafha juga mulai aktif membuat batik. Batiknya yang penuh dengan warna cerah ini ternyata mampu menembus pasar luar negeri. Yaitu hingga Malaysia dan Singapura.

Bukan sebuah kebetulan. Di akhir 2019, ibunya mengantar adik Nafha untuk menggarap tugas reportase dari sekolahnya untuk wawancara kepada pemilik batik di bilangan Jalan Mawar, Jember Lor, Patrang. Komunikasi pun berlanjut. Dalam kesempatan tersebut, ibunya banyak bercerita mengenai kondisi Nafha pada Irane, pemilik rumah batik.

“Dari pertemuan itu, ternyata Ibu Irane melihat ada sisi estetik gambar yang dibuat sama Nafha. Hingga akhirnya, kami memutuskan untuk kerja sama. Nafha yang memproduksi batiknya,” kata Nunung, ketika ditemui di kediamannya, kawasan Jalan Jawa, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari, belum lama ini.

Dari obrolan itu, batiknya yang dinamai batik autis ini mulai diproduksi. Hingga saat ini, Nafha telah membuat 50 batik warna warni. Dalam satu hari, tidak bisa ditarget berapa batik yang bisa diproduksi Nafha. “Tergantung dengan mood dan minat Nafha mau memproduksi berapa. Kalau lagi semangat, satu hari bisa buat batik banyak,” ungkap Nunung.

Satu lembar batik yang dikreasikan Nafha dibanderol dengan harga Rp 400 ribu. Dari harga yang dipatok tersebut, rupanya banyak pelanggan yang memberi harga lebih. “Jadi, banyak pelanggan yang kasih harga Rp 1 juta. Kembaliannya tidak mau,” sambung Nunung. Hasil penjualan itu, sebagian besar digunakan untuk pengobatan Nafha, serta mengembangkan kemampuan anak tersebut dalam membatik.

- Advertisement -

Autism spectrum disorder (ASD) yang diderita Nafha Aliyya Tsaabita sejak kecil, membuat ia tidak dapat berbicara. Tapi, siapa sangka, gadis berkebutuhan khusus kelahiran September 2004 ini bisa menghasilkan karya batik yang bisa dijual hingga ke mancanegara. Seperti apa kisahnya?

DIAN CAHYANI, Sumbersari, Radar Jember

Sejak usianya satu tahun, Nafha Aliyya Tsaabita mulai menampakkan gejala aneh. Dia menunjukkan perilaku kurang wajar yang dialami anak seusianya. Nafha sering marah berlebihan. Bahkan menjambak hingga memukul orang-orang terdekatnya. Sejak saat itulah, ibunya menyadari Nafha terserang autism spectrum disorder (ASD). Namun ternyata, Nafha mampu membuktikan bahwa anak berkebutuhan khusus juga dapat berprestasi seperti bocah pada umumnya.

Sejak menyadari bahwa Nafha mengalami gangguan ASD, Nunung Nuring Hayati, ibunya, mulai melakukan terapi di Jember. Nafha menjalaninya hingga usia enam tahun. Setelah itu, ia dipindah untuk mengikuti terapi di Jakarta. Sang ibu berharap, anaknya tersebut bisa lebih berkembang dan menunjukan potensi diri.

Terapi di Jakarta ini menunjukan banyak perkembangan. Emosi Nafha bisa lebih terkontrol dan dapat bersosialisasi dengan orang lain. Bagi Nunung, hal ini adalah sebuah kabar baik. Usai mengikuti terapi selama enam bulan di Jakarta, Nafha kembali ke Jember.

Sekembalinya ke kampung halaman, gadis 16 tahun ini mulai melakukan kesibukannya dengan menggambar dan melukis. Pada tiga bulan terakhir, Nafha juga mulai aktif membuat batik. Batiknya yang penuh dengan warna cerah ini ternyata mampu menembus pasar luar negeri. Yaitu hingga Malaysia dan Singapura.

Bukan sebuah kebetulan. Di akhir 2019, ibunya mengantar adik Nafha untuk menggarap tugas reportase dari sekolahnya untuk wawancara kepada pemilik batik di bilangan Jalan Mawar, Jember Lor, Patrang. Komunikasi pun berlanjut. Dalam kesempatan tersebut, ibunya banyak bercerita mengenai kondisi Nafha pada Irane, pemilik rumah batik.

“Dari pertemuan itu, ternyata Ibu Irane melihat ada sisi estetik gambar yang dibuat sama Nafha. Hingga akhirnya, kami memutuskan untuk kerja sama. Nafha yang memproduksi batiknya,” kata Nunung, ketika ditemui di kediamannya, kawasan Jalan Jawa, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari, belum lama ini.

Dari obrolan itu, batiknya yang dinamai batik autis ini mulai diproduksi. Hingga saat ini, Nafha telah membuat 50 batik warna warni. Dalam satu hari, tidak bisa ditarget berapa batik yang bisa diproduksi Nafha. “Tergantung dengan mood dan minat Nafha mau memproduksi berapa. Kalau lagi semangat, satu hari bisa buat batik banyak,” ungkap Nunung.

Satu lembar batik yang dikreasikan Nafha dibanderol dengan harga Rp 400 ribu. Dari harga yang dipatok tersebut, rupanya banyak pelanggan yang memberi harga lebih. “Jadi, banyak pelanggan yang kasih harga Rp 1 juta. Kembaliannya tidak mau,” sambung Nunung. Hasil penjualan itu, sebagian besar digunakan untuk pengobatan Nafha, serta mengembangkan kemampuan anak tersebut dalam membatik.

Autism spectrum disorder (ASD) yang diderita Nafha Aliyya Tsaabita sejak kecil, membuat ia tidak dapat berbicara. Tapi, siapa sangka, gadis berkebutuhan khusus kelahiran September 2004 ini bisa menghasilkan karya batik yang bisa dijual hingga ke mancanegara. Seperti apa kisahnya?

DIAN CAHYANI, Sumbersari, Radar Jember

Sejak usianya satu tahun, Nafha Aliyya Tsaabita mulai menampakkan gejala aneh. Dia menunjukkan perilaku kurang wajar yang dialami anak seusianya. Nafha sering marah berlebihan. Bahkan menjambak hingga memukul orang-orang terdekatnya. Sejak saat itulah, ibunya menyadari Nafha terserang autism spectrum disorder (ASD). Namun ternyata, Nafha mampu membuktikan bahwa anak berkebutuhan khusus juga dapat berprestasi seperti bocah pada umumnya.

Sejak menyadari bahwa Nafha mengalami gangguan ASD, Nunung Nuring Hayati, ibunya, mulai melakukan terapi di Jember. Nafha menjalaninya hingga usia enam tahun. Setelah itu, ia dipindah untuk mengikuti terapi di Jakarta. Sang ibu berharap, anaknya tersebut bisa lebih berkembang dan menunjukan potensi diri.

Terapi di Jakarta ini menunjukan banyak perkembangan. Emosi Nafha bisa lebih terkontrol dan dapat bersosialisasi dengan orang lain. Bagi Nunung, hal ini adalah sebuah kabar baik. Usai mengikuti terapi selama enam bulan di Jakarta, Nafha kembali ke Jember.

Sekembalinya ke kampung halaman, gadis 16 tahun ini mulai melakukan kesibukannya dengan menggambar dan melukis. Pada tiga bulan terakhir, Nafha juga mulai aktif membuat batik. Batiknya yang penuh dengan warna cerah ini ternyata mampu menembus pasar luar negeri. Yaitu hingga Malaysia dan Singapura.

Bukan sebuah kebetulan. Di akhir 2019, ibunya mengantar adik Nafha untuk menggarap tugas reportase dari sekolahnya untuk wawancara kepada pemilik batik di bilangan Jalan Mawar, Jember Lor, Patrang. Komunikasi pun berlanjut. Dalam kesempatan tersebut, ibunya banyak bercerita mengenai kondisi Nafha pada Irane, pemilik rumah batik.

“Dari pertemuan itu, ternyata Ibu Irane melihat ada sisi estetik gambar yang dibuat sama Nafha. Hingga akhirnya, kami memutuskan untuk kerja sama. Nafha yang memproduksi batiknya,” kata Nunung, ketika ditemui di kediamannya, kawasan Jalan Jawa, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari, belum lama ini.

Dari obrolan itu, batiknya yang dinamai batik autis ini mulai diproduksi. Hingga saat ini, Nafha telah membuat 50 batik warna warni. Dalam satu hari, tidak bisa ditarget berapa batik yang bisa diproduksi Nafha. “Tergantung dengan mood dan minat Nafha mau memproduksi berapa. Kalau lagi semangat, satu hari bisa buat batik banyak,” ungkap Nunung.

Satu lembar batik yang dikreasikan Nafha dibanderol dengan harga Rp 400 ribu. Dari harga yang dipatok tersebut, rupanya banyak pelanggan yang memberi harga lebih. “Jadi, banyak pelanggan yang kasih harga Rp 1 juta. Kembaliannya tidak mau,” sambung Nunung. Hasil penjualan itu, sebagian besar digunakan untuk pengobatan Nafha, serta mengembangkan kemampuan anak tersebut dalam membatik.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca