Mobile_AP_Rectangle 1
JEMBER, RADARJEMBER.ID – BAGI sebagian orang, pekerjaan sebagai penjaga perlintasan kereta api mungkin terlihat sederhana. Nyatanya, penjaga perlintasan kereta api membutuhkan dedikasi yang tidak sederhana. Pekerjaan yang disebut sederhana inilah yang setiap harinya berhasil menyelamatkan ribuan nyawa berharga dari ancaman bahaya.
Padatnya aktivitas kota Jember membuat setiap orang di dalamnya seakan selalu diburu. Tohari, warga Patrang, setiap hari menjaga perlintasan rel kereta api. Terlebih palang pintu tanpa sirene, sering kali kedapatan masyarakat yang menerobos. Bukan itu saja, palang pintu yang harus ditutup secara manual sering kali disepelekan oleh pengguna jalan.
Tohari yang dikenal baik oleh warga setempat mengaku, meski upah yang diberikan tidak seberapa, dirinya merasa bangga bisa membantu aktivitas masyarakat. Khususnya para pengguna jalan. “Kalau saya mandang upah, ya tidak bakal mau saya. Tapi, kan ini jalan umum, dan bukan punya pihak KAI. Jadi, kalau misal gak ada yang jaga, malah ditutup jalan ini,” ungkapnya.
Mobile_AP_Rectangle 2
Dirinya mengaku sudah sekitar 20 tahun menjaga perlintasan rel kereta api. Dirinya tidak sendiri, dibantu temannya, Wayan, yang berusia 50 tahun. Keduanya bergantian menjaga perlintasan tersebut. “Saya kebagian sore sampai malam, kalau Wayan itu dari pagi sampai sore,” tuturnya.
Dirinya juga mengaku hanya mendapatkan upah dari para warga yang telah dikoordinasi. Pria yang juga mempunyai usaha tambal ban tersebut menjelaskan, penjaga perlintasan tersebut dulunya tidak hanya berdua. Melainkan ada temannya satu lagi, Niden. “Kami dulu bertiga. Kurang lebih dua tahunan Niden meninggal karena sakit. Sehingga sekarang tinggal saya dan Wayan,” ujarnya.
- Advertisement -
JEMBER, RADARJEMBER.ID – BAGI sebagian orang, pekerjaan sebagai penjaga perlintasan kereta api mungkin terlihat sederhana. Nyatanya, penjaga perlintasan kereta api membutuhkan dedikasi yang tidak sederhana. Pekerjaan yang disebut sederhana inilah yang setiap harinya berhasil menyelamatkan ribuan nyawa berharga dari ancaman bahaya.
Padatnya aktivitas kota Jember membuat setiap orang di dalamnya seakan selalu diburu. Tohari, warga Patrang, setiap hari menjaga perlintasan rel kereta api. Terlebih palang pintu tanpa sirene, sering kali kedapatan masyarakat yang menerobos. Bukan itu saja, palang pintu yang harus ditutup secara manual sering kali disepelekan oleh pengguna jalan.
Tohari yang dikenal baik oleh warga setempat mengaku, meski upah yang diberikan tidak seberapa, dirinya merasa bangga bisa membantu aktivitas masyarakat. Khususnya para pengguna jalan. “Kalau saya mandang upah, ya tidak bakal mau saya. Tapi, kan ini jalan umum, dan bukan punya pihak KAI. Jadi, kalau misal gak ada yang jaga, malah ditutup jalan ini,” ungkapnya.
Dirinya mengaku sudah sekitar 20 tahun menjaga perlintasan rel kereta api. Dirinya tidak sendiri, dibantu temannya, Wayan, yang berusia 50 tahun. Keduanya bergantian menjaga perlintasan tersebut. “Saya kebagian sore sampai malam, kalau Wayan itu dari pagi sampai sore,” tuturnya.
Dirinya juga mengaku hanya mendapatkan upah dari para warga yang telah dikoordinasi. Pria yang juga mempunyai usaha tambal ban tersebut menjelaskan, penjaga perlintasan tersebut dulunya tidak hanya berdua. Melainkan ada temannya satu lagi, Niden. “Kami dulu bertiga. Kurang lebih dua tahunan Niden meninggal karena sakit. Sehingga sekarang tinggal saya dan Wayan,” ujarnya.
JEMBER, RADARJEMBER.ID – BAGI sebagian orang, pekerjaan sebagai penjaga perlintasan kereta api mungkin terlihat sederhana. Nyatanya, penjaga perlintasan kereta api membutuhkan dedikasi yang tidak sederhana. Pekerjaan yang disebut sederhana inilah yang setiap harinya berhasil menyelamatkan ribuan nyawa berharga dari ancaman bahaya.
Padatnya aktivitas kota Jember membuat setiap orang di dalamnya seakan selalu diburu. Tohari, warga Patrang, setiap hari menjaga perlintasan rel kereta api. Terlebih palang pintu tanpa sirene, sering kali kedapatan masyarakat yang menerobos. Bukan itu saja, palang pintu yang harus ditutup secara manual sering kali disepelekan oleh pengguna jalan.
Tohari yang dikenal baik oleh warga setempat mengaku, meski upah yang diberikan tidak seberapa, dirinya merasa bangga bisa membantu aktivitas masyarakat. Khususnya para pengguna jalan. “Kalau saya mandang upah, ya tidak bakal mau saya. Tapi, kan ini jalan umum, dan bukan punya pihak KAI. Jadi, kalau misal gak ada yang jaga, malah ditutup jalan ini,” ungkapnya.
Dirinya mengaku sudah sekitar 20 tahun menjaga perlintasan rel kereta api. Dirinya tidak sendiri, dibantu temannya, Wayan, yang berusia 50 tahun. Keduanya bergantian menjaga perlintasan tersebut. “Saya kebagian sore sampai malam, kalau Wayan itu dari pagi sampai sore,” tuturnya.
Dirinya juga mengaku hanya mendapatkan upah dari para warga yang telah dikoordinasi. Pria yang juga mempunyai usaha tambal ban tersebut menjelaskan, penjaga perlintasan tersebut dulunya tidak hanya berdua. Melainkan ada temannya satu lagi, Niden. “Kami dulu bertiga. Kurang lebih dua tahunan Niden meninggal karena sakit. Sehingga sekarang tinggal saya dan Wayan,” ujarnya.