JEMBER, RADARJEMBER.ID – Di tengah maraknya alih fungsi lahan sawah ke pertokoan, perumahan, hingga pergudangan cukup menjadi masalah yang mengkhawatirkan. Pasalnya, Jember sendiri merupakan salah satu daerah yang berbasis agro industri di Jawa Timur. Tidak adanya pengendalian alih fungsi ini tentunya akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan petani.
Kepala Bidang Penataan dan Pengendalian Pertanahan Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (P2P-ATR/BPN) Jember Zainal Darmo mengatakan, hadirnya Perpres Nomor 59 Tahun 2019 merupakan dasar hukum pengendalian alih fungsi lahan sawah yang bertujuan untuk mempercepat penetapan peta lahan sawah yang dilindungi. Dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional. “Kebijakan pengendalian alih fungsi lahan sawah dengan penetapan lahan sawah yang dilindungi (LSD) merupakan bukti keseriusan pemerintah menjaga lahan sawah,” terangnya, kepada Jawa Pos Radar Jember.
Dia melanjutkan, sebelum hadirnya Perpres LSD ini, masih menggunakan aturan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Aturan ini masih belum begitu spesifik mengatur terkait alih fungsi lahan. Bisa dikatakan masih banyak celah. “Jadi LCD ini mengatur, lahan pertanian yang masih aktif dan memberikan penghasilan yang optimal itu tidak diperbolehkan dijadikan pekarangan dan perumahan,” jelasnya.
Sebelumnya, banyak dari para pengembang, usaha, investor yang terjebak dengan peraturan ini. Pasalnya, banyak dari mereka yang tidak bisa dikeluarkan izin terkait pengembangan usaha. Sebab, terindikasi tanah yang mereka beli masuk dalam katagori LSD yang pengairannya masih bagus, irigasinya juga masih sangat memungkinkan. “Dari sini banyak dari pengembang, sawah terbeli. Namun, dengan adanya peraturan ini, tidak bisa dikeluarkan izinnya (alih fungsinya, Red),” tegasnya.
Zainal mengaku, banyak dari pengurus izin tanah yang tidak paham mekanisme pengurusan izinnya. Misalkan dalam mengurusi penyesuaian kegiatan kemanfaatan ruang (KKPR), mereka banyak langsung nge-link ke pusat. Padahal yang mengeluarkan izin atau rekomendasi itu dari Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman, dan Cipta Karya (DPRKPCK) yang membawahi itu. “Seharusnya harus melalui sistem terintegrasi, dari PTSP nanti dilanjutkan ke DPRKPCK. Nanti mereka yang mengecek. Sesuai apa tidak tata ruangnya. Di situ digunakan untuk apa, bengkel, pekarangan, atau perumahan,” tuturnya.
Jurnalis: mg6
Fotografer: Dok Radar Jember
Editor: Nur Hariri