23 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Teror Cabul Sasar Mahasiswi

Puluhan Korban Mengaku Alami Pelecehan Virtual

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Aksi cabul melalui peranti virtual mulai marak terjadi. Catatan Women’s March Jember, aksi kekerasan gender berbasis online (KGBO) itu menimpa puluhan korban. Belasan di antaranya melaporkan ke lembaga itu. Semuanya berstatus mahasiswi. Sarana pelecehan daring tersebut bermacam-macam. Mulai dari aplikasi percakapan hingga media sosial.

Anggota Womens March Jember Abdur Rahman Wahid mengungkapkan, setidaknya ada 13 mahasiswi yang melaporkan pernah mengalami KGBO. Salah satu yang dia sebutkan adalah Niki (nama samaran). Korban merupakan salah satu mahasiswa perguruan tinggi di Jember yang mengaku tiga kali mengalami pelecehan tersebut.

Pemuda yang karib disapa Aab ini membeberkan kekerasan seksual berbasis daring itu. Pada 9 Mei, dia mengaku dihubungi salah seorang yang menceritakan tentang peristiwa pelecehan yang dialami temannya. “Mendengar cerita itu, saya mencoba bertemu langsung dengan korban. Akhirnya, dia menceritakan dengan jelas dan terlihat ketakutan atas kejadian itu,” ungkapnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Seusai mendapat laporan tersebut, Aab lantas melakukan survei terhadap mahasiswa di perguruan tinggi yang sama melalui media sosial Instagram dan Facebook. Dari survei itu, ada sekitar 60 responden yang mengaku pernah mengalami hal serupa dengan Niki. Mereka mendapatkan perlakuan tak senonoh di jagat maya.

“Namun, yang kami amati itu benar-benar korban dan menceritakan kejahatan yang mereka alami ada 12 orang. Dan itu masih komunikasi intens hingga sekarang dengan kami,” ujar anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Milenium Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember ini.

Kasus KGBO yang dialami Niki, kata Aab, berawal dari datangnya pesan WhatsApp yang dikirim pelaku. Dia mengaku sebagai Gilang, seorang lelaki asal Bondowoso. Pelaku mengaku mendapatkan nomor korban dari temannya bernama Rendy. Kebetulan, Niki memiliki jabatan sebagai koordinator di kelasnya. Sehingga, pada saat itu korban menduga, pelaku adalah teman sekelasnya yang berkepentingan menanyakan seputar tugas kuliah.

Awalnya, Niki membalas pesan tersebut dengan menanyakan siapa itu Rendy dan dari mana asalnya. Namun, pelaku tidak menjawab. Justru, dia mengatakan ingin menunjukkan jamur kepada Niki. “Tiba-tiba pelaku mengirim foto kelaminnya. Di sini Niki menceritakan dengan jelas. Dan dia mengirim bukti chat tersebut ke saya,” urai Aab.

Selanjutnya, Niki memblokir nomor pelaku cabul tersebut. Selang tiga bulan seusai kejadian, Niki kembali diteror oleh nomor dan identitas yang berbeda. Modusnya juga sama, pelaku tiba-tiba mengirimkan gambar kelaminnya. Hal itu terjadi hingga tiga kali berturut-turut. Dan yang terakhir, pelaku mengaku ingin menunjukkan gambar jamur kepada korban, yang ternyata itu adalah foto kelamin pelaku.

Aab juga mengatakan, berdasarkan survei yang dia lakukan, ternyata 12 korban yang dia temui sebagian besar adalah koordinator kelas. Mereka juga diteror oleh nomor dan identitas yang sama, yakni Gilang dan Irvan. “Hingga saat ini, dua nama itu yang disebutkan oleh korban. Dan itu juga dilakukan di DM (direct message) Instagram oleh pelaku kepada para korban. Pelaku juga melakukan video call menjelang pukul 12 malam,” kata mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah itu.

Rupanya, korban terus bertambah. Kemarin (1/6), ada satu lagi pelapor yang mengaku sebagai korban. Sehingga total korban yang melapor berjumlah 13 orang. Semuanya merupakan mahasiswi di kampus tersebut.

Ketua Women’s March Jember Saras Dumasari mengatakan, kejahatan berbasis daring ini juga sempat dialami oleh mahasiswa di kampus swasta. Meski demikian, pihaknya akan tetap merangkul para korban dan menjaga privasi mereka. Selanjutnya, dari pengamatan dan pelaporan para korban tersebut, pihaknya juga akan membantu ke ranah kepolisian untuk melaporkan kasus tersebut.

“Kasus ini pernah dialami mahasiswa di kampus yang lain. Walaupun tidak sampai ke polisi, kami tetap mengawal kasus ini. Kami akan memberikan ruang aman dan membantu korban jika ingin melaporkan (ke polisi, Red) tentang kejadian yang menimpa mereka,” tegasnya.

 

 

Jurnalis : mg2
Fotografer : Grafis reza
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Aksi cabul melalui peranti virtual mulai marak terjadi. Catatan Women’s March Jember, aksi kekerasan gender berbasis online (KGBO) itu menimpa puluhan korban. Belasan di antaranya melaporkan ke lembaga itu. Semuanya berstatus mahasiswi. Sarana pelecehan daring tersebut bermacam-macam. Mulai dari aplikasi percakapan hingga media sosial.

Anggota Womens March Jember Abdur Rahman Wahid mengungkapkan, setidaknya ada 13 mahasiswi yang melaporkan pernah mengalami KGBO. Salah satu yang dia sebutkan adalah Niki (nama samaran). Korban merupakan salah satu mahasiswa perguruan tinggi di Jember yang mengaku tiga kali mengalami pelecehan tersebut.

Pemuda yang karib disapa Aab ini membeberkan kekerasan seksual berbasis daring itu. Pada 9 Mei, dia mengaku dihubungi salah seorang yang menceritakan tentang peristiwa pelecehan yang dialami temannya. “Mendengar cerita itu, saya mencoba bertemu langsung dengan korban. Akhirnya, dia menceritakan dengan jelas dan terlihat ketakutan atas kejadian itu,” ungkapnya.

Seusai mendapat laporan tersebut, Aab lantas melakukan survei terhadap mahasiswa di perguruan tinggi yang sama melalui media sosial Instagram dan Facebook. Dari survei itu, ada sekitar 60 responden yang mengaku pernah mengalami hal serupa dengan Niki. Mereka mendapatkan perlakuan tak senonoh di jagat maya.

“Namun, yang kami amati itu benar-benar korban dan menceritakan kejahatan yang mereka alami ada 12 orang. Dan itu masih komunikasi intens hingga sekarang dengan kami,” ujar anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Milenium Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember ini.

Kasus KGBO yang dialami Niki, kata Aab, berawal dari datangnya pesan WhatsApp yang dikirim pelaku. Dia mengaku sebagai Gilang, seorang lelaki asal Bondowoso. Pelaku mengaku mendapatkan nomor korban dari temannya bernama Rendy. Kebetulan, Niki memiliki jabatan sebagai koordinator di kelasnya. Sehingga, pada saat itu korban menduga, pelaku adalah teman sekelasnya yang berkepentingan menanyakan seputar tugas kuliah.

Awalnya, Niki membalas pesan tersebut dengan menanyakan siapa itu Rendy dan dari mana asalnya. Namun, pelaku tidak menjawab. Justru, dia mengatakan ingin menunjukkan jamur kepada Niki. “Tiba-tiba pelaku mengirim foto kelaminnya. Di sini Niki menceritakan dengan jelas. Dan dia mengirim bukti chat tersebut ke saya,” urai Aab.

Selanjutnya, Niki memblokir nomor pelaku cabul tersebut. Selang tiga bulan seusai kejadian, Niki kembali diteror oleh nomor dan identitas yang berbeda. Modusnya juga sama, pelaku tiba-tiba mengirimkan gambar kelaminnya. Hal itu terjadi hingga tiga kali berturut-turut. Dan yang terakhir, pelaku mengaku ingin menunjukkan gambar jamur kepada korban, yang ternyata itu adalah foto kelamin pelaku.

Aab juga mengatakan, berdasarkan survei yang dia lakukan, ternyata 12 korban yang dia temui sebagian besar adalah koordinator kelas. Mereka juga diteror oleh nomor dan identitas yang sama, yakni Gilang dan Irvan. “Hingga saat ini, dua nama itu yang disebutkan oleh korban. Dan itu juga dilakukan di DM (direct message) Instagram oleh pelaku kepada para korban. Pelaku juga melakukan video call menjelang pukul 12 malam,” kata mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah itu.

Rupanya, korban terus bertambah. Kemarin (1/6), ada satu lagi pelapor yang mengaku sebagai korban. Sehingga total korban yang melapor berjumlah 13 orang. Semuanya merupakan mahasiswi di kampus tersebut.

Ketua Women’s March Jember Saras Dumasari mengatakan, kejahatan berbasis daring ini juga sempat dialami oleh mahasiswa di kampus swasta. Meski demikian, pihaknya akan tetap merangkul para korban dan menjaga privasi mereka. Selanjutnya, dari pengamatan dan pelaporan para korban tersebut, pihaknya juga akan membantu ke ranah kepolisian untuk melaporkan kasus tersebut.

“Kasus ini pernah dialami mahasiswa di kampus yang lain. Walaupun tidak sampai ke polisi, kami tetap mengawal kasus ini. Kami akan memberikan ruang aman dan membantu korban jika ingin melaporkan (ke polisi, Red) tentang kejadian yang menimpa mereka,” tegasnya.

 

 

Jurnalis : mg2
Fotografer : Grafis reza
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Aksi cabul melalui peranti virtual mulai marak terjadi. Catatan Women’s March Jember, aksi kekerasan gender berbasis online (KGBO) itu menimpa puluhan korban. Belasan di antaranya melaporkan ke lembaga itu. Semuanya berstatus mahasiswi. Sarana pelecehan daring tersebut bermacam-macam. Mulai dari aplikasi percakapan hingga media sosial.

Anggota Womens March Jember Abdur Rahman Wahid mengungkapkan, setidaknya ada 13 mahasiswi yang melaporkan pernah mengalami KGBO. Salah satu yang dia sebutkan adalah Niki (nama samaran). Korban merupakan salah satu mahasiswa perguruan tinggi di Jember yang mengaku tiga kali mengalami pelecehan tersebut.

Pemuda yang karib disapa Aab ini membeberkan kekerasan seksual berbasis daring itu. Pada 9 Mei, dia mengaku dihubungi salah seorang yang menceritakan tentang peristiwa pelecehan yang dialami temannya. “Mendengar cerita itu, saya mencoba bertemu langsung dengan korban. Akhirnya, dia menceritakan dengan jelas dan terlihat ketakutan atas kejadian itu,” ungkapnya.

Seusai mendapat laporan tersebut, Aab lantas melakukan survei terhadap mahasiswa di perguruan tinggi yang sama melalui media sosial Instagram dan Facebook. Dari survei itu, ada sekitar 60 responden yang mengaku pernah mengalami hal serupa dengan Niki. Mereka mendapatkan perlakuan tak senonoh di jagat maya.

“Namun, yang kami amati itu benar-benar korban dan menceritakan kejahatan yang mereka alami ada 12 orang. Dan itu masih komunikasi intens hingga sekarang dengan kami,” ujar anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Milenium Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember ini.

Kasus KGBO yang dialami Niki, kata Aab, berawal dari datangnya pesan WhatsApp yang dikirim pelaku. Dia mengaku sebagai Gilang, seorang lelaki asal Bondowoso. Pelaku mengaku mendapatkan nomor korban dari temannya bernama Rendy. Kebetulan, Niki memiliki jabatan sebagai koordinator di kelasnya. Sehingga, pada saat itu korban menduga, pelaku adalah teman sekelasnya yang berkepentingan menanyakan seputar tugas kuliah.

Awalnya, Niki membalas pesan tersebut dengan menanyakan siapa itu Rendy dan dari mana asalnya. Namun, pelaku tidak menjawab. Justru, dia mengatakan ingin menunjukkan jamur kepada Niki. “Tiba-tiba pelaku mengirim foto kelaminnya. Di sini Niki menceritakan dengan jelas. Dan dia mengirim bukti chat tersebut ke saya,” urai Aab.

Selanjutnya, Niki memblokir nomor pelaku cabul tersebut. Selang tiga bulan seusai kejadian, Niki kembali diteror oleh nomor dan identitas yang berbeda. Modusnya juga sama, pelaku tiba-tiba mengirimkan gambar kelaminnya. Hal itu terjadi hingga tiga kali berturut-turut. Dan yang terakhir, pelaku mengaku ingin menunjukkan gambar jamur kepada korban, yang ternyata itu adalah foto kelamin pelaku.

Aab juga mengatakan, berdasarkan survei yang dia lakukan, ternyata 12 korban yang dia temui sebagian besar adalah koordinator kelas. Mereka juga diteror oleh nomor dan identitas yang sama, yakni Gilang dan Irvan. “Hingga saat ini, dua nama itu yang disebutkan oleh korban. Dan itu juga dilakukan di DM (direct message) Instagram oleh pelaku kepada para korban. Pelaku juga melakukan video call menjelang pukul 12 malam,” kata mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah itu.

Rupanya, korban terus bertambah. Kemarin (1/6), ada satu lagi pelapor yang mengaku sebagai korban. Sehingga total korban yang melapor berjumlah 13 orang. Semuanya merupakan mahasiswi di kampus tersebut.

Ketua Women’s March Jember Saras Dumasari mengatakan, kejahatan berbasis daring ini juga sempat dialami oleh mahasiswa di kampus swasta. Meski demikian, pihaknya akan tetap merangkul para korban dan menjaga privasi mereka. Selanjutnya, dari pengamatan dan pelaporan para korban tersebut, pihaknya juga akan membantu ke ranah kepolisian untuk melaporkan kasus tersebut.

“Kasus ini pernah dialami mahasiswa di kampus yang lain. Walaupun tidak sampai ke polisi, kami tetap mengawal kasus ini. Kami akan memberikan ruang aman dan membantu korban jika ingin melaporkan (ke polisi, Red) tentang kejadian yang menimpa mereka,” tegasnya.

 

 

Jurnalis : mg2
Fotografer : Grafis reza
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca