26.8 C
Jember
Sunday, 2 April 2023

Sambut Puasa dengan Hati Berbunga

- Waktu Berbeda, Tujuan Tetap Sama

- Ramadan Momen Perbaikan Ilmu dan Takwa

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Suka cita menyambut Ramadan 1443 H/2022 M sudah bergema di mana-mana. Dari sudut kota hingga pelosok desa. Kepadatan kendaraan di ruas-ruas jalan raya belakangan ini pun seolah kian menambah kesan antusias masyarakat, khususnya umat muslim, dalam penyambutan bulan puasa dengan hati yang berbunga. “Mari Ramadan ini kita sambut dengan suka cita. Dan terpenting juga, kita menyambut dengan ilmu dan kesadaran,” pinta KH Abdul Haris, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember.

Baca Juga : Hai Gen-Z, Lakukan ini Biar Ramadan Makin Awesome

Pentingnya menyambut Ramadan dengan ilmu dan kesadaran itu, menurut Kiai Haris, karena Ramadan bisa disebut sebagai bulan untuk me-recovery atau perbaikan. Sebab, Ramadan adalah bulan yang agung yang diberkahi. Sahrun adzim mubarak, yang di dalamnya terdapat banyak fadilah, kemuliaan, dan keutamaan.

Mobile_AP_Rectangle 2

Beberapa di antaranya, lanjut Haris, adanya malam Lailatul Qadar yang memiliki keutamaan seperti halnya ibadah 1.000 bulan atau setara 83 tahun 4 bulan yang merupakan umur standar manusia. Lalu, pahala ibadah sunah yang setara dengan ibadah wajib, dan ibadah wajib yang dilipatgandakan pahalanya 70 kali, serta masih banyak lagi.
Keutamaan dan pahala yang berlipat itu, menurutnya, belum tentu ditemukan di bulan-bulan lainnya selain Ramadan. Di situlah pentingnya menyambut Ramadan dengan ilmu dan kesadaran. “Kalau seandainya kesadaran itu dipakai untuk menyambut Ramadan, insyaallah kita tidak akan banyak melakukan hal-hal yang sia-sia,” kata Kiai Haris, meyakinkan.

Pria yang juga dosen UIN KHAS Jember ini menilai, Ramadan juga menjadi bulan perbaikan atas amalan-amalan yang dirasa kurang maksimal selama di luar Ramadan. “Seandainya amal baik dan jelek kita ditimbang, tentu amal jeleknya yang banyak. Karenanya, ketertinggalan itu harus disusul melalui Ramadan ini,” jelas KH Haris.

Menyikapi adanya perbedaan dalam menyambut pelaksanaan Ramadan, Haris menegaskan, hal itu bukanlah sebuah masalah yang harus dibesar-besarkan. Seperti Muhammadiyah yang memulai pada hari ini, Sabtu (2/4), dan Nahdlatul Ulama (NU) pada Ahad atau Minggu (3/4) besok, atau Pemerintah RI yang juga menetapkan pada Ahad (3/4) besok, merupakan sebuah rahmat.

Pengasuh Pondok Pesantren Al Bidayah Kaliwates ini menilai, seyogianya perbedaan itu bukan untuk disoal. Namun, untuk mengajarkan semua kalangan agar bisa saling menghormati dan menghargai. Ada perbedaan yang dapat diambil hikmahnya. Sekali pun awal waktu pelaksanaannya berbeda, namun tujuannya tetap sama, yaitu berbunga-bunga dalam menyambut kedatangan bulan puasa.

Tak hanya soal perbedaan, adanya surat edaran (SE) pemerintah yang berisi imbauan kegiatan selama Ramadan hingga Idul Fitri nanti, MUI Jember menegaskan agar masyarakat bisa menyikapinya dengan bijak, tanpa harus meninggalkan kearifan-kearifan lokal di masyarakat. “Mari kita saling menghormati perbedaan. Adanya edaran kegiatan selama Ramadan dari pemerintah, mari kita sikapi dengan sebijak mungkin,” harapnya. (mau/c2/nur)

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Suka cita menyambut Ramadan 1443 H/2022 M sudah bergema di mana-mana. Dari sudut kota hingga pelosok desa. Kepadatan kendaraan di ruas-ruas jalan raya belakangan ini pun seolah kian menambah kesan antusias masyarakat, khususnya umat muslim, dalam penyambutan bulan puasa dengan hati yang berbunga. “Mari Ramadan ini kita sambut dengan suka cita. Dan terpenting juga, kita menyambut dengan ilmu dan kesadaran,” pinta KH Abdul Haris, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember.

Baca Juga : Hai Gen-Z, Lakukan ini Biar Ramadan Makin Awesome

Pentingnya menyambut Ramadan dengan ilmu dan kesadaran itu, menurut Kiai Haris, karena Ramadan bisa disebut sebagai bulan untuk me-recovery atau perbaikan. Sebab, Ramadan adalah bulan yang agung yang diberkahi. Sahrun adzim mubarak, yang di dalamnya terdapat banyak fadilah, kemuliaan, dan keutamaan.

Beberapa di antaranya, lanjut Haris, adanya malam Lailatul Qadar yang memiliki keutamaan seperti halnya ibadah 1.000 bulan atau setara 83 tahun 4 bulan yang merupakan umur standar manusia. Lalu, pahala ibadah sunah yang setara dengan ibadah wajib, dan ibadah wajib yang dilipatgandakan pahalanya 70 kali, serta masih banyak lagi.
Keutamaan dan pahala yang berlipat itu, menurutnya, belum tentu ditemukan di bulan-bulan lainnya selain Ramadan. Di situlah pentingnya menyambut Ramadan dengan ilmu dan kesadaran. “Kalau seandainya kesadaran itu dipakai untuk menyambut Ramadan, insyaallah kita tidak akan banyak melakukan hal-hal yang sia-sia,” kata Kiai Haris, meyakinkan.

Pria yang juga dosen UIN KHAS Jember ini menilai, Ramadan juga menjadi bulan perbaikan atas amalan-amalan yang dirasa kurang maksimal selama di luar Ramadan. “Seandainya amal baik dan jelek kita ditimbang, tentu amal jeleknya yang banyak. Karenanya, ketertinggalan itu harus disusul melalui Ramadan ini,” jelas KH Haris.

Menyikapi adanya perbedaan dalam menyambut pelaksanaan Ramadan, Haris menegaskan, hal itu bukanlah sebuah masalah yang harus dibesar-besarkan. Seperti Muhammadiyah yang memulai pada hari ini, Sabtu (2/4), dan Nahdlatul Ulama (NU) pada Ahad atau Minggu (3/4) besok, atau Pemerintah RI yang juga menetapkan pada Ahad (3/4) besok, merupakan sebuah rahmat.

Pengasuh Pondok Pesantren Al Bidayah Kaliwates ini menilai, seyogianya perbedaan itu bukan untuk disoal. Namun, untuk mengajarkan semua kalangan agar bisa saling menghormati dan menghargai. Ada perbedaan yang dapat diambil hikmahnya. Sekali pun awal waktu pelaksanaannya berbeda, namun tujuannya tetap sama, yaitu berbunga-bunga dalam menyambut kedatangan bulan puasa.

Tak hanya soal perbedaan, adanya surat edaran (SE) pemerintah yang berisi imbauan kegiatan selama Ramadan hingga Idul Fitri nanti, MUI Jember menegaskan agar masyarakat bisa menyikapinya dengan bijak, tanpa harus meninggalkan kearifan-kearifan lokal di masyarakat. “Mari kita saling menghormati perbedaan. Adanya edaran kegiatan selama Ramadan dari pemerintah, mari kita sikapi dengan sebijak mungkin,” harapnya. (mau/c2/nur)

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Suka cita menyambut Ramadan 1443 H/2022 M sudah bergema di mana-mana. Dari sudut kota hingga pelosok desa. Kepadatan kendaraan di ruas-ruas jalan raya belakangan ini pun seolah kian menambah kesan antusias masyarakat, khususnya umat muslim, dalam penyambutan bulan puasa dengan hati yang berbunga. “Mari Ramadan ini kita sambut dengan suka cita. Dan terpenting juga, kita menyambut dengan ilmu dan kesadaran,” pinta KH Abdul Haris, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember.

Baca Juga : Hai Gen-Z, Lakukan ini Biar Ramadan Makin Awesome

Pentingnya menyambut Ramadan dengan ilmu dan kesadaran itu, menurut Kiai Haris, karena Ramadan bisa disebut sebagai bulan untuk me-recovery atau perbaikan. Sebab, Ramadan adalah bulan yang agung yang diberkahi. Sahrun adzim mubarak, yang di dalamnya terdapat banyak fadilah, kemuliaan, dan keutamaan.

Beberapa di antaranya, lanjut Haris, adanya malam Lailatul Qadar yang memiliki keutamaan seperti halnya ibadah 1.000 bulan atau setara 83 tahun 4 bulan yang merupakan umur standar manusia. Lalu, pahala ibadah sunah yang setara dengan ibadah wajib, dan ibadah wajib yang dilipatgandakan pahalanya 70 kali, serta masih banyak lagi.
Keutamaan dan pahala yang berlipat itu, menurutnya, belum tentu ditemukan di bulan-bulan lainnya selain Ramadan. Di situlah pentingnya menyambut Ramadan dengan ilmu dan kesadaran. “Kalau seandainya kesadaran itu dipakai untuk menyambut Ramadan, insyaallah kita tidak akan banyak melakukan hal-hal yang sia-sia,” kata Kiai Haris, meyakinkan.

Pria yang juga dosen UIN KHAS Jember ini menilai, Ramadan juga menjadi bulan perbaikan atas amalan-amalan yang dirasa kurang maksimal selama di luar Ramadan. “Seandainya amal baik dan jelek kita ditimbang, tentu amal jeleknya yang banyak. Karenanya, ketertinggalan itu harus disusul melalui Ramadan ini,” jelas KH Haris.

Menyikapi adanya perbedaan dalam menyambut pelaksanaan Ramadan, Haris menegaskan, hal itu bukanlah sebuah masalah yang harus dibesar-besarkan. Seperti Muhammadiyah yang memulai pada hari ini, Sabtu (2/4), dan Nahdlatul Ulama (NU) pada Ahad atau Minggu (3/4) besok, atau Pemerintah RI yang juga menetapkan pada Ahad (3/4) besok, merupakan sebuah rahmat.

Pengasuh Pondok Pesantren Al Bidayah Kaliwates ini menilai, seyogianya perbedaan itu bukan untuk disoal. Namun, untuk mengajarkan semua kalangan agar bisa saling menghormati dan menghargai. Ada perbedaan yang dapat diambil hikmahnya. Sekali pun awal waktu pelaksanaannya berbeda, namun tujuannya tetap sama, yaitu berbunga-bunga dalam menyambut kedatangan bulan puasa.

Tak hanya soal perbedaan, adanya surat edaran (SE) pemerintah yang berisi imbauan kegiatan selama Ramadan hingga Idul Fitri nanti, MUI Jember menegaskan agar masyarakat bisa menyikapinya dengan bijak, tanpa harus meninggalkan kearifan-kearifan lokal di masyarakat. “Mari kita saling menghormati perbedaan. Adanya edaran kegiatan selama Ramadan dari pemerintah, mari kita sikapi dengan sebijak mungkin,” harapnya. (mau/c2/nur)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca