JEMBER, RADARJEMBER.ID – Dari halaman depan terdengar jelas informasi-informasi yang disampaikan oleh tenaga satpam tepat di pintu utama RS dr Soebandi. Di samping wastafel cuci tangan itu, satpam RSD dr Soebandi terus mengumumkan jam operasional poli dengan memakai pelantang suara.
Direktur RSD dr Soebandi dr Hendro Soelistijono MM Mkes mengatakan, hal itu dilakukan untuk mempertegas batasan waktu layanan. “Kami ada 20 jenis klinik, jika tidak diatur maka kepadatan pengunjung untuk rawat jalan tidak bisa dihindari,” jelasnya.
Sehingga, kata dia, klinik non bedah seperti syaraf, jantung, dan penyakit dalam, dilayani pada pagi hari. Sementara, klinik bedah seperti bedah plastik, syaraf hingga bedah orthopedi dilayani setelah jam 9. “Langkah itu bisa mengatur distribusi orang yang ingin berobat dan social distancing bisa tercapai,” katanya.
Langkah dan upaya RSD dr Soebandi turut mencegah penularan Covid-19 senada dengan upaya Bupati Jember dr Faida MMR. Masih saja ada kabar-kabar yang miring dan butuh penjelasan. Sebab, kata dia, sebelumnya pernah ada pemberitaan mengenai tenaga medis termasuk dokter senior di RSD dr Soebandi yang enggan disebut namanya tidak setuju adanya Hotel Rembangan dijadikan tempat karantina.
Orang-orang yang berada di rumah sakit, sebagai garda terdepan terhadap penanganan Covid-19 di RS dr Soebandi nyatanya tidak ada yang memberikan statement itu. “Kami cek semua, tidak ada yang memberikan penjelasan itu,” katanya.
Padahal selama ini, seluruh karyawan RS dr Soebandi, baik tenaga medis dan non medis bahu membahu menghadapi korona serta pasien yang sakit lainya selain korona. Bagi dr Hendro persoalan itu tidak dipikir panjang. Lantaran bisa membuang tenaga, dan alangkah baiknya tenaga itu fokus untuk pencegahan korona. Terlebih lagi rumah sakit dan orang-orang di dalamnya, adalah orang garda terdepan dalam penanggulangan covid-19 ini. (kl)