26.6 C
Jember
Wednesday, 31 May 2023

Tidur Selalu Waswas, Takut Ada Pencuri

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID– Mata Wiji Utami tampak sembab. Dia tak kuasa menahan tangis ketika mengingat tragedi banjir yang menghantam rumahnya. Penghuni kampung bantaran Sungai Bedadung di bawah Gladak Kembar, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari itu, menceritakan kronologi peristiwa banjir di penghujung Januari lalu.

Sambil tersengal, wanita beranak dua tersebut tidak bakal lupa ketika air sungai meluap setinggi lima meteran itu. “Saat itu aku hendak salat Maghrib. Tiba-tiba air sungai telah masuk ke dalam ruang tamu. Kira-kira tinggi waktu itu sekitar satu meter,” kata perempuan 47 tahun tersebut.

Tidak cuma itu, luapan air sungai juga menjebol tembok dan pintu rumahnya. Bangunan tingkat itu dihuni tiga orang, dia, suami dan sang bapak. Mereka tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa pasrah sambil berdoa agar rumah tersebut tidak runtuh karena hantaman banjir.

Mobile_AP_Rectangle 2

Meski kalut, tapi Wiji masih sempat mengambil telepon genggam di atas almari. Wanita kelahiran 1974 itu langsung mengontak anak yang selama ini merantau di Bali. Saat melakukan panggilan video, tangis Wiji dan suami pecah. Dia meminta anak mereka pulang ke Jember dan menengok kondisi bangunan yang jebol itu.

Selang sehari kemudian setelah mengetahui kabar bencana itu, Muhammad Eko Budi Arifin, sang anak, pulang. “Beginilah kondisi rumah dan mesin cuci untuk loundry rusak terendam air dan lumpur. Kalau malam hari kami juga tidak bisa tidur pulas karena rumah tak lagi berpintu. Kami takut ada maling yang masuk ke rumah,” ungkap Arifin.

Kini, Wiji dan keluarga dibuat bingung karena untuk memperbaiki kerusakan rumah dibutuhkan dana tidak sedikit. Karena itu ia berharap, ada uluran tangan dari pemerintah untuk membantu membetulkan rumah warga terdampak banjir.

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID– Mata Wiji Utami tampak sembab. Dia tak kuasa menahan tangis ketika mengingat tragedi banjir yang menghantam rumahnya. Penghuni kampung bantaran Sungai Bedadung di bawah Gladak Kembar, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari itu, menceritakan kronologi peristiwa banjir di penghujung Januari lalu.

Sambil tersengal, wanita beranak dua tersebut tidak bakal lupa ketika air sungai meluap setinggi lima meteran itu. “Saat itu aku hendak salat Maghrib. Tiba-tiba air sungai telah masuk ke dalam ruang tamu. Kira-kira tinggi waktu itu sekitar satu meter,” kata perempuan 47 tahun tersebut.

Tidak cuma itu, luapan air sungai juga menjebol tembok dan pintu rumahnya. Bangunan tingkat itu dihuni tiga orang, dia, suami dan sang bapak. Mereka tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa pasrah sambil berdoa agar rumah tersebut tidak runtuh karena hantaman banjir.

Meski kalut, tapi Wiji masih sempat mengambil telepon genggam di atas almari. Wanita kelahiran 1974 itu langsung mengontak anak yang selama ini merantau di Bali. Saat melakukan panggilan video, tangis Wiji dan suami pecah. Dia meminta anak mereka pulang ke Jember dan menengok kondisi bangunan yang jebol itu.

Selang sehari kemudian setelah mengetahui kabar bencana itu, Muhammad Eko Budi Arifin, sang anak, pulang. “Beginilah kondisi rumah dan mesin cuci untuk loundry rusak terendam air dan lumpur. Kalau malam hari kami juga tidak bisa tidur pulas karena rumah tak lagi berpintu. Kami takut ada maling yang masuk ke rumah,” ungkap Arifin.

Kini, Wiji dan keluarga dibuat bingung karena untuk memperbaiki kerusakan rumah dibutuhkan dana tidak sedikit. Karena itu ia berharap, ada uluran tangan dari pemerintah untuk membantu membetulkan rumah warga terdampak banjir.

JEMBER, RADARJEMBER.ID– Mata Wiji Utami tampak sembab. Dia tak kuasa menahan tangis ketika mengingat tragedi banjir yang menghantam rumahnya. Penghuni kampung bantaran Sungai Bedadung di bawah Gladak Kembar, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari itu, menceritakan kronologi peristiwa banjir di penghujung Januari lalu.

Sambil tersengal, wanita beranak dua tersebut tidak bakal lupa ketika air sungai meluap setinggi lima meteran itu. “Saat itu aku hendak salat Maghrib. Tiba-tiba air sungai telah masuk ke dalam ruang tamu. Kira-kira tinggi waktu itu sekitar satu meter,” kata perempuan 47 tahun tersebut.

Tidak cuma itu, luapan air sungai juga menjebol tembok dan pintu rumahnya. Bangunan tingkat itu dihuni tiga orang, dia, suami dan sang bapak. Mereka tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa pasrah sambil berdoa agar rumah tersebut tidak runtuh karena hantaman banjir.

Meski kalut, tapi Wiji masih sempat mengambil telepon genggam di atas almari. Wanita kelahiran 1974 itu langsung mengontak anak yang selama ini merantau di Bali. Saat melakukan panggilan video, tangis Wiji dan suami pecah. Dia meminta anak mereka pulang ke Jember dan menengok kondisi bangunan yang jebol itu.

Selang sehari kemudian setelah mengetahui kabar bencana itu, Muhammad Eko Budi Arifin, sang anak, pulang. “Beginilah kondisi rumah dan mesin cuci untuk loundry rusak terendam air dan lumpur. Kalau malam hari kami juga tidak bisa tidur pulas karena rumah tak lagi berpintu. Kami takut ada maling yang masuk ke rumah,” ungkap Arifin.

Kini, Wiji dan keluarga dibuat bingung karena untuk memperbaiki kerusakan rumah dibutuhkan dana tidak sedikit. Karena itu ia berharap, ada uluran tangan dari pemerintah untuk membantu membetulkan rumah warga terdampak banjir.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca